PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Tiga dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) Bengkulu turut dijerat dugaan Money Laundering atau pencucian uang oleh tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.
Ketiga orang yang turut terjerat pencucian uang adalah Kurniadi Benggawan selaku Direktur Utama PT Tigadi Lestari, Heriadi Benggawan selaku Direktur PT Tigadi Lestari dan Satriadi Benggawan selaku Komisaris PT Tigadi Lestari.
Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, SH.MH didampingi Kasi Penkum Ristianti Andriani, SH.MH menjelaskan, setelah dilakukan pendalaman, terungkap bahwa hasil korupsi tersebut digunakan untuk membeli sejumlah aset oleh ketiga tersangka.
"Oleh karena itu, selain dijerat tindak pidana korupsi, mereka juga dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang," kata Danang, Kamis (17/7/2025).
Danang menyebut, berdasarkan temuan penyidik, sebagian dana hasil pengelolaan Mega Mall dan PTM dialihkan ke berbagai bentuk investasi di luar Bengkulu.
"Beberapa aset milik para tersangka di Palembang telah disita. Kami masih mendalami aliran dana dan aset yang diduga berasal dari hasil korupsi tersebut. Kasus ini akan terus berkembang,” tegas Danang.
Diketahui, dalam kasus ini Kejati Bengkulu menetapkan tujuh tersangka. Mereka adalah mantan Walikota Bengkulu sekaligus mantan Anggota DPD RI dua periode yakni Ahmad Kanedi, Kurniadi Benggawan selaku Direktur Utama PT Tigadi Lestari sekaligus Pendiri dan Pengelola Pertama Mega Mall Bengkulu. Kemudian Wahyu Laksono selaku Direktur Utama PT. Dwisaha Selaras Abadi.
Lalu Haryadi Bengawan selaku Dirut PT. Tigadi Lestari,
Satriadi Bengawan selaku Komisaris PT. Tigadi Lestari, dan Candra D Putra mantan pejabat ATR/BPN Kota Bengkulu, Budi Santoso selaku Komisaris PT. Dwisaha Selaras Abadi.
Kasus ini berawal dari perubahan status lahan Mega Mall dan PTM Bengkulu yang semula berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pada tahun 2004, lalu diubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Selanjutnya, SHGB tersebut dipecah menjadi dua bagian masing-masing untuk Mega Mall dan PTM kemudian diagunkan ke bank.
Namun, setelah kredit bermasalah dan mengalami tunggakan, SHGB kembali diagunkan ke bank lain, hingga menyebabkan munculnya utang kepada pihak ketiga.
Ironisnya, sejak bangunan tersebut berdiri dan dikelola oleh pihak swasta, tidak pernah ada setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke kas daerah. Perbuatan ini diduga menyebabkan kerugian negara yang ditaksir hampir mencapai Rp 200 miliar.