PedomanBengkulu.com, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Hj Leni Haryati John Latief memiliki sejumlah catatan khusus yang ditujukan kepada kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan menyoroti permasalahan tumpang tindih lahan, lemahnya penegakan hukum, hingga perlunya optimalisasi program perhutanan sosial di Bengkulu.
"Penyelesaian tumpang tindih lahan menjadi persoalan mendesak di daerah. Bengkulu telah mengusulkan revisi tata batas kawasan hutan sejak lama, namun prosesnya belum menunjukkan kemajuan berarti. Dari total daratan Bengkulu, sekitar 46 persen berstatus kawasan hutan, dengan 77 persen di antaranya merupakan hutan lindung dan konservasi. Kondisi ini sering dianggap menjadi kendala bagi pembangunan ekonomi dan tata ruang daerah," kata Hj Leni Haryati John Latief, Jumat (7/11/2025).
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu ini menjelaskan, saat ini ribuan hektare lahan masyarakat, termasuk lahan transmigrasi, masih tumpang tindih dengan kawasan hutan maupun Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat yang telah lama mengelola lahan tersebut.
"Juga termasuk mengenai pentingnya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku perambahan hutan. Meski sudah ada penindakan, kasus perambahan untuk perluasan perkebunan sawit masih marak terjadi. Lembaga lingkungan seperti WALHI dan Yayasan Genesis mencatat sekitar 30 persen kawasan hutan Bengkulu kini dalam kondisi rusak akibat alih fungsi lahan," ujar Hj Leni Haryati John Latief.
Mantan Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Provinsi Bengkulu ini mendorong optimalisasi program Perhutanan Sosial agar masyarakat mendapat akses legal untuk mengelola hutan secara berkelanjutan.
"Kelompok masyarakat seperti Aliansi Kelompok Perempuan Pengelola Hutan masih menunggu legalitas dari pemerintah pusat. Karena itu, dibutuhkan pendampingan dan pembinaan berkelanjutan agar masyarakat dapat meningkatkan kapasitas dan kesejahteraannya melalui pengelolaan hutan lestari," tutur Hj Leni Haryati John Latief.
Pembina Bundo Kanduang Provinsi Bengkulu ini juga menyinggung masalah pengelolaan kawasan pesisir, termasuk tumpang tindih antara Hak Pengelolaan (HPL) dengan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) serta persoalan abrasi pantai.
"DPD RI Bengkulu meminta KLHK berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi konkret terhadap berbagai permasalahan tersebut," demikian Hj Leni Haryati John Latief. [**]
