PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2025, persentase penduduk miskin di Bengkulu mencapai 12,08 persen, atau sekitar 252,97 ribu orang. Berdasarkan data ini, Bengkulu masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi kedua di Pulau Sumatera, setelah Aceh.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Hj Leni Haryati John Latief mengatakan, kemiskinan di Bengkulu merupakan persoalan lama yang tak bisa diubah dengan sekejap dan dibutuhkan kekompakan dari seluruh stakeholder untuk mengatasinya.
"Masalah-masalah tersebut perlu kita urai bersama, pusat dan daerah. Mudah-mudahan kepemimpinan hasil pemilu 2024 baik legislatif maupun eksekutif yang baru saja memulai pekerjaannya masing-masing bisa membawa perubahan besar dalam lima tahun mendatang," kata Hj Leni Haryati John Latief, Senin (28/7/2025).
Alumni Magister Administrasi Publik Universitas Bengkulu ini menjelaskan, kemiskinan di Bumi Merah Putih bukan sekadar persoalan kurangnya pendapatan, melainkan akumulasi dari berbagai persoalan struktural seperti keterbatasan infrastruktur, rendahnya akses pendidikan dan kesehatan di daerah pedesaan, minimnya nilai tambah dari sektor pertanian, hingga belum optimalnya penyaluran program-program pemerintah.
"Karena sebagian besar penduduk miskin berada di wilayah pedesaan, maka kuncinya ada pada penguatan infrastruktur ekonomi desa. Perbaiki akses jalan produksi, irigasi pertanian, pusat distribusi hasil tani. Ini semua sedang diusahakan oleh pemerintah daerah," ujar Hj Leni Haryati John Latief.
"Digitalisasi UMKM desa juga perlu dilakukan. Program seperti Dana Desa harus diarahkan agar lebih produktif dan tepat sasaran, bukan hanya untuk proyek fisik, tetapi juga pemberdayaan ekonomi berbasis potensi lokal," lanjut Hj Leni Haryati John Latief.
Ketua Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid Dewan Masjid Indonesia (BKMM-DMI) Provinsi Bengkulu ini menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan pusat dalam memastikan bahwa data penerima bantuan sosial benar-benar akurat dan dinamis.
"Jangan sampai ada warga miskin yang belum terjangkau oleh program seperti PKH, BPNT, maupun Kartu Indonesia Sehat karena masalah validasi data. Digitalisasi data terpadu berbasis desa menjadi kunci agar intervensi bisa lebih presisi," tukas Hj Leni Haryati John Latief.
Pembina Bundo Kanduang Provinsi Bengkulu ini menambahkan, kemiskinan dapat diatasi dengan seksama bilamana semua stakeholder, baik eksekutif maupun legislatif, bekerja dalam satu irama.
"Sudah saatnya kita tidak hanya menghitung angka, tetapi mengubah wajah-wajah cemas di desa-desa menjadi wajah-wajah optimis yang menatap masa depan. Saya yakin kalau semua pihak bisa kompak, insyãAllah 2029 angka kemiskinan di Bengkulu akan sampai pada titik terendah sepanjang sejarah," demikian tutup Hj Leni Haryati John Latief. [**]
