Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Riset ICW: BS Peringkat 5 Pengadaan Barang dan Jasa Tercurang se-Indonesia?

BENGKULU SELATAN, PB - Riset yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut bahwa Provinsi Bengkulu merupakan Provinsi dengan potensi kecurangan pengadaan barang dan jasa tertinggi se Indonesia. Selain itu ICW juga menempatkan Kabupaten Bengkulu Selatan (BS) di peringkat kelima untuk kabupaten/kota se Indonesia yang paling berpotensi melakukan kecurangangan dalam pengadaan barang dan jasa. Itu merupakan hasil riset/penelitian yang dilakukan ICW untuk tahun 2016.

Sebagaimana dimuat oleh merdeka.com , Divisi Kampanye ICW, Siti Juliatari Rachman, ada dua Kabupaten di Provinsi Bengkulu yang masuk lima besar dengan potensi kecurangan pengadaan barang/jasa tertinggi. Selain Kabupaten Bengkulu Selatan, ada lagi Kabupaten Rejang di posisi keempat.

"Di tingkat provinsi, ternyata Bengkulu ada posisi pertama dengan 15,4 poin, cukup berisiko (adanya kecurangan)," kata Divisi Kampanye ICW, Siti Juliatari Rachman, di Kantor Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Jalan Epicentrum Tengah, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/5).

Posisi kedua ditempati oleh Provinsi Sumatera Selatan, kemudian disusul oleh Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Lampung. "Peringkat dua Sumatera Selatan nilainya 15,1. Kalimantan Tengah 15,1, Kalimantan Utara 15,0, dan Lampung 14,9 semuanya cukup berisiko," ungkapnya.

Sedangkan untuk Kabupaten yang paling berpotensi melakukan kecurangan ditempati oleh Kabupaten Keerom, Papua dengan rata-rata skor 15,7. Di sana terpadat 56 proyek pengadaan dengan pagu (anggaran yang diberikan) Rp 161,75 miliar.

Peringkat kedua diduduki oleh Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, dengan potensi kecurangan sebesar 15,6. Kemudian disusul oleh Kabupaten Langkat, Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Bengkulu Selatan.

Menurut Siti, potensi kecurangan ini masih terjadi karena banyak kota ataupun kementerian yang belum menggunakan sistem pengadaan elektronik (e-procurement) untuk semua kegiatan pengadaan barang dan jasa. "Penggunaan sistem elektronik mendorong adanya transparansi. Hingga 2016, baru sekitar 38,4 persen pengadaan secara nasional yang menggunakan sistem elektronik," imbuhnya.

Tingginya angka potensi kecurangan tersebut kata Siti bisa menjadi pengingat bagi pemerintah bahwa kabupaten/kota ini berpotensi terjadi korupsi. Siti menyarankan pemerintah untuk kembali memperhatikan beberapa proyek yang tidak terlaksana secara lancar.

"Seperti kasus e-KTP, itu angkanya cukup tinggi dan kami sudah ingatkan pemerintah setempat. Karena itu, kami menyarankan untuk menyusun perencanaan yang lebih presisi. Hal ini terkait dengan banyaknya rencana pengadaan yang kemudian tidak terlaksana, bisa dilihat ada 11.638 pengadaan yang tidak terlaksana pada tahun lalu," ucapnya.

Perlu diketahui, riset yang dilakukan ICW ini dilakukan sejak bulan April hingga Mei 2017 dengan metode potential Fraud Analysis (PFA). Potential Fraud Analysis adalah alat penelitian yang dikembangkan oleh ICW untuk menilai potensi resiko korupsi paket-paket pekerjaan pemerintah yang dilelangkan.

Melalui metode ini, ICW memberikan skor dari 1 hingga 20 terhadap lima variabel di antaranya, nilai kontrak, partisipasi, efisiensi, waktu pelaksanaan, dan monopoli.

Data riset tersebut diambil dari situs opentender.net yang merupakan situs buatan dari ICW dan LKPP. Situs tersebut mempublikasikan lelang tender yang digelar oleh pemerintah. Penelitian ini juga dipetakan secara nasional.

Di penelitian ini tidak menggunakan responden manusia dan hanya menggunakan analisis dari data yang sudah tersedia di situs opentender.net yang dikembangkan sendiri oleh ICW dan juga LKPP. "Enggak kita tidak ada responden. Ini Modelnya skoring jadi menggunakan variabel kemudian melihat anggarannya kemudian kita berikan skor," jelas Siti sebagaimana dimuat merdeka.com.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Bengkulu Selatan Dodi Martian terkejut mendengar hasil riset ICW tersebut. Dirinya mempertanyakan akurasi hasil penelitian tersebut.

"Penelitian ini perlu dipertanyakan. Kuncinya atau respondennya ini siapa. Masa Bengkulu Selatan nomor lima terburuk dari 560-an Kabupaten/Kota se Indonesia. Meski demikian, ini juga sebagai pelajaran bagi pemerintah daerah. Ya kalau bisa nomor lima untuk prestasi terbaik. Masa nomor lima terbaik dari belakang," ujar Dodi Martian kepada pedomanbengkulu.com usai mengikuti paripurna di gedung DPRD BS, Selasa (23/5/2017). (Apd)