PedomanBengkulu.com, Jakarta - Baru-baru ini Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kompleks Parlemen DPR/MPR/DPD RI, Jakarta.
Anggota Komite I DPD RI Hj Leni Haryati John Latief mengatakan, sejak digulirkan melalui UU Nomor 6 Tahun 2014, Dana Desa telah menjadi instrumen penting pembangunan, namun tak bisa ditampik masih banyak persoalan serius yang tengah dihadapi desa-desa dalam pengelolaannya.
"Praktik di lapangan menunjukkan bahwa regulasi turunan yang terlalu sering berubah justru membebani perangkat desa dan menimbulkan kebingungan dalam implementasi," kata Hj Leni Haryati John Latief.
"Kerap kali aturan penggunaan Dana Desa mengalami revisi atau pergeseran prioritas dari pusat, sehingga pemerintah desa harus menyesuaikan berulang-ulang. Hal ini menguras energi, menimbulkan kesalahan administratif, bahkan menyeret banyak kepala desa ke ranah hukum," lanjut Hj Leni Haryati John Latief.
Lulusan Magister Administrasi Publik Universitas Bengkulu ini menjelaskan, saat melakukan kunjungan ke daerah ia menemukan ada desa yang tidak memiliki calon kepala desa karena trauma atas kasus hukum yang menjerat para pemimpin sebelumnya.
"Kondisi ini jelas mengkhawatirkan karena desa adalah pondasi pembangunan bangsa," tegas Hj Leni Haryati John Latief.
Ketua Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid Dewan Masjid Indonesia (BKMM-DMI) Provinsi Bengkulu ini menekankan, saat ini masih banyak kepala desa dan aparat yang belum mendapat pelatihan memadai dalam hal manajemen keuangan, administrasi pemerintahan, maupun penguasaan teknologi.
"Padahal, mereka dituntut mengelola dana miliaran rupiah dengan standar akuntabilitas tinggi. Ke depan harapan saya, perlu desain kebijakan Dana Desa yang lebih stabil, tidak mudah berubah-ubah, disertai program peningkatan kapasitas aparatur desa yang berkesinambungan," ungkap Hj Leni Haryati John Latief.
Pembina Bundo Kanduang Provinsi Bengkulu ini menambahkan, patut disayangkan, akibat penyalahgunaan Dana Desa pada tahun sebelumnya, sebuah desa di Kabupaten Lebong kehilangan alokasi Dana Desa 2025.
"Sanksi ini memang bertujuan memberi efek jera, namun pada akhirnya yang paling dirugikan adalah masyarakat desa itu sendiri. Pembangunan terhenti, fasilitas publik terbengkalai, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa semakin tergerus," tukas Hj Leni Haryati John Latief.
"Saya menilai, kebijakan seperti ini harus dievaluasi. Negara tidak boleh sekadar menghukum tanpa memberikan solusi. Desa yang tersandung masalah justru perlu dibina lebih intensif, diberi penguatan kapasitas, dan didampingi secara berkelanjutan agar kesalahan yang sama tidak terulang," demikian tutup Hj Leni Haryati John Latief. [**]
