Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

TOPENG BESI

Oleh: Ronald Reagen


"Sekali rakyat Tertipu, Sangat sulit menyadarkan mereka kembali" 

-Voltaire- 

----------------------------

Pada akhir abad ke-17, Eropa digemparkan oleh kisah aneh tentang seorang tawanan misterius yang dipenjara di Bastille dengan pengawalan ketat tentara kerajaan. Ia dikenal sebagai Sang Lelaki Bertopeng Besi. Seluruh hidupnya dilalui dalam belenggu dan tanpa nama, wajahnya disembunyikan dari publik dengan topeng besi atau beludru, tergantung catatan siapa yang kita percaya, ( Lihat novel karya Alexander Dumas, yang mengisahkan pria di belakang topeng besi) 

Lalu Siapa dia? Teori tentang keberadaan pria di belakang topeng besi itu bermunculan apakah dia seorang saudara kembar Louis XIV yang sah namun berbahaya bagi legitimasi tahta? Atau seorang bangsawan tinggi yang tahu rahasia besar? Atau seorang sekretaris yang dianggap terlalu tahu urusan gelap istana. Atau dia bukan sekadar aktor kriminal, melainkan ancaman politik yang harus dihilangkan identitasnya demi menyelamatkan kekuasaan dinasti Bourbon? Walaupun di belakang hari, 350 Tahuan setelah peristiwa ini terjadi, Paul Sonnino dosen dari Universitas California menyebutkan bahwa sosok di belakang topeng besi tersebut bernama Eustache Daugher, Seorang pembantu pribadi, tapi belum diketahui atau setidaknya belum diungkapan untuk siapa dia bekerja?  - Lihat ;  kompas.com/read/2016/05/09/13511601/misteri.man.in.the.iron.mask.terungkap.setelah.350.tahun.berlalu

............

Adalah  Voltaire, filsuf dan satiris terbesar Prancis abad ke-18, menjadikan cerita pria di belakang topeng besi ini sebagai bentuk dari simbol wajah asli dinasti Bourbon. Dinasti yang  mempertahankan dirinya lewat lewat manipulasi, penipuan, dan represi. Voltaire dengan tajam menulis bahwa kerajaan seringkali memelihara topeng, bukan hanya menutupi wajah seorang tawanan, tapi juga menutupi wajah kebenaran. Kritik ini bukan sekadar tentang seorang tahanan anonim, melainkan tentang struktur absolutisme itu sendiri, yang tak segan mengorbankan individu demi menjaga stabilitas semu. Lihat; Voltaire,  "The Age Of Luis XIV, terjemahan William Flemming, Project Gutenberg.

Dan saat kita kembali ke era kita, apakah kita menemukan pola yang sama? Saya berpendapat; Kekuasaan modern, meskipun berdasarkan argumen demokratis dan  transparansi, tetap bekerja dan terjebak dengan logika topeng. Ada wajah publik yang dipoles media, ada intrik di balik layar yang hanya diketahui lingkaran sempit, dan ada korban-korban yang ditutup suaranya. 

Intrik antara presiden yang ingin menghancurkan penggantinya dari dalam, penempatan orang-orang tak kompeten di posisi kunci demi menghasilkan kegagalan yang bisa diledakkan lewat media, hingga manuver buzzer yang bekerja sebagai bayang-bayang propaganda, semua itu adalah topeng-topeng baru. Tentu forma penjara Bastille tidak di isi lagi dengan materia topeng besi, melainkan  framing berita, dan jaringan opini yang konsisten menyajikan layer-layer produksi kebenaran (baca: Manipulasi dan mengarahkan opini).

 Atau kita boleh curiga bahwa kehadiran Gibran mendampingi Prabowo adalah Game-nya Topeng Besi. Siapa yang menyematkan topeng ini? Apakah Jokowi? Apakah Opung Luhut? Atau Pratikno? Walaupun di belakang topeng rezim Jokowi yang lalu ada Wajah Opung Luhut yang bertugas atau setidaknya terlihat seperti Master Mindnya kekuasaan, yang menawan banyak pria (Termasuk Jokowi) di belakang topeng besinya. 😁

Ini adalah sebuah ironi kekuasaan. Penguasa yang ingin memastikan bahwa siapapun penerusnya akan tumbang lebih cepat dari dirinya. Sama seperti Bourbon yang menutup rapat skandal dengan wajah besi, kekuasaan kontemporer menutup rapat kegagalannya dengan banyak wajah, pun dunia digital adalah ekosistem yang menggerakkannya. Kita yang hidup di luar lingkaran inti hanya bisa membaca retakan kecil, berusaha mengintip diantara layer-layer produksi kebenaran itu. Tiba-tiba kita membaca ada direktur BUMN yang sengaja dikorbankan, atau ada keputusan blunder yangb kita  kira milik presiden, padahal hasil manipulasi pembisik, atau kedua-duanya adalah fakta? 

Semua berjalan di atas panggung yang tampak penuh kompromi dan sangat akomodatif. Tapi kita boleh curiga bahwa ini semuanya  digerakkan oleh kalkulasi dingin, siapa yang akan jadi martir politik, siapa yang akan jadi korban simbolis, siapa yang akan jadi “topeng besi” berikutnya? 

Voltaire melalui karya dan ceramahnya di mimbar Perancis menertawakan Bourbon karena mempertahankan kekuasaan dengan ilusi, dengan sosok pria di belakang topeng besi. Haari ini kita boleh ikut mengambil semangat Voltaire untuk ikut tertawa. Bahwa  demokrasi tidak lain hanya proses modifikasi pola lama, ia menggantinya dengan wajah baru. 

Kita sadar bahwa saat kita bicara Politik artinya  seni menciptakan dan merawat topeng. Baik itu topeng stabilitas, topeng moralitas, maupun topeng pembangunan. Walaupun bisa saja di balik topeng ada wajah rapuh, cemas, dan penuh intrik. Tapi kita sebagai rakyat tidak boleh melihatnya. Kita hanya membaca gejala, misalnya; kenapa saat ini Rupiah lebih susah didapatkan dari tahun-tahun sebelumnya?  😁. 

Ini semua tidak lebih dan tidak kurang Sama seperti si tawanan misterius " Pria Bertopeng Besi" di abad ke-17, kita tidak pernah tahu wajah asli kekuasaan, tapi inilah yang memancing penasaran, kita terpacu untuk mengintip siapa di belakang topeng?. 

Saya pikir keyakinan kita hampir sama,  nyatanya kekuasaan selalu memproduksi kebenaran,  tentu kebenaran dalam wajah - Versi-  kekuasaan. Persoalan apakah kita mengetahui kebenaran yang di produksi oleh kekuasaan sebagai topeng besi atau itu lah fakta sebenarnya?. Saya pikir tinggal bicara kemana tensi kita berpihak dan seberapa tinggi kandungan nutrisi di dalam tempurung kepala kita .

Tapi Voltaire berkata benar, bahwa penjara dan sensor adalah wajah sejati monarki. Kita tinggal menghitung ketepatan wajah demokrasi, apakah penjara dan sensor masih dibutuhkan oleh kekuasaan hari ini? Tapi dalam format kekuasaan apapun, mau monarki, mau model demokrasi, tanpa Topeng Besi, kekuasaan akan segera berganti.

Saat Topeng Besi retak, maka kisah yang mengantarkan Louis XVI dan "kekasih boros"nya Marie Antoinette ke goulotine di Place de la Revolutipn 1793, akan segera berulang.Kita mungkin akan gembira, tapi bukan untuk merayakan makna kebenaran yang terungkap, tapi demi merayakan pergantian elit satu ke elit berikutnya.

Wallahualam 

( Essay ini sebagian besar berpegang pada karya Alexander Dumas, Voltaire, Andrew Lang, dsb. Untuk mengakses karya langsung silahkan mengakses Project Gutenberg, atau Internet Archive). 

Bandung, Beku18°

Penulis adalah Founder DCBInd.corp, menaungi Brand, dcendolin Boba Indonesia, Teheula, Cho fruit dan Bipatriot.com