PedomanBengkulu.com - Pengacara Bengkulu minta ‘Stop Kriminalisasi Profesi Advokat’, khususnya di wilayah Provinsi Bengkulu. Ini disampaikan Abu Yamin, SH, MH, CPM selaku Penasihat Hukum pada Kantor Pengacara Omeng Law Office Bengkulu.
Bang Omeng sapaan akrab Abu Yamin didampingi 8 Penasehat Hukum lainnya, yaitu Nazlian R, SH, Rizki Dini Hasanah, SH, Adilah Tri Putra Jaya, SH dan Elfahmi Lubis, SH, M.Pd, C.Med, C.Parbiter.
Serta Penasehat Hukum, Evi Elvina Dwita, SH, Fitriansyahm SH, Dr (c), Sugiarto, SH, MH dan Benni Hidayat, SH menyuarakan ‘Stop Kriminalisasi Profesi Advokat’ terkait persoalan hukum yang sedang dialami salah satu rekan mereka sesama Advokat, Dummi Yanti yang dilaporkan oleh Dhayalen dalam perkara dugaan Penganiayaan.
Diketahui saat ini, meskipun belum ada penetapan tersangka, namun perkara tersebut sudah naik ke tingkat Penyidikan dengan terlapor atas nama Dummi Yanti yang merupakan Advokat.
Dijelaskan Omeng, perkara tersebut bermula saat Dummi sedang menjalankan profesinya sebagai Advokat, yaitu menjadi Penasehat Hukum Risma Lisia Chintami. Saat kejadian, Dummi datang ke rumah salah satu warga di Kabupaten Kepahiang untuk mediasi mendampingi kliennya. Saat itulah, Dummi bertemu dengan pelapor dan timbul permasalahan.
‘’Saat upaya mediasi tersebut, pelapor ini berupaya memvideokan klien kami dan itu ditolak. Saat itulah, pelapor seolah-olah dan mengaku mendapatkan aksi penyaniayaan dari klien kita, padahal tidak ada sedikitpun sentuhan fisik saat klien kita menolak di videokan,’’ ungkap Omeng.
Dalam prosesnya, sambung Omeg, Laporan Polisi yang dibuat pelapor ke Polres Kepahiang, diduga banyak kejanggalan-kejanggalan saat penyelidikan hingga dinaikan menjadi proses penyidikan.
Diantaranya, dalam berkas perkara dengan Laporan polisi : LP/8/98/VII/2025/SPKT/POLRES KEPAHIANG/POLDA BENGKULU, tanggal 3 Juli 2025, Sudah terjadi kesepakatan perdamaian antara Pelapor dengan Terlapor pada tanggal 5 Juli 2025 atau 2 hari setelah kejadian.
Perdamaian tersebut dilaksanakan di Kantor Desa Kampung Bogor, Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Kepahiang dan surat kesepakatan perdamaian tersebut telah ditandatangani di atas materai Rp 10.000 oleh Pelapor dan Terlapor, serta diketahui Kepala Desa Tebat Monok, berikut para saksi.
‘’Dimana pada intinya antara pelapor dan terlapor sepakat saling memaafkan maupun tidak saling dendam dan juga Pelapor sepakat bersedia untuk mencabut laporan polisi tersebut,’’ sambung Omeng.
Omeng juga mengungkap, berdasarkan keterangan kliennya, tidak pernah ada kontak fisik dengan Pelapor saat kejadian. Hal ini juga patut menjadi pertanyaan, khususnya hasil visum et repertum atas adanya luka akibat penganiayaan yang di ketahui penyidik.
‘’Secara logika ada ketidakseimbangan secara fisik antara Pelapor dengan Terlapor, karena Terlapor merupakan seorang perempuan yang mempunyai tiga orang Anak dan satu orang cucu dengan postur tubuh mungil,’’ ungkap Omeng.
‘’Jadi tidak mungkin klien kami ini melakukan penganiayaan terhadap Pelapor yang seorang laki-laki yang secara fisik berpostur gagah dan besar. Hal inilah yang membuat kami menduga adanya dugaan rekayasa dan dugaan persekongkolan jahat dari Pelapor dan saksi-saksi yang hadir pada malam kejadian tersebut,’’ sebut Omeng.
Dilanjutkan Omeng, mereka juga menduga kuat telah terjadi Intervensi Pelapor ke penyidik, dimana Pelapor diketahui merupakan Tiktokker terkenal yang mengancam bisa saja mengancam Penyidik agar perkara tersebut ditindaklanjuti.
‘’Kita mengutuk keras tindakan yang diduga dilakukan Pelapor dan penyidik P yang telah melakukan dugaan Kriminalisasi Profesi Advokat dengan tetap melanjutkan perkara terhadap klien yang sebagai Terlapor dalam Laporan Polisi Nomor : LP/8/98/VII/2025/SPKT/POLRES KEPAHIANG/POLDA BENGKULU tertanggal 3 Juli 2025,’’ lanjut Omeng.
Ditambahkan Omeng, mereka akan mendesak Mabes Polri maupun Polda Bengkulu, termasuk Komnas HAM, Ombudsman dan Kompolnas turun tangan untuk mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan masing-masing dan mengkaji tindakan hukum terhadap perkara yang sedang diproses Penyidik Unit Pidana Umum (Pidum), Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kepahiang tersebut.
Sementara itu, Elfahmi Lubis menambahkan, selaku Tim Hukum menilai bahwa klien mereka dalam perkara yang dilaporkan oleh pelapor, sedang dalam menjalankan tugas dan ada surat kuasa resmi dari kliennya.
‘’Maka sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-undang Advokat, terkait Advokat yang sedang menjalankan tugas dan profesinya dengan itikad baik, itu tidak bisa dituntut secara perdata maupun pidana,’’ jelas Elfahmi.
Kemudian, Elfahmi menjelaskan bahwa, aksi pembelaan yang mereka lakukan ini murni mengusung ‘Stop Kriminalisasi Profesi Advokat’ yang diduga dialami rekan mereka, Dummi Yanti saat sedang dalam menjalankan tugas dan profesinya.
Karena dalam konteks ini, perkara laporan terhadap klien mereka dikoordinasikan terlebih dahulu dengan organisasi dimana tempatnya bernaung, agar terlebih dahulu diketahui adanya pelanggaran etik atau tidak.
‘’Karena tindakan yang dilakukan klien kami ini murni dalam menjalankan tugas profesi Advokat yang seharusnya dilindungi dan mengacu pada undang-undang Advokat. Sehingga dalam proses hukum yang dilakukan terhadap Advokat, wajib melalui proses dan kehati-hatian yang diatur kode etik terlebih dahulu untuk menjaga keberlansungan profesinya secara sah dan etis,’’ imbuh Elfahmi. (Tok)
