Oleh: Saeed Kamyabi, terinspirasi oleh tulisan Imam Syamsi Ali, USA
Di tengah panggung politik Amerika yang sering kali diwarnai suara sumbang dan polarisasi, hadirnya Zohran Kwame Mamdani—anggota Majelis Negara Bagian New York yang progresif—menawarkan narasi yang menyegarkan. Lebih dari sekadar politisi, ia adalah simbol Amerika masa depan: multikultural, cerdas, dan berani. Menariknya, jejaknya membentang jauh hingga beresonansi unik dengan sejarah Indonesia, khususnya Provinsi Bengkulu.
Semangat Sumpah Pemuda di Jantung New York
Tepat pada tanggal 28 Oktober, kita di Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, sebuah momen bersejarah yang menegaskan semangat persatuan dan keberanian pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan. Semangat inilah yang terasa relevan dengan kiprah Zohran Mamdani di New York. Ia adalah representasi dari keberagaman dan kekuatan pemuda dalam membawa perubahan positif di tengah masyarakat.
Zohran Mamdani: Anak Dunia untuk New York
Lahir dari ayah akademisi Uganda-Kenya (Mahmood Mamdani) dan ibu sutradara India (Mira Nair), Zohran adalah personifikasi globalisasi yang humanis. Sebelum terjun ke politik, ia aktif di akar rumput sebagai organizer untuk Community Action for Safe Apartments (CASA), memperjuangkan hak-hak penyewa di Queens. Contohnya, ia berhasil mengadvokasi perbaikan kondisi perumahan bagi lebih dari 200 keluarga yang tinggal di apartemen kumuh di Astoria. Pengalaman ini membentuk kepeduliannya yang mendalam terhadap warga kecil, yang kemudian ia bawa ke arena politik setelah terpilih pada tahun 2020.
Mengapa New York Memilihnya?
Kecerdasan intelektual dan emosional Zohran berpadu dengan platform politik yang menyentuh langsung persoalan warga:
1. Suara bagi yang Tak Terdengar: Mewakili distrik multietnis (Astoria), ia menjadi corong bagi komunitas imigran—40% populasi New York—yang sering terabaikan. Misalnya, ia secara aktif menyuarakan kebutuhan komunitas Bangladesh dalam mendapatkan akses layanan kesehatan yang terjangkau.
2. Jawaban atas Kegelisahan: Krisis perumahan dan biaya kesehatan yang melambung adalah isu utama. Retorika Zohran tentang "Rumah sebagai Hak Asasi" dan layanan kesehatan universal menjawab langsung kegelisahan ini. Salah satu contohnya adalah usulannya untuk memperluas program rent control agar lebih banyak warga berpenghasilan rendah dapat menikmati hunian yang layak.
3. Perubahan dari Status Quo: Di tengah kebosanan terhadap politik lama, Zohran hadir sebagai wajah baru yang berani menantang establishment. Ia menjadi salah satu tokoh kunci dalam mendorong legislasi yang membatasi pengaruh lobi korporasi dalam politik New York.
Apa Resikonya Jika Zohran Tidak Terpilih?
Kekalahannya akan menjadi kemenangan bagi politik business as usual. New York akan kehilangan suara kritis yang mendorong batas wacana publik ke arah yang lebih progresif. Ia adalah pengingat bahwa politik harus berpihak pada rakyat, bukan pada pemodal. Sebagai contoh, tanpa kehadirannya, kemungkinan besar legislasi tentang perlindungan lingkungan yang lebih ketat akan terhambat oleh kepentingan industri.
Pandangan Dunia dan Peluang Nyata
Terpilihnya Zohran akan menjadi pesan global bahwa progresivisme dan politik inklusif memiliki masa depan. Ia adalah bukti bahwa Amerika, di tingkat akar rumput, tetap merindukan wajah yang empatik dan multikultural. Peluang di distriknya kuat, tetapi untuk jenjang lebih tinggi, ia akan menghadapi pesaing berat dari kubu Demokrat moderat yang didanai establishment. Strategi kuncinya adalah mobilisasi pemilih muda dan imigran, serta membangun narasi autentik yang sulit ditandingi politikus karbitan. Ia dapat mencontoh strategi Alexandria Ocasio-Cortez yang berhasil menggalang dukungan luas melalui media sosial dan kampanye akar rumput.
Sebuah Visi: Dari New York ke Bengkulu, Sebuah Jembatan Sejarah
Di sinilah analisis ini menjadi menarik. Bagaimana mungkin Zohran Mamdani berkaitan dengan Helmi Hasan, seorang budayawan dan politisi dari Bengkulu?
Jawabannya terletak pada gagasan kota kembar (Sister City) antara New York dan Bengkulu. Gagasan ini memiliki fondasi sejarah yang kokoh: Jejak Kolonial Inggris.
- New York (awalnya New Amsterdam) direbut Inggris dari Belanda pada 1664.
- Bengkulu (Bencoolen) menjadi pangkalan utama British East India Company selama sekitar 140 tahun sebelum ditukar dengan Malaka.
Kedua wilayah ini pernah menjadi pion dalam papan catur Imperium Inggris. Jejak sejarah ini dapat dihidupkan kembali menjadi hubungan diplomatis budaya yang saling menguntungkan.
Zohran & Helmi: "Duta" Dua Peradaban
Inilah titik temunya. Zohran Mamdani mewakili New York masa kini: dinamis, progresif, dan global. Sementara Helmi Hasan mewakili Bengkulu yang berakar: bijaksana, kaya budaya, dan memahami kearifan lokal. Mempertemukan dan mempersaudarakan keduanya adalah metafora yang powerful.
Bayangkan simposium bertajuk "Dari Bencoolen ke New York: Merajut Masa Depan di Atas Benang Sejarah." Zohran akan membagikan strategi membangun koalisi multikultural di kota metropolitan, sementara Helmi Hasan akan membagikan insight tentang ketahanan budaya dan pembangunan komunitas yang berkelanjutan. Misalnya, Helmi Hasan dapat berbagi pengalaman tentang program "Sedekah 2 Ribu" yang berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bengkulu. Dialog semacam ini akan jauh lebih bermakna daripada pertukaran delegasi formal yang kaku.
Manfaat Nyata dan Strategi ke Depan
Bagi Bengkulu, hubungan ini meningkatkan profil internasional, menarik wisatawan spesifik, dan menjadi pintu belajar tata kelola kota modern. Bagi New York, ini memperkaya khazanah multikulturalnya dan menunjukkan kedalaman engagement yang tidak hanya berpusat pada kota-kota besar lainnya.
Strateginya adalah mendorong kemauan politik dari kedua pihak, memanfaatkan jaringan diaspora Indonesia di AS, dan mengusung acara budaya bersama yang mengangkat narasi sejarah yang unik ini. Misalnya, mengadakan festival seni dan budaya Bengkulu di New York yang menampilkan atraksi kebudayaan dan kuliner khas Bengkulu
Zohran Mamdani lebih dari sekadar calon; dia adalah sebuah gagasan. Gagasannya tentang politik yang inklusif dan berani tidak berhenti di perbatasan New York. Ia memiliki potensi untuk menjangkau dan menjembatani kisahnya dengan sebuah provinsi di ujung Samudera Hindia, Bengkulu.
Melalui gagasan sister city dan "persaudaraan" dengan Helmi Hasan, kita melihat bahwa politik bisa saja bersifat lokal, tetapi visi kemanusiaan yang diusungnya adalah universal. Semangat persatuan dan keberanian yang diinspirasi oleh Sumpah Pemuda, kini bergema hingga ke New York, diwakili oleh sosok Zohran Mamdani. Inilah esensi sebenarnya dari dunia yang terhubung: di mana lautan dan benua yang memisahkan kita justru menjadi jembatan bagi lahirnya peradaban baru yang lebih harmonis. Wallahu a'lam.
Selamat Datang Mr. Zohran Mamdani dan Ustadz Imam Syamsi Ali di Ijtima' International Lampung 28-30 November 2025.
BSD City, 28 Oktober 2025
