Ouagadougou, Ibukota Burkina Faso – Di tengah gejolak geopolitik dan ketidakstabilan keamanan di kawasan Sahel, nama Kapten Ibrahim Traoré (kalau di Indonesia, mungkin Tidore) mencuat sebagai sosok pemimpin muda yang mencengangkan Afrika. Di usia baru 36 tahun, ia kini menjabat sebagai Presiden Burkina Faso, negara miskin namun kaya sumber daya di jantung Afrika Barat. Dengan gagasan besar membangun United States of Africa, Traoré mendapat dukungan luas dari kalangan muda Afrika dan sejumlah negara sahabat, namun juga menghadapi tantangan berat di dalam maupun luar negerinya.
Dari Medan Tempur ke Istana Presiden
Traoré, lahir pada 14 Maret 1988, adalah seorang perwira militer yang pernah tergabung dalam pasukan perdamaian PBB di Mali. Ia naik daun usai memimpin kudeta militer pada 30 September 2022, menggulingkan pemerintahan transisi Paul-Henri Damiba. Langkah ini didorong kekecewaan atas ketidakmampuan negara memberantas terorisme yang telah merenggut ribuan nyawa dan menyebabkan jutaan orang mengungsi.
Dengan karismanya yang tenang dan narasi perjuangan anti-imperialis ala Thomas Sankara—ikon revolusioner Burkina Faso—Traoré merangkul dukungan pemuda dan memperluas pengaruhnya ke negara-negara tetangga seperti Mali dan Niger.
Gagasan “United States of Africa” dan Poros Baru Sahel
Sejak menjabat, Traoré tak hanya fokus pada konflik dalam negeri. Ia menggagas pembentukan blok baru bernama Aliansi Negara-Negara Sahel, dengan visi menjadikan kawasan tersebut sebagai poros kekuatan otonom di Afrika. Bersama Mali dan Niger, ia mengusung ide United States of Africa (USAF) , yakni federasi negara-negara Afrika yang lebih mandiri dari intervensi Barat.
Ide ini menarik perhatian luas, terutama di kalangan pemuda Afrika yang mulai lelah dengan narasi demokrasi Barat yang kerap tak menjawab kebutuhan lokal. Sementara itu, dukungan internasional terhadap Traoré kini lebih banyak datang dari Rusia dan Turki, yang menggantikan peran tradisional Prancis di kawasan tersebut.
Ekonomi dari Bawah, Tambang untuk Rakyat
Burkina Faso, negara dengan populasi sekitar 23 juta jiwa, mengandalkan kekayaan alam seperti emas, mangan, dan batu kapur. Di bawah kepemimpinan Traoré, pemerintah mendirikan kilang emas nasional pertama pada 2023 dan memperketat regulasi ekspor tambang rakyat. Tujuannya adalah menjaga pendapatan negara tetap di dalam negeri, sekaligus memutus dominasi perusahaan asing.
Traoré juga mengembangkan pasukan sipil bersenjata (VDP) sebagai bagian dari strategi keamanan dan ekonomi. Dengan lebih dari 100.000 anggota, VDP tidak hanya membantu menjaga keamanan tetapi juga menciptakan lapangan kerja di pedesaan.
Islam dan Kehidupan Sosial
Mayoritas penduduk Burkina Faso menganut Islam Sunni (sekitar 64 persen), diikuti Kristen dan kepercayaan tradisional. Kehidupan beragama cenderung moderat dan toleran. Masjid-masjid tetap menjadi pusat komunitas, meskipun konflik bersenjata di beberapa wilayah mengganggu praktik keagamaan di daerah rawan.
Traoré sendiri dikenal memiliki hubungan hangat dengan ulama setempat, namun tidak mengakomodasi pengaruh asing dalam pendanaan keagamaan. Ia bahkan menolak bantuan dari negara-negara Teluk untuk pembangunan masjid, demi menjaga kemandirian nasional.
Kritik dan Penentangan
Meskipun dielu-elukan di dalam negeri dan oleh beberapa pemimpin muda Afrika, Traoré tidak lepas dari kritik. Organisasi HAM mengecam pembatasan media dan kebebasan sipil di bawah pemerintahannya. Komunitas internasional, terutama negara-negara Barat dan ECOWAS, mendesak agar Burkina Faso segera kembali ke pemerintahan sipil.
Selain itu, kelompok teroris seperti Islamic State di Greater Sahara (ISGS) dan Al-Qaeda terus menjadi ancaman nyata di sebagian besar wilayah utara dan timur negara tersebut.
Apakah Ia Akan Hadir di Indonesia?
Dengan meningkatnya pengaruh Traoré di dunia Islam Afrika, muncul pertanyaan: mungkinkah ia menghadiri Tabligh Akbar "Indonesia Berdo’a" yang dijadwalkan berlangsung di Bengkulu pada 28–30 November 2025?
Sejauh ini, belum ada konfirmasi resmi dari otoritas Burkina Faso. Melihat fokusnya pada konsolidasi keamanan dan agenda pembangunan domestik, kemungkinan kehadirannya secara langsung tergolong kecil. Namun demikian, pengaruhnya sebagai tokoh Islam dan pemimpin muda Afrika mulai diperhitungkan di berbagai forum global, termasuk dari kalangan pesantren dan komunitas dakwah Asia Tenggara. Semoga menginspirasi para pemuda Indonesia.
Penulis: Saeed Kamyabi
Teluk Segara, 8 Juni 2025