PedomanBengkulu.com, Seluma - Saat ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Seluma resmi mengajukan upaya banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tais dalam perkara tindak pidana Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Kasus yang melibatkan oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Jon Siswardi alias Andre. Terhadap Kepala Puskesmas Penago 2, Kabupaten Seluma.
Banding diajukan beberapa hari setelah pembacaan putusan, Surat pengajuan banding dilayangkan oleh JPU Kejaksaan Negeri Seluma ke Pengadilan Tinggi Bengkulu pada Rabu, 5 November 2025.
Dikatakan Kepala Kejaksaan Negeri Seluma, Dr Eka Nugraha, SH MH melalui Eko Darmansyah, SH selaku JPU menjelaskan, upaya hukum banding dilakukan karena vonis yang dijatuhkan hakim dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan.
Majelis hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun 2 bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 2 tahun 6 bulan penjara. Selain itu, hakim tidak mengabulkan permohonan jaksa untuk merampas mobil terdakwa sebagai barang bukti bagi negara.
"Pertimbangan kami mengajukan banding karena pidana badan yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan, sementara terdakwa merupakan residivis yang sudah tiga kali melakukan tindak pidana. Kami juga keberatan karena kendaraan yang digunakan dalam aksi pemerasan tidak dijadikan barang rampasan negara, padahal mobil itu digunakan untuk melakukan kejahatan dan sumber kepemilikannya tidak jelas," terang Eko.
Ketua Majelis Hakim Raden Ayu Rizkiyati, SH yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PN Tais. Dengan didampingi hakim anggota Dyah Ayuworo Sukenti, SH dan Rohmat, SH, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 369 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, hakim mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan, sehingga menjatuhkan hukuman lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Untuk di ketahui, kasus pemerasan ini bermula ketika terdakwa Jon Siswardi alias Andre, yang mengaku sebagai anggota sebuah LSM, mendatangi Kepala Puskesmas Penago II dan mengancam akan melaporkannya atas dugaan penyimpangan kegiatan. Terdakwa menuntut uang sebesar Rp 25 juta agar laporan tersebut tidak diteruskan. Setelah terjadi negosiasi, permintaan itu disepakati menjadi Rp 10 juta.
Jaksa berharap, majelis hakim di tingkat banding dapat mempertimbangkan kembali putusan Pengadilan Negeri Tais agar memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan, terutama yang melibatkan oknum yang mengatasnamakan lembaga masyarakat.
"Upaya hukum ini kami tempuh bukan hanya demi keadilan, tetapi juga untuk menegaskan bahwa tindakan pemerasan atas nama LSM tidak boleh ditoleransi," pungkasnya.
Penulis: Rahmat
