Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Retreat Merah Putih Bengkulu: Perjalanan Besar Menyentuh Hati

PedomanBengkulu.com - Langit Bengkulu belum sepenuhnya gelap ketika langkah-langkah kecil para peserta Retreat Merah Putih bergerak meninggalkan Masjid Raya Baitul Izzah, Kamis sore, 25 Desember 2025. Seusai Ashar, masjid ini menjadi saksi dimulainya sebuah perjalanan—bukan wisata rohani, melainkan ikhtiar menata ulang batin aparatur negara dan masyarakat dalam balutan ibadah dan dakwah.

Program mitigasi langit yang digagas Gubernur Bengkulu Helmi Hasan itu memasuki angkatan ketiga. Bertajuk Retreat Merah Putih, kegiatan ini berlangsung tiga hari hingga Ahad, 28 Desember 2025. Pesertanya yang bertahan hingga akhir sekitar 28 orang, berasal dari enam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Bengkulu, serta lima jamaah yang tengah bergerak di Bengkulu pasca Ijtima’ Tabligh Akbar Lampung akhir November lalu.

Tidak ada baliho besar atau seremoni pembukaan yang meriah. Para peserta justru dibagi ke dalam lima kelompok kecil dakwah, masing-masing dipimpin seorang amir dan didampingi dalil. Mereka menyebar ke masjid-masjid di penjuru Kota Bengkulu hingga kawasan Taba Penanjung. Dari Masjid Al Mukmin di Simpang Nakau, Masjid Al Jihad Penurunan, Masjid Merah Putih Selebar, hingga Masjid Nurul Iman di Taba Teret—setiap masjid menjadi ruang belajar sekaligus ladang ujian kesabaran.

Selama tiga hari, ritme hidup para peserta berubah drastis. Mereka beriktikaf, mengikuti pengajaran agama secara intensif, dan turun langsung berinteraksi dengan warga sekitar. Mengajak shalat berjamaah, menyapa jamaah yang jarang hadir, hingga merasakan langsung betapa beratnya menjaga konsistensi dakwah di tengah kesibukan dan kelelahan.

“Mengajak pada kebaikan itu bukan soal kefasihan bicara, tapi keteladanan,” ujar Rudi Nurdiansyah, salah satu pendamping Retreat Merah Putih.

Tantangan terbesar dalam retreat ini justru datang dari diri sendiri—melawan rasa malas, gengsi jabatan, dan rutinitas yang selama ini menjauhkan dari masjid.

Seluruh rangkaian kegiatan berada di bawah kendali Steering Committee Ustaz Saeed Kamyabi, bersama Ketua Tim Retreat Merah Putih Syafriandi Jahri—Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu. Namun, dalam praktiknya, struktur formal itu seolah mencair. Di masjid, semua setara sebagai jamaah.

Puncak kegiatan berlangsung Ahad sore, 28 Desember 2025, di Markaz Dakwah Al Anshor dihadiri oleh Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Herwan Antoni. Seusai Ashar, satu per satu peserta menyampaikan refleksi. Ada yang mengaku baru menyadari jarak antara rutinitas kerja dan hakikat pengabdian. Ada pula yang tersentak karena selama ini lebih sibuk mengurus administrasi ketimbang memperbaiki hubungan dengan Allah subhanahu wa ta'ala.

"Setelah ikut kegiatan ini saya baru menyadari saya ini manusia yang bergelimang dosa. Air mata saya tumpah pada malam ketiga. Tangisan yang saya rasakan setelah ikut ini persis seperti ketika saya kehilangan orangtua," kata salah satu peserta beruraian air mata.

"Alhamdulillah, saya suka dengan semua program-program yang ada dalam retreat ini. Tidak ada yang tidak bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Baik untuk diri sendiri, maupun untuk kehidupan berumah tangga," ujar salah satu peserta lainnya.

"Jujur tadinya saya ikut karena berharap jabatannya saya tidak dicopot, tapi setelah saya ikut, hati saya hanya saya hadapkan kepada Allah. Sekarang saya sadar, semua perkataan negatif tentang jamaah ini adalah bohong. Semua positif. Saya anjurkan kepada pak Sekda agar seluruh ASN tanpa terkecuali ikut program ini," ungkap salah satu peserta lainnya.

Menjelang penutupan, Amir Markaz Bengkulu Haji Syahril Zainudin memberikan pembekalan terakhir. Pesannya sederhana namun tegas: menjaga amalan lebih sulit daripada memulainya. Akhlak di rumah, memakmurkan masjid, dan istiqamah mengikuti pengajian rutin—itulah tolak ukur keberhasilan retreat ini.

Acara ditutup tanpa euforia dan para peserta kembali ke kehidupan masing-masing. Namun, bagi sebagian dari mereka, perjalanan sesungguhnya justru baru dimulai.

Retreat Merah Putih bukan sekadar program spiritual aparatur negara. Ia menjadi jeda—ruang hening untuk menimbang ulang makna jabatan, pelayanan publik, dan pengabdian. Sebuah pengingat bahwa membangun peradaban, kadang, harus dimulai dari sajadah dan sunyi malam di masjid. [**]