PedomanBengkulu.com - Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kembali menetapkan tersangka kasus Pembebasan Lahan Tol Bengkulu-Taba Penanjung Tahun 2019 - 2020, pada Selasa malam 28 Oktober 2025.
Kali ini, seorang pengacara yakni Hartanto yang ditetapkan sebagai tersangka.
Informasi diterima, sebelum ditetapkan tersangka, Hartanto sempat menjalani pemeriksaan di Gedung Pidsus Kejati Bengkulu sejak sekitar pukul 09.00 WIB.
Plh Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Denny Agustian, SH.MH membenarkan terkait penetapan tersangka. Penetapan tersangkan berdasarkan kesimpulan hasil penyidikan dan dua alat bukti yang cukup terkait adanya dugaan keterlibatan tersangka dalam perkara.
"Tersangka langsung kita tahan selama 20 hari kedepan guna kepentingan penyidikan. Dan berdasarkan pasal 21 ayat (I) dan (4) KUHAP," kata Denny didampingi Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo Dwiharjo, SH.MH.
Sementara, Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo Dwiharjo, SH.MH mengungkapkan bahwa tersangka ini ada menerima aliran dana dari pembebasan Jalan Tol.
"Tersangka ini merupakan pendamping dari warga yang lahannya terdampak pembangunan dan diduga terjadi ketidakbenaran dalam pembebasan laham yang melibatkan tersangka," jelas Danang.
Diketahui, Kejati sebelumnya telah menetapkan 2 orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Hazairin Marsie dan Ahadiya Seftiana yang merupakan pejabat Badan Pertanahan Kabupaten Bengkulu Tengah.
Tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau.
Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, proses penyidikan kasus Jalan Tol ini menggunakan metode scientific evidence atau pembuktian ilmiah. Pada saat menggunakan metode tersebut penyidik menemukan fakta baru dugaan perbuatan melawan hukum yakni manipulasi pada jenis tanam tumbuh.
Sehingga, manipulasi itu mempengaruhi besaran nilai ganti rugi tanam tumbuh di atas lahan. Penyidikan menggunakan metode scientific evidence atau pembuktian ilmiah itu guna melengkapi alat bukti, sebelum pengambilan kesimpulan penetapan tersangka.
Selain itu, pembebasan lahan Tol Bengkulu-Taba Penanjung diketahui sumber dananya dari APBN sebesar Rp 200 miliar. Pada pembebasan lahan itu penyidik menemukan perbuatan melawan hukum antara lain, ada beberapa item yang seharusnya tidak masuk dalam komponen biaya pemerintah seperti BPHTB dan biaya notaris faktanya dibayarkan, kemudian dugaan mark up ganti rugi tanam tumbuh. (Tok)
