PedomanBengkulu.com, Kemerdekaan Indonesia tidak hanya berarti lepas dari penjajahan asing, tetapi juga berdaulat dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Semangat ini kemudian diwujudkan dalam sistem otonomi daerah, di mana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menyusun dan mengatur pemerintahan sesuai karakteristik dan kebutuhan lokal.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Hj Leni Haryati John Latief menilai, wacana penarikan kewenangan kepala daerah dalam penunjukan pejabat struktural Eselon II atau pejabat pimpinan tinggi pratama ke tangan pemerintah pusat menimbulkan keprihatinan.
Hal ini terungkap melalui pengawasan yang ia lakukan terhadap pengelolaan aparatur sipil negara (ASN) pasca-berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN di sejumlah daerah di Provinsi Bengkulu, baru-baru ini.
"Intervensi berlebihan dari pusat justru berpotensi mengerdilkan semangat otonomi yang telah menjadi salah satu buah dari kemerdekaan itu sendiri. Kepala daerah adalah mandat langsung dari rakyat," kata Hj Leni Haryati John Latief, Rabu (13/8/2025).
Lulusan Magister Administrasi Publik Universitas Bengkulu ini menjelaskan, kepala daerah, sebagai pemegang mandat langsung dari rakyat melalui pemilihan umum, idealnya diberi ruang untuk menyusun formasi birokrasi sesuai kebutuhan dan karakteristik lokal.
"Kalau kewenangan memilih pejabat pratama ditarik ke pusat, ruang gerak kepala daerah menjadi sempit, bahkan dalam menentukan sosok yang paling sesuai untuk mendukung program-program strategis daerah," ujar Hj Leni Haryati John Latief.
Mantan Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Provinsi Bengkulu ini menekankan, sentralisasi kewenangan juga berpotensi mengurangi akuntabilitas langsung kepada masyarakat lokal.
"Sebab pejabat yang ditunjuk tidak lagi merasa bertanggung jawab pada kepala daerah dan rakyatnya, melainkan hanya kepada pusat. Ini adalah kondisi yang tidak sehat bagi demokrasi dan pemerintahan berbasis hasil," ungkap Hj Leni Haryati John Latief.
Pembina Bundo Kanduang Provinsi Bengkulu ini menambahkan, Kementerian PANRB dan Komisi Aparatur Sipil Negara harus membuka ruang dialog dengan kepala daerah dan lembaga perwakilan daerah, termasuk DPD RI, agar sistem yang dibangun tidak hanya menjunjung meritokrasi, tetapi juga memperkuat efektivitas otonomi.
"Saya percaya bahwa birokrasi daerah yang kuat hanya bisa lahir dari sinergi antara sistem yang adil dan pemimpin yang diberi ruang untuk mengelola daerahnya," demikian tutup Hj Leni Haryati John Latief.
