Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Senator Leni John Latief Dorong Keadilan Pesisir bagi Masyarakat Adat dan Nelayan Tradisional

PedomanBengkulu.com, Bengkulu – Sebagai provinsi yang berada di pesisir barat Pulau Sumatra dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, Bengkulu memiliki karakter geografis dan sosial yang sangat erat dengan laut. Kehidupan masyarakatnya tak bisa dilepaskan dari garis pantai, dari nelayan kecil hingga komunitas adat yang secara turun-temurun menggantungkan hidup pada sumber daya pesisir.

Karena itu, perhatian terhadap tata kelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bukan hanya urusan teknis tata ruang, melainkan persoalan kedaulatan, keadilan, dan keberlanjutan hidup masyarakat pesisir.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Hj Leni Haryati John Latief, mengatakan, saat ini ia tengah melakukan inventarisasi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 untuk menghimpun fakta lapangan mengenai berbagai persoalan yang timbul dalam implementasi undang-undang tersebut, mulai dari persoalan kewilayahan, kedaulatan, tumpang tindih tata ruang, hingga perlindungan hak-hak masyarakat yang hidup dan bekerja di pesisir.

"Langkah pengawasan ini sangat strategis buat Bengkulu. Sebab, dalam praktiknya, pengelolaan wilayah pesisir masih menyisakan ketimpangan dan ketidakpastian hukum. Banyak masyarakat hukum adat dan nelayan tradisional belum mendapatkan perlindungan yang semestinya atas ruang hidup dan sumber penghidupan mereka," kata Hj Leni Haryati John Latief, Senin (6/10/2025).

Lulusan Magister Administrasi Publik Universitas Bengkulu ini menjelaskan, di Bumi Merah Putih, masyarakat adat yang hidup di sekitar wilayah pesisir serta nelayan tradisional menghadapi ancaman yang nyata seperti abrasi pantai yang meningkat, pencemaran laut, alih fungsi kawasan menjadi tambak atau proyek industri, serta keterbatasan akses terhadap infrastruktur dan permodalan.

"DPD RI melalui Komite I berkomitmen untuk menggali secara mendalam berbagai fakta di lapangan, termasuk memastikan bahwa kebijakan pusat dan daerah benar-benar selaras dan berpihak kepada masyarakat. Sinkronisasi regulasi menjadi kunci, sebab tumpang tindih antara kebijakan kelautan, perizinan usaha, tata ruang, dan kewenangan daerah kerap menimbulkan kebingungan dalam implementasi UU WP3K (Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)," ujar Hj Leni Haryati John Latief. 

Mantan Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Bengkulu ini menekankan, dalam proses evaluasi dan penyusunan rekomendasi kebijakan, hak masyarakat hukum adat, nelayan tradisional, dan kelompok rentan dijadikan prioritas utama.

"Kegiatan pengawasan ini diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan yang konkret, memperkuat tata kelola wilayah pesisir, memperjelas mekanisme perizinan yang berpihak pada masyarakat lokal, serta memperteguh hubungan koordinatif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melaksanakan UU WP3K. Mari kita pastikan bahwa laut dan pesisir Indonesia, termasuk di Bengkulu, menjadi sumber kesejahteraan bersama, bukan sumber konflik dan ketimpangan baru," tutur Hj Leni Haryati John Latief.

Pembina Bundo Kanduang Provinsi Bengkulu ini menambahkan, laut adalah masa depan dan rumah yang nyaman bagi yang telah menjaganya sejak lama.

"Pengelolaan wilayah pesisir yang berkeadilan dan berkelanjutan harus dimulai dengan mendengar suara masyarakat adat, nelayan kecil, dan kelompok rentan. Kepedulian terhadap mereka menjadi wujud nyata kehadiran negara yang senantiasa berpihak kepada rakyatnya," demikian Hj Leni Haryati John Latief. [**]