Gelombang aksi massa yang berujung huru-hara di depan Gedung DPR hingga ke seluruh daerah di Tanah Air akhir-akhir ini kembali menyadarkan kita: akar persoalan bangsa bukan hanya soal ekonomi, bukan semata regulasi, tetapi rapuhnya moral dan hilangnya kendali nurani elit politik. Ketika para pemimpin lebih sibuk mempertarungkan kepentingannya sendiri, rakyat di jalananlah yang menanggung akibatnya.
Presiden Prabowo Subianto tentu ingin negeri ini kembali kondusif. Namun, kondisi stabil tidak akan lahir hanya dari operasi keamanan. Sejarah mengajarkan, kekuatan sejati suatu bangsa tidak terletak pada senjata, melainkan pada moral dan keimanan warganya.
Presiden tidak cukup mengandalkan strategi militer atau intelijen untuk meredam keresahan rakyat. Pertolongan Allah tidak akan datang bila elit bangsa ini lalai. Bahkan ketika amar ma’ruf nahi munkar ditinggalkan, azab bisa menimpa, sebagaimana peringatan Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Anfal ayat 25.
Di sinilah dakwah menjadi penting. Dakwah adalah seruan kepada kebaikan, peneguh persatuan, dan pengingat agar pemimpin maupun rakyat harus berjalan pada koridor kebenaran. Dakwah yang hidup akan menghidupkan kesadaran kolektif, memadamkan api kebencian, serta menjadi benteng dari provokasi.
Maka jalan keluar yang paling strategis adalah Presiden segera mengajak kabinetnya bangkit dalam dakwah, khuruj di jalan Allah. Kabinet harus menjadi teladan: membumikan amar ma’ruf nahi munkar dalam kebijakan, menyalakan semangat persaudaraan dalam tindakan, dan menanamkan keikhlasan dalam pelayanan.
Bangsa ini butuh pemimpin yang bukan hanya tegas dalam mengambil keputusan, tetapi juga teguh dalam menegakkan nilai-nilai Ilahi. Dengan dakwah yang terorganisir dari lingkaran kekuasaan hingga ke akar rumput, insyãAllah Indonesia akan kembali teduh, terjaga dari malapetaka, dan senantiasa mendapat pertolongan Allah. Wallahu a'lam bishawab
