Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Koreksi Rupiah

Booming komiditas ekspor sukurs-rupiah-turundah selesai. Tidak ada sumber devisa lagi. Sekarang ini pemerintah tinggal gigit jari.

Kerja keras pemerintah tampak tidak membuahkan hasil. Nilai tukar rupiah terus jatuh (overshot). Dan pagi tadi rupiah terjun ke level terendah: Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS).

Ini terjadi setelah China melakukan pemangkasan (devaluasi) mata uangnya yang menyebabkan pelambatan ekonomi. Devaluasi mata uang China ini membuat dollar makin perkasa.

Rupiah bakal semakin terpukul jika Bank central AS, The Fed menaikkan suku bunga yang menyebabkan dollar pulang kampung. Situasi ini akan terjadi dalam jangka panjang.

Langkah penyelamatan pasar saham sudah diambil. Sayangnya, usaha Bank Indonesia (BI) untuk menjaga likuiditas rupiah di pasar modal percuma saja. BI hanya menabur garam ketengah lautan.

Dana 10 triliun rupiah yang digelontorkan buat pemulihan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melalui pembelian kembali saham BUMN sia-sia saja. Langkah ini tak dapat menutupi aksi jual saham yang mencapai 2,9 trilyun rupiah perharinya.

BI juga hanya menguntungkan pihak asing karena 40 persen pembelian obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Berharga Indonesia (SBI) dikuasai mereka. Penguasaan kepemilikan asing atas SBN sudah melampaui batas aman 30 persen.

Pelaku usaha di pasar saham sekarang ini sudah panik. Bahkan perusahaan investasi global, JP Morgan menyarankan investor untuk kabur dari Indonesia. Dana asing yang keluar sudah mencapai 2 miliar dollar AS.

Ini bukti jika pelaku usaha tidak percaya dengan langkah pembelian obligasi yang ditempuh BI, sebab cadangan devisa kita tergolong miskin di Asia. Devisa saat ini berkisar US$ 107,6 miliar atau hanya cukup buat membiayai 7 bulan impor.

Dalam sebulan ini, cadangan devisa sudah terkuras 400 juta USD hanya buat menjaga stabilitas keuangan. Jika devisa terus dikuras untuk menutupi lubang obligasi maka pembiayaan fiskal (APBN) harus digali dari utang baru lagi?

Sejak tahun 2013, rupiah sudah melemah 30 persen. Situasi rupiah terus melemah selama setahun ini meskipun pemerintah telah melakukan penambahan utang baru.

Karena sebagian besar belanja impor menggunakan dollar AS maka bayang-bayang inflasi akan menghantui ekonomi nasional.

Memang Pemerintah harus mengoreksi kembali kebijakan world reserve currency yang memaksa penggunaan dollar AS sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional.

Tapi, Sekalipun pemerintah berencana menjalankan kesepakatan bilateral currency swap agreement (BCSA) antara Indonesia, Jepang, China, dan Korea Selatan, langkah ini juga tidak efektif. Negara tujuan swap mata uang sedang mengalami perlambatan ekonomi.

Swap mata uang lokal secara langsung hanya merupakan obat penghilang rasa sakit (pain-killer) untuk sesaat. Jadi pengurasan devisa, utang baru, dan swap mata uang bukanlah solusi.

Pemerintah menyembunyikan akar masalahnya bahwa posisi mata uang rupiah begitu rapuh dihadapan dollar AS. Setiap dollar dan mata uang negara lain (reserve currency) bergejolak maka rupiah selalu menjadi korban “perang mata uang”.

Ketika dollar AS bergejolak maka mata uang rupiah selalu dalam kondisi dilematis. Fiskal (APBN) kita selalu menjadi korban. Pemerintah hanya diberi dua pilihan—seperti buah simalakama—membuat utang baru atau melakukan reformasi fiskal alias penghematan subsidi.

Masalahnya pemerintah tidak punya kendali atas pasar uang di bursa efek. 70 persen pasar saham di bursa efek dikendalikan modal asing. Disinilah sumbu krisisnya.

Solusinya dalam jangka pendek pemerintah wajib membuat terbosoan pendanaan untuk mengurangi devisit keuangan. Pemerintah perlu mencari sumber anggaran baru seperti menerapkan obligasi importasi dan obligasi infrastruktur.

Ini penting agar dana yang berada di pasar modal ditarik ke sektor real, jika tidak dilakukan maka kita akan jadi korban spekulan internasional. Kita cegah jangan sampai terjadi pelarian modal (capital flow) keluar negeri.

Dalam jangka panjang, pemerintah harus berani mengoreksi kembali kebijakan kurs mengambang (floting exchange rate). Akibat buruknya sudah kita alami sejak lama ketika pemerintah mengubah standar kurs tetap (fixed exchange rate) di tahun 1983. Dollar AS selalu mengancam rupiah.

Jadi, ini merupakan kesempatan emas bagi pemerintah untuk keluar dari jebakan dollar. Penerapkan kurs tetap merupakan jalan untuk menjaga kedaulatan rupiah. Pemerintah dihadapkan pada dua pilihan sederhana: kembali ke kurs tetap atau selamanya jadi budak dollar AS?