Kemarin malam, Wali Kota Bengkulu Dedy Wahyudi meresmikan Belungguk Point Bengkulu bersama Wakil Wali Kota Ronny P. L. Tobing di Kota Bengkulu.
Dalam sambutannya Dedy Wahyudi, menyebutkan bahwa Belungguk Point ini adalah sebagai ikon kota yang menggabungkan wisata, belanja, dan kuliner.
Sebenarnya, dalam konteks sosial Melayu, kita kenal dengan "belungguk"—suatu kumpulan, gugusan, atau komunitas yang saling terkait melalui ikatan darah, profesi, minat, atau lokalitas. Ia adalah ruang di mana identitas individu bertaut dengan kolektif, membentuk ekosistem saling dukung yang penuh makna. Secara filosofis, belungguk adalah tempat kita "berpulang" untuk mencari penguatan dan "bersumber" untuk menemukan makna hidup.
Manfaat Belungguk yang Menjangkau Setiap Sudut Kehidupan
Belungguk membawa manfaat yang beragam bagi setiap dimensi kehidupan kita:
- Individu: Memberikan rasa aman, identitas, dan dukungan psikologis—seperti seorang guru yang lelah menemukan semangat baru saat berkumpul dengan rekan seprofesi.
- Sosial: Memperkuat kohesi dan gotong royong, seperti warga kampung yang bersama memelihara lingkungan dan membantu yang lemah.
- Politik: Menjadi wadah untuk mengartikulasikan kepentingan bersama, seperti kelompok sipil yang mengawasi kebijakan publik dengan penuh tanggung jawab.
- Ekonomi: Menciptakan jaringan kepercayaan, seperti koperasi petani yang menjual hasil panen secara kolektif untuk harga yang lebih adil.
Bahkan setiap profesi memiliki belungguknya sendiri: dokter dengan asosiasi medis yang menjaga etika, wartawan dengan pers yang memegang martabat informasi, dan petani dengan paguyuban yang melestarikan kearifan lokal. Namun, semua belungguk duniawi memiliki batasan—ia bisa eksklusif, rapuh, dan fokusnya cenderung hanya untuk manfaat sementara.
Belungguk Terbaik: Rumah Allah yang Menggenggam Semua
Dalam pandangan Islam, masjid adalah belungguk tertinggi dan paling universal. Ia bukan sekadar tempat ibadah ritual, melainkan pusat peradaban yang menyatukan segala dimensi kehidupan dengan landasan tauhid.
Mengapa masjid menjadi belungguk yang paripurna?
Pertama, ia menyatukan hubungan vertikal dan horizontal. Di sana, kita menjalin hubungan dengan Allah (hablun minallah) dan sesama manusia (hablun minannas) secara harmonis—tanpa ada batasan.
Kedua, ia memberika manfaat duniawi yang nyata dan mendalam:
- Sosial: Menghilangkan sekat kasta, suku, dan status ekonomi—semua berdiri sejajar dalam shaf.
- Pendidikan: Sejarah mencatat, masjid adalah universitas pertama di dunia, seperti Al-Azhar yang melahirkan banyak cendekiawan.
- Ekonomi: Tempat di mana transparansi dan kejujuran dipupuk, menjadi penyeimbang bagi sistem ekonomi yang terlalu materialistis.
- Politik: Seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, masjid menjadi pusat musyawarah, penegakan keadilan, dan perencanaan strategis yang berlandaskan moral.
- Psikologis: Tempat pelipur lara, pencarian solusi, dan pembangunan ketahanan spiritual.
Ketiga, ia menawarkan manfaat akhirat yang kekal: setiap langkah ke masjid menghapus dosa, ibadah di dalamnya adalah investasi pahala yang abadi, dan ia menjadi "taman surga" di dunia yang menyiapkan hati untuk kehidupan abadi.
Contohnya: seorang pengusaha yang shalat di masjid tidak hanya mendapatkan ketenangan batin, tetapi juga bisa bertemu mitra yang dipercaya, mendengar keluhan masyarakat, dan mengingat tanggung jawabnya terhadap keadilan—semuanya dalam kerangka ibadah yang mendatangkan berkah.
Mengarahkan Semua Aliran ke Laut yang Tak Berbatas
Belungguk-belungguk duniawi memang diperlukan, tetapi tidak cukup. Ia seperti sungai-sungai yang perlu mengalir ke lautan. Masjid adalah lautan itu—tempat semua identitas kecil melebur dalam identitas utama: sebagai hamba Allah. Di sanalah kebaikan dunia disemai dengan prinsip ketuhanan, dan kebaikan akhirat dituai sebagai buahnya.
Oleh karena itu, jadikan masjid sebagai poros kehidupan kita. Dari sana, bangunlah belungguk keluarga yang sakinah, belungguk profesi yang penuh berkah, belungguk masyarakat yang penuh rahmat, dan belungguk bangsa yang adil dan bermartabat. Dengan demikian, kita tidak hanya membangun peradaban dunia, tetapi juga mengumpulkan bekal untuk negeri akhirat.
“Sesungguhnya rumah yang pertama dibangun untuk (tempat ibadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali Imran: 96) — sebuah pengingat bahwa "rumah" spiritual kita semua adalah satu, dan masjid adalah cabang-cabangnya yang menyebar di muka bumi. Allahumma baariklana fii rajaba wa sya'ban wa ballighna ramadan.
Saeed Kamyabi
SC Retreat Merah Putih - Mitigasi Langit Bengkulu
