Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Bangun Jiwanya, Baru Bangun Badannya

Refleksi mahalnya biaya renovasi akibat kerusakan moral

Setiap hari kita mendengar berita: perampokan di kota besar, tawuran remaja, suami memukul istri, penipuan miliaran rupiah, pembunuhan karena utang receh, atau anak yang tega menghabisi orang tuanya. Lalu kita bertanya-tanya: ada apa dengan negeri ini?

Jawabannya sederhana: karena jiwa-jiwa yang hidup di negeri ini banyak yang tidak dibangun. Tidak kenal Allah, tidak tahu halal haram, tidak paham arti hidup. Maka ketika iman tidak menuntun, hukum pun harus bekerja keras. Negara pun ikut sibuk… dan anggaran pun terkuras.

Coba kita lihat lebih jujur, berapa besar biaya yang harus negara keluarkan untuk menjaga keamanan akibat rusaknya moral masyarakat?

Setiap tahun, anggaran Polri mencapai lebih dari 117 triliun rupiah. Ditambah lagi anggaran militer, TNI, yang sekitar 135 triliun rupiah. Lalu lembaga penegak hukum lainnya seperti kejaksaan, pengadilan, Mahkamah Agung, dan pemasyarakatan membutuhkan lebih dari 30 triliun rupiah. Dan ini belum termasuk biaya penanganan kriminalitas seperti vandalisme, perusakan fasilitas umum, dan kerugian ekonomi akibat ketakutan investasi. Jika ditotal, maka lebih dari 400 triliun rupiah tiap tahun habis hanya untuk memadamkan efek dari jiwa-jiwa yang tidak terdidik secara spiritual. 

Dan itu belum semua.

Kota-kota besar kini dipenuhi kamera pengawas. Di Jakarta sendiri, ribuan CCTV dipasang hanya untuk menangkap pelaku kejahatan. Belum lagi teknologi pengawasan, pengadaan kendaraan taktis, helikopter patroli, drone pemantau, dan ribuan personel yang disiagakan 24 jam. Di jalan-jalan, di pasar, di sekolah, bahkan di tempat ibadah, kita diawasi — karena negara tahu, masyarakat yang tidak diawasi akan mudah berbuat jahat.

Tapi apakah ini solusi jangka panjang?

Masyarakat tetap tidak tenang. Warga tidak percaya pada tetangga. Anak tidak hormat pada orang tua. Suami dan istri saling curiga. Keamanan hanya ada di atas kertas, bukan di dalam hati. Negara menggelontorkan ratusan triliun hanya untuk meredam gejala, bukan menyembuhkan akar masalah.

Padahal ada cara yang jauh lebih murah, lebih bijak, dan lebih manusiawi: mendidik anak-anak kita sejak dini, bukan hanya dengan angka dan sains, tetapi juga dengan iman, akhlak, dan cinta kepada Allah.

Biaya untuk membina spiritual anak bangsa sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya menjaga keamanan. Tambahan Rp 1 juta per anak per tahun sudah bisa memperkuat kurikulum pendidikan karakter, memberikan pelatihan untuk guru, dan membangun sistem pembinaan spiritual di sekolah. Jika kita mendidik 50 juta anak usia sekolah, maka totalnya hanya sekitar Rp 50 triliun per tahun.

Tambahkan pelatihan spiritual untuk para guru, sekitar Rp 3 triliun setahun. Lalu program pembinaan parenting untuk keluarga, mungkin sekitar Rp 20 triliun. Maka total investasi untuk pendidikan spiritual nasional hanya sekitar Rp 70-75 triliun per tahun.

Mari kita bandingkan:

- Rp 400 triliun per tahun untuk mengatasi kejahatan karena rusaknya moral, versus  Rp 75 triliun per tahun untuk membangun moral agar kejahatan tidak terjadi.

Angka-angka ini bicara jujur kepada kita: Lebih murah mencegah daripada mengobati. Lebih murah mendidik anak menjadi baik, daripada menggaji tentara untuk menangkapnya kelak. Dan ini adalah amanat Lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan di setiap upacara: Bangunlah Jiwanya... Bangunlah Badannya... Untuk Indonesia Raya... Bangun jiwanya dulu...!!!

Coba Lihat Finlandia. Negara yang tak banyak berteriak soal agama, tapi mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih, disiplin, dan tanggung jawab. Mereka membentuk karakter anak lebih daripada mengejar nilai ujian. Hasilnya? Kriminalitas rendah. Polisi tidak harus berjaga di setiap sudut. Rakyat saling percaya.

Lihat juga Jepang. Anak-anak TK sudah dilatih membuang sampah, menyapa guru, dan antri dengan sabar. Di sana, kereta tidak pernah terlambat, bahkan meski tak ada pengawas. Kenapa? Karena akhlak sudah ditanamkan sejak kecil.

Sebaliknya, di banyak negara yang gagal mendidik jiwa warganya—seperti beberapa wilayah di Amerika Latin, Afrika, dan bahkan sebagian negara Muslim—kejahatan merajalela, penjara penuh, dan aparat hukum bekerja tanpa henti. Anggaran keamanan menggerus anggaran pendidikan dan kesehatan. Negara jadi lelah, rakyat makin gelisah.

Kini, menjelang HUT RI ke 80, kita harus memutuskan:

Apakah kita mau terus mengeluarkan ratusan triliun hanya untuk menjaga warga yang tidak tahu malu dan tidak takut dosa?

Atau kita mau mulai mengalihkan anggaran untuk membina hati anak-anak kita agar menjadi pribadi yang takut kepada Allah, mencintai sesama, dan memuliakan kebaikan?

Mari kita kembali pada nasihat WR Soepraptman, yang sudah lama kita lupakan: “Bangunlah jiwanya, baru bangun badannya.”

Karena ketika jiwa dibangun, hati akan hidup. Dan dari hati yang hidup, akan lahir masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera. Itulah negeri yang layak diberkahi. Wallahu a'lam.

Indarung, 24 Juli 2025

Saeed Kamyabi 

Penulis Buku Menyingkap Tabir Rahasia Homeschooling