PedomanBengkulu.com, Jakarta - Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian ATR/BPN, Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN di Ruang Rapat Kutai Gedung B DPD RI lantai 3 Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025).
Anggota BAP DPD RI Hj Leni Haryati John Latief mengatakan, ada tiga empat masukan Bengkulu yang ia harapkan dapat ditindaklanjuti oleh tiga Kementerian tersebut.
Pertama, agar Kementerian ATR/BPN menyelesaikan konflik agraria antara masyarakat adat/petani dengan perusahaan terutama yang bergerak di sektor perkebunan, kehutanan, dan tambang. Banyak tanah warga belum bersertifikat, terutama di wilayah perdesaan, pesisir, dan kawasan transmigrasi lama.
"Saat ini, ketimpangan penguasaan tanah dan minimnya partisipasi masyarakat dalam penataan ruang masih jadi permasalahan yang perlu disikapi dengan seksama," kata Hj Leni Haryati John Latief.
Kedua, mantan Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Bengkulu ini melanjutkan, Kementerian ATR/BPN harus segera menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di daerah seperti Mukomuko, Seluma, dan Kaur dengan pendekatan restoratif, bukan represif.
"Kementerian ATR/BPN mesti mengevaluasi ulang izin HGU dan HGB yang tidak produktif atau melanggar hak masyarakat adat. Libatkan masyarakat setempat dalam proses evaluasi ini," ujar Hj Leni Haryati John Latief.
Ketiga, Pembina Bundo Kanduang Provinsi Bengkulu ini menekankan, Kementerian ESDM perlu memantau aktivitas perusahaan yang berpotensi merusak lingkungan agar tidak sampai merusak kualitas air dan menyebabkan banjir serta longsor sebagaimana yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir.
"Lakukan audit lingkungan menyeluruh terhadap aktivitas perusahaan yang jelas-jelas membuat lingkungan rusak," papar Hj Leni Haryati John Latief.
Keempat, alumni Magister Administrasi Publik Universitas Bengkulu ini menambahkan, Kementerian BUMN perlu mendorong pembangunan ekonomi rakyat di Bengkulu berbasis potensi lokal terutama PLN, Pelindo, dan PTPN yang dilaporkan masih belum maksimal berkontribusi terhadap kesejahteraan lokal.
"Saat ini, akses permodalan dan pendampingan yang diperoleh UMKM di Bengkulu masih terbatas," demikian tutup Hj Leni Haryati John Latief.



