Baru-baru ini, BMKG mengeluarkan peringatan mengenai potensi cuaca ekstrem sepanjang Desember 2025. Ini harus menjadi perhatian serius bagi masyarakat Bengkulu. Hujan lebat, angin kencang, sambaran petir, puting beliung, hingga kemungkinan hujan es berpotensi terjadi dan menimbulkan bencana. Namun kesiapsiagaan tidak cukup hanya dengan persiapan fisik dan teknis; mitigasi moral dan sosial melalui dakwah juga tak kalah penting.
Dalam perspektif keagamaan, berbagai riwayat Nabi menegaskan bahwa bencana tidak semata-mata persoalan alam, tetapi juga dapat menjadi peringatan atas melemahnya tanggung jawab sosial. Ketika masyarakat membiarkan kemungkaran merajalela, membiarkan kezaliman berlangsung, dan abai terhadap kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, maka adzab bisa menimpa secara merata, bahkan kepada mereka yang secara pribadi tidak terlibat dalam kemaksiatan. Peringatan ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk menegaskan bahwa kelalaian sosial dapat memperlemah perlindungan kolektif suatu masyarakat.
Bengkulu, yang selama ini dikenal sebagai wilayah rawan bencana hidrometeorologi, memerlukan pendekatan mitigasi yang lebih menyeluruh. Dakwah harus berfungsi bukan hanya sebagai penyampai pesan keagamaan, tetapi juga sebagai penggerak kesadaran publik. Melalui usaha memakmurkan masjid, majelis taklim, dan kegiatan keagamaan lainnya, para ulama dan dai dapat menguatkan pesan kesiapsiagaan: menjaga lingkungan, memperbaiki drainase, menghindari penebangan liar, serta meningkatkan kepedulian terhadap sesama.
Dakwah yang konstruktif dapat memperkuat solidaritas sosial sebagai modal penting dalam menghadapi bencana. Ketika masyarakat saling mengingatkan dan saling membantu, dampak cuaca ekstrem dapat diminimalkan. Sinergi antara pemuka agama, pemerintah, dan lembaga sosial juga penting untuk memastikan pesan mitigasi bencana tersampaikan secara luas dan dipraktikkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Cuaca ekstrem tidak bisa ditolak, tetapi dampaknya dapat dikendalikan. Karena itu, upaya mitigasi fisik harus berjalan seiring dengan mitigasi moral. Bengkulu membutuhkan masyarakat yang tidak hanya waspada secara teknis, tetapi juga peduli, berdisiplin, dan memiliki kesadaran spiritual yang kuat. Dakwah yang membumi dan relevan adalah salah satu kunci memperkuat ketahanan tersebut.
Bencana sering kali datang tanpa diduga. Maka, kesiapsiagaan harus menjadi sikap bersama. Dengan memperkuat dakwah sebagai bagian dari mitigasi bencana, Bengkulu dapat membangun perlindungan yang lebih kokoh, tidak hanya di bumi, tetapi juga di hati-hati rakyatnya.
