Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Atasi Krisis Listrik, Senator Gagas RUU tentang Energi Terbarukan

Rapat Pembahasan RUU tentang Energi Terbarukan (2)

JAKARTA, PB - Terus meningkatnya pengembangan ekonomi di Indonesia membuat jumlah kebutuhan konsumsi energi terus meningkat. Di antara negera-negara berkembang, Indonesia adalah salah satu yang menghadapi peningkatan permintaan listrik sebanyak 10 persen setiap tahunnya (terutama di pulau-pulau di luar Jawa) dan karena itu negara ini membutuhkan tambahan kapasitas untuk menghasilkan listrik sekitar 6 Giga Watt per tahun.

"Produksi minyak mentah (lifting) terus jatuh. Pada tahun 2004, lifting minyak masih berkisar 1,4 juta barel perhari. Namun, pada tahun 2012, lifting minyak kita tinggal 890.000 barel per hari. Sementara, hingga tahun 2013, cadangan terbukti minyak Indonesia hanya sekitar 3,4 milyar barel," kata Senator Muda Bengkulu, Riri Damayanti John Latief, S.Psi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan (METI) membahas penyusunan RUU tentang Energi Terbarukan di Gedung DPD RI, Selasa (31/1/2017).

Riri menjelaskan, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang juga sangat besar, seperti energi panas bumi, energi matahari, biomassa, hydropower, energi angin, geothermal, hidrogen, biodiesel, bioetanol, dan lain-lain. Hanya saja, kata dia, pengembangan energi terbarukan ini belum digarap serius oleh pemerintah.

"Dalam menata energi, Indonesia menemui beberapa masalah. Misalnya dalam hal pengelolaan energi yang terlalu didominasi oleh pihak luar. Konsekuensinya, sebagian besar kekayaan energi Indonesia mengalir keluar melalui kantong-kantong perusahaan asing. Disamping itu Indonesia juga kesulitan untuk mencukupi kebutuhan energi nasional. Dampak lainnya dari tata energi seperti itu adalah penerimaan negara menjadi rendah karena hanya mengandalkan ekspor bahan mentah, termasuk sumber-sumber energi seperti gas dan batubara. Pertamina sebagai badan usaha negara, juga tidak lagi memegang monopoli pengelolaan migas, bersaing dengan perusahaan asing untuk mengelola migas di negara sendiri," tegasnya.

Oleh karena itu, pada penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Terbarukan ini, Riri berharap beberapa hal harus dipastikan agar kesalahan terdahulu tidak kembali terulang. Misalnya, kata Riri, RUU tentang Energi Terbarukan ini harus sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945 (pasal 33 UUD 1945) atau memastikan bahwa kontrol/penguasaan negara terhadap pengelolaan kekayaan energi terbarukan ini mengabdi kepada kepentingan nasional dan berkorelasi dengan kemakmuran rakyat.

"RUU tentang Energi Terbarukan ini juga harus dapat memberikan ruang kepada Pertamina untuk memperkuat kapasitas produksinya dan memperhebat pemberantasan korupsi dan praktek broker/insider trading di dalam tubuhnya. RUU tentang Energi Terbarukan itu juga harus bisa memfasilitasi putra-putri Indonesia yang saat ini menjadi ahli-ahli migas di luar negeri, khususnya di Timur Tengah dan Eropa, untuk kembali ke tanah air dan membangun industri energi terbarukan nasional. RUU tentang Energi Terbarukan ini hendaknya juga dapat memastikan pengelolaan kekayaan energi memenuhi kebutuhan nasional dan keuntungannya dapat digunakan untuk menstimulasi pembangunan sektor industri yang lain maupun mendanai program sosial seperti pendidikan, kesehatan, pangan, dan lain-lain," ungkap Riri.

Ia menambahkan, energi terbarukan dalam konteks sekarang menjadi sedemikian penting, khususnya ketika kita kaitkan dengan besaran harapan Indonesia atas kepemilikan energi geothermal atau panas bumi. Indonesia memiliki cadangan-cadangan geothermal terbesar di dunia, karena itu Pemerintah bertujuan meningkatkan peran energi geothermal sebagai penghasil listrik.

"Di Provinsi Bengkulu sendiri potensi panas bumi yang terdapat di sejumlah daerah sampai saat ini belum dimanfatkan secara maksimal untuk menjadi energi listrik. Pertamina sedang menggarap geothermal energy atau energi panas bumi yang ada di tiga kabupaten di Provinsi Bengkulu, yakni Bengkulu Utara, Rejang Lebong, dan Lebong dengan potensi menghasilkan daya listrik sebesar 300 megawatt (MW). RUU tentang Energi Terbarukan hendaknya dapat mendorong penetapan daerah yang berpotensi sebagai daerah percontohan pengembangan energi terbarukan seperti panas bumi di Provinsi Bengkulu dengan komitmen adanya dukungan anggaran yang besar agar proyek ini segera tuntas dan manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh rakyat banyak. Bengkulu memiliki cukup syarat sebagai salah satu daerah lumbung energi listrik di Indonesia," demikian Riri. [AM]