Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE
Berita Terkini

An - Oikonomia

Oleh Ronald Reagen

Sejak berabad-abad lalu, tembakau dan kopi bukan hanya sekadar komoditas. Keduanya telah membentuk struktur ekonomi, politik, dan sosial dunia yang kita kenal saat ini. Ketika tembakau masuk ke pasar Eropa pada abad ke-16 dan kopi menyusul pada abad ke-17, kedua komoditas ini tidak hanya menjadi barang dagangan, tetapi juga simbol dari penguasaan modal dan pembentukan ketergantungan global yang mendalam. Dengan sejarah panjang yang berakar dalam kolonialisme, eksploitasi, dan kapitalisme global, tembakau dan kopi mencerminkan ketimpangan dunia yang semakin terasa di era modern ini.

Dari Tembakau ke Kopi: Perjalanan Kolonialisasi

Pada awalnya, tembakau dan kopi adalah komoditas yang digunakan untuk memperkuat dominasi negara-negara kolonial Eropa terhadap wilayah jajahannya. Tembakau, yang pertama kali diperkenalkan ke Eropa oleh bangsa Spanyol dan Portugal, menjadi bagian tak terpisahkan dari politik kolonial mereka. Penggunaan tembakau sebagai alat untuk memperkokoh hegemoni kolonial menciptakan hubungan ketergantungan yang berlanjut hingga saat ini. Bukan hanya melalui perdagangan tembakau, tetapi juga dengan memanipulasi kebijakan kolonial dan memaksa rakyat jajahan untuk menjadi bagian dari rantai pasok global.

Kopi, yang semula merupakan minuman elit di Eropa, mulai berkembang pesat dan menyebar ke seluruh dunia. Kedai kopi yang tumbuh di Eropa pada abad ke-17 menjadi simbol dari transformasi sosial yang lebih luas, namun di baliknya, ada kontrol yang ketat atas pasar kopi global. Negara-negara penjajah mengatur seluruh rantai pasok kopi, memaksa petani di wilayah jajahan, seperti Sumatera Barat, untuk menanam kopi demi memenuhi permintaan pasar Eropa. Sementara itu, petani lokal hanya bisa menikmati secangkir kopi yang terbuat dari daun kopi, bukannya biji kopi yang diekspor ke luar negeri dengan harga tinggi.

Ketimpangan sistemik

Dalam kajian ekonomi politik, sistem kapitalisme global dijelaskan sebagai sebuah jaringan yang menghubungkan negara-negara pusat (kaya) dan negara-negara pinggiran (miskin). Negara-negara pusat menguasai teknologi, modal, dan kekuatan politik yang memungkinkan mereka untuk mengeksploitasi negara-negara pinggiran. Dalam konteks tembakau dan kopi, negara-negara penguasa kapitalisme global, seperti Inggris, Belanda, dan Prancis, memanfaatkan posisi mereka untuk mengontrol pasar dunia, menggali sumber daya alam, dan memperbudak tenaga kerja di negara-negara kolonial.

Teori dependensi, seperti yang dikembangkan oleh Immanuel Wallerstein dan Andre Gunder Frank, menunjukkan bagaimana negara-negara berkembang terus terjebak dalam ketergantungan ekonomi terhadap negara-negara maju. Tembakau dan kopi adalah contoh klasik dari ketergantungan ini. Negara-negara penguasa mengontrol distribusi modal dan teknologi, sementara negara-negara terjajah terperangkap dalam pola perdagangan yang tidak menguntungkan. Negara-negara ini terpaksa menjual sumber daya alam mereka dengan harga murah, sementara nilai tambah dari komoditas tersebut diterima oleh negara-negara pusat. Hasilnya adalah ketimpangan ekonomi yang terus berlanjut meskipun dunia telah mengalami dekolonisasi.

Perubahan yang Tak Pernah Mengubah Sistem: Kapitalisme dan Revolusi

Meskipun banyak revolusi sosial dan politik terjadi sepanjang sejarah, perubahan tersebut sering kali hanya menghasilkan perubahan kosmetik dalam struktur sosial. Setelah kemerdekaan, banyak negara-negara pasca-kolonial tetap terperangkap dalam ketergantungan ekonomi yang sama. Meskipun para elit politik berubah, struktur ekonomi global yang dikuasai oleh negara-negara pusat tetap bertahan. Revolusi yang terjadi lebih sering mengarah pada perubahan pada tatanan politik, namun tidak mengubah sistem ekonomi yang mendalam. Oleh karena itu, meskipun banyak negara-negara baru merdeka, mereka tetap berjuang untuk keluar dari cengkeraman kapitalisme global yang mengikat mereka.

Fenomena ini terlihat jelas pada negara-negara di Afrika dan Asia, yang meskipun meraih kemerdekaan dari penjajahan, tetap terjebak dalam hubungan ekonomi yang timpang dengan negara-negara maju. Negara-negara ini menjadi pasar bagi barang-barang industri negara maju dan pemasok bahan baku murah. Ini adalah bentuk nyata dari commodity fetishism, di mana komoditas-komoditas yang diekspor dari negara-negara berkembang, seperti kopi dan tembakau, diperlakukan sebagai objek yang memiliki nilai tinggi, sementara petani dan buruh yang memproduksi komoditas tersebut hanya menerima sedikit manfaat dari proses produksi.

Menuju jurang

Kapitalisme global memperkuat ketimpangan antara negara-negara penguasa dan negara-negara terjajah. Meskipun banyak kemajuan teknologi dan ekonomi telah dicapai, aliran modal yang tak terbendung membuat dunia semakin terpecah antara mereka yang menguasai kekayaan dan mereka yang hanya menjadi objek konsumsi. Modal menjadi senjata utama dalam mempertahankan kekuasaan politik global, dan teknologi serta informasi digunakan untuk mengontrol pasar dunia. Negara-negara pusat, dengan kontrol atas kapital, terus memperluas pengaruh mereka di pasar global, sementara negara-negara pinggiran tetap terperangkap dalam ketergantungan yang tidak dapat diputuskan.

Teori ekonomi modern, seperti yang diajukan oleh Milton Friedman dan teori neoliberal, juga berkontribusi dalam memperkuat sistem yang ada. Melalui kebijakan pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi, negara-negara maju semakin mengkonsolidasikan kekuasaan mereka di pasar global. Di sisi lain, negara-negara berkembang semakin terdesak oleh tuntutan untuk membuka pasar mereka kepada investasi asing, yang semakin memperburuk ketimpangan ekonomi.

Akhir dari komoditas 

Komoditas-komoditas seperti tembakau dan kopi juga menciptakan fenomena budaya yang sangat kuat. Di satu sisi, kopi telah menjadi simbol dari kebebasan dan gaya hidup modern, dengan kedai kopi yang tersebar di seluruh dunia. Di sisi lain, tembakau, meskipun dikenali sebagai pembunuh, tetap menjadi simbol dari keinginan manusia untuk melarikan diri dari realitas. Namun di balik konsumsi komoditas-komoditas ini, kita sering lupa bahwa di luar sana, petani-petani yang bekerja keras menanam tembakau dan kopi, terperangkap dalam lingkaran kemiskinan yang tak kunjung berakhir.

Peran negara dalam proses ini sangat besar. Negara-negara maju tidak hanya mengontrol pasar, tetapi juga mempengaruhi kebijakan domestik negara-negara berkembang, menciptakan ketergantungan yang terus memperburuk ketimpangan global. Komoditas-komoditas ini, yang sering kali dipandang sebagai bagian dari gaya hidup modern, pada kenyataannya menciptakan kesenjangan yang semakin besar antara mereka yang menikmati hasil dari komoditas ini dan mereka yang mengorbankan hidupnya untuk memproduksinya.

Kesimpulan 

Tembakau dan kopi bukan hanya komoditas biasa. Kedua komoditas ini adalah simbol dari bagaimana kekuasaan modal telah mengubah struktur sosial dan ekonomi dunia. Melalui kontrol terhadap komoditas-komoditas ini, negara-negara penguasa kapitalisme global telah menciptakan ketergantungan yang memperburuk ketimpangan antara negara kaya dan miskin. Kapitalisme global telah menciptakan dunia yang semakin terpecah antara mereka yang menguasai kekayaan dan mereka yang hanya menjadi objek konsumsi.

Namun, dunia yang semakin terhubung ini menunjukkan betapa dalamnya ketergantungan yang telah terbentuk. Meskipun banyak negara-negara berkembang meraih kemerdekaan, mereka tetap terperangkap dalam sistem yang diciptakan oleh kekuasaan modal. Dalam dunia yang semakin terhubung, perubahan yang diharapkan sering kali hanya menciptakan tatanan baru yang lebih efisien untuk mempertahankan posisi modal. Ketimpangan global, yang sudah mengakar dalam sistem ekonomi dunia, terus menggerogoti masa depan yang lebih adil bagi negara-negara berkembang.

Catatan Kaki:

1. Wallerstein, I. (2015). Analisis Sistem Dunia: Sebuah Pengantar (Terj. Imam Wahyudi). Pustaka Pelajar.

2. Harvey, D. (2007). Sejarah Singkat Neoliberalisme (Terj. Anwar Sunito). Penerbit Fajar Utama.

3. Prakash, G. (2002). Alasan Lain: Sains dan Imajinasi India Modern (Terj. Siti Fitriyah). Mizan.

4. Pomeranz, K. (2006). Perbedaan Besar: China, Eropa, dan Pembentukan Ekonomi Dunia Modern (Terj. Muhammad Zaidan). Penerbit Insist Press.

5. Frank, A. G. (2017). Kapitalisme Dependen: Teori dan Pengaruhnya dalam Globalisasi. Terj. Penerbit Bumi Aksara