Tragedi yang menimpa Adelia Meysa, warga Seluma yang meninggal di Jepang dan diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kembali menyentakkan kita pada kenyataan pahit bahwa masih banyak anak bangsa yang terpaksa mencari penghidupan di negeri orang. Langkah cepat Gubernur Bengkulu Helmi Hasan yang membentuk tim investigasi lintas instansi patut diapresiasi. Namun, lebih dari sekadar respons kasus per kasus, peristiwa ini menuntut evaluasi jauh lebih mendasar: mengapa begitu banyak warga Indonesia harus pergi ke luar negeri demi bertahan hidup?
Keputusan Gubernur untuk mengaktifkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO serta mengerahkan jajaran strategis—mulai dari Sekretaris Daerah, Polda Bengkulu, Imigrasi, hingga Dinas Sosial dan Kesehatan—menunjukkan keseriusan pemerintah daerah. Tetapi investigasi ini, betapapun pentingnya, tidak akan pernah cukup apabila akar persoalan tidak diobati. Kemiskinan, ketimpangan, dan keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri adalah sumber utama yang mendorong warga Indonesia mengambil risiko berbahaya di luar negeri.
Oleh karena itu, kasus Adelia seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Negara tidak boleh hanya menjadi pemadam kebakaran setelah tragedi terjadi; negara harus hadir sejak awal dengan menciptakan kondisi ekonomi yang layak, aman, dan bermartabat bagi seluruh warganya.
Indonesia adalah negeri kaya sumber daya dan memiliki tenaga muda yang melimpah. Tidak sepatutnya mereka justru menjadi buruh yang rentan dieksploitasi di negara lain. Kita harus bercita-cita lebih tinggi: anak bangsa bekerja dan berkarya di negeri sendiri, bukan berbondong-bondong pergi karena terpaksa.
Bahkan lebih jauh, jika Indonesia mengirim wakil ke luar negeri, seharusnya bukan karena keterpaksaan ekonomi, melainkan sebagai bentuk kontribusi mulia. Kita justru ingin melihat para pendakwah, para duta kebaikan, berangkat dengan harta dan dirinya membawa misi pencerahan—mengajak masyarakat manapun, termasuk di Jepang, untuk mengenal Allah subhanahu wa ta'ala, mengenal kebajikan, dan membangun kehidupan yang lebih beradab.
Pesan ini bukan berarti menutup peluang kerja sama internasional atau mobilitas tenaga kerja profesional. Namun, negara harus memastikan bahwa warganya bekerja di luar negeri bukan karena tidak punya pilihan, melainkan karena kompetensi, perlindungan, dan tujuan yang jelas. Saat tekanan ekonomi membuat rakyat rentan diperjualbelikan, di sanalah negara telah lalai.
Kasus Adelia Meysa adalah luka yang tidak boleh terulang. Ia harus menjadi pelajaran besar bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh berhenti pada angka-angka makro. Ia harus menyentuh dapur-dapur rakyat, lapangan kerja, jaminan sosial, serta perlindungan menyeluruh bagi mereka yang ingin mencari nafkah secara bermartabat.
Investigasi tim bentukan Gubernur Bengkulu harus memastikan keadilan bagi keluarga Adelia. Namun yang lebih penting, pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa tidak ada lagi anak bangsa yang meninggalkan negeri demi kebutuhan paling dasar: bertahan hidup.
