Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Warga Margo Mulyo Masih Harapkan Prona

[caption id="attachment_20342" align="alignleft" width="300"]JAKARTA, 13/8 -  SERTIFIKAT TANAH. Beberapa warga memperlihatkan sertifikatnya seusai antri di Badan Pertanahan Nasional ( BPN), di  Jakarta, Kamis ( 3/8). BPN mengeluarkan sertifikat tanah bagi para pelaku Usaha Kecil Menengah ( UKM), dan warga lainnya melalui program Proyek Nasional ( Prona) .  FOTO ANTARA/Ujang Zaelani/pd/09 Ilustrasi/Beberapa warga memperlihatkan sertifikatnya seusai antri di Badan Pertanahan Nasional ( BPN).[/caption]

BENGKULU TENGAH, PB - Warga Desa Margo Mulyo, Kecamatan Pondok Kubang, Benteng masih mengharapkan adanya Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) yang sempat terhenti 2 tahun lantaran kuota tidak berhasil didapati kepala desa tersebut.

Baca juga: Warga Rejang Demo, Tolak Perluasan Hutan Lindung

Menurut warga, adanya Prona cukup membantu sertifikasi hak kepemilikan tanah warga sehingga terbebas dari gugatan pihak manapun. "Mereka malah minta kapan ada lagi prona. Kami masih mau," ujar Goro Mukiono, Sekdes Margo Mulyo yang mengakui Prona desanya terhenti sejak tahun 2015.

Goro mengungkapkan awalnya masyarakat di desanya acuh dan tidak percaya dengan adanya program prona. Menurut warga kala itu, hal tersebut tidak mungkin. Namun setelah terlaksana, dan warga pun menerima bukti sertifikat hak milik sejak itu mereka mulai percaya dan meminta lagi diadakan program tersebut.

"Tantangannya di sana (meyakinkan masyarakat-red), namun setelah kami sertifikatnya jadi mereka jadi percaya. Dan bertanya kapan ada lagi (prona)," ulang Goro, yang merupakan mantan presidium pemekaran desa tersebut 3 tahun lalu.

Goro menjelaskan prona yang 'dibagikan' kala itu sebanyak 90 persil, yakni untuk ladang dan sawah. Masih tersisa 10 persil yang belum diambil warga namun dikembalikan ke BPN. Tahun 2015 dan 2016 jelas dia, desa Margo Mulyo tidak dikuotakan lantaran jumlah usulan terlampau sedikit sehingga tidak memenuhi kuota usulan BPN. "Petugasnya gak mau ngukur kalau jumlah tanggung, 8 atau 9 persil. Jadi 2 tahun ini kami tidak tembus kuota," kata Goro.

Dijelaskannya, Desa Margo Mulyo sendiri merupakan wilayah administratif transmigrasi tahun 1983. Penduduknya berasal dari pulau Jawa. Sebelum membentuk desa tersendiri, Margo Mulyo bagian desa Harapan Makmur. Saat ini KK (kepala keluarga) di desa Margo Mulyo mencapai 350-an, dengan pendapatan DD tahun 2016 sebesar Rp 601 juta.

"Dalam Musrenbang kemarin kami mengajukan usulan pembangunan balai pertemuan, pengaspalan jalan lingkungan, gedung posyandu, rehab plat dekker, dan masih ada lagi. Semuanya dari dana desa," tambah Goro.

Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, warga di desa ini selain berkebun dan bersawah, kelompok laki-laki banyak berprofesi sebagai buruh harian daerah perkotaan. "Kalau pekerja bangunan maupun tukang kota Bengkulu, stoknya berasal dari sini," demikian Goro. (Dedy Irawan)