Provinsi Bengkulu terus dibayangi persoalan kesehatan yang semakin kompleks. Lonjakan kasus TBC yang mencapai 3.410 kasus sepanjang 2024, prevalensi stunting yang masih berada pada kisaran 18,8–20,2 persen, hingga meningkatnya angka kematian bayi, menunjukkan bahwa pendekatan kesehatan kita belum menyentuh akar persoalan. Selama ini, strategi kesehatan lebih bertumpu pada penanganan kuratif, menunggu masyarakat jatuh sakit, lalu mengobati. Pola ini tidak hanya mahal, tetapi juga tidak efektif dalam jangka panjang.
Sudah saatnya Bengkulu mengambil langkah berani: mengadopsi gerakan pola hidup sehat Islami secara sistematis dan mengalokasikan anggaran besar untuk upaya promotif dan preventif, bukan sekadar membangun infrastruktur pengobatan. Kita memiliki inspirasi sejarah yang kaya, zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat yang menawarkan model kesehatan yang holistik, murah, dan terbukti menjaga ketahanan fisik masyarakat.
Pada masa itu, penyakit merupakan hal yang langka. Masyarakat memiliki daya tahan tubuh kuat dan pola hidup yang disiplin. Kuncinya bukan pada teknologi medis canggih, melainkan pada budaya hidup sehat yang diterapkan secara massal. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan pentingnya kebersihan: wudu berulang kali dalam sehari, bersiwak, menjaga kebersihan pakaian dan lingkungan. Ini bukan sekadar ibadah, tetapi praktik kesehatan masyarakat yang efektif. Bengkulu dapat menjadikannya inspirasi untuk membangun kembali budaya kebersihan, dimulai dari masjid, sekolah, hingga RT dan desa. Program Jumat Bersih, Gerakan Masjid Sehat, serta sanitasi berbasis komunitas perlu digelorakan dengan dukungan pendanaan yang memadai.
Pola makan Rasulullah yang sederhana, makan secukupnya, menghindari berlebihan, dan memilih makanan halal lagi baik, merupakan pedoman emas untuk menurunkan risiko penyakit tidak menular dan memperbaiki gizi masyarakat. Dengan prevalensi stunting yang masih mengkhawatirkan, inilah momentum bagi pemerintah daerah untuk memperkuat edukasi gizi berbasis syariat, bekerja sama dengan ulama, lembaga pendidikan, puskesmas, dan organisasi masyarakat. Komoditas lokal seperti madu, habbatus sauda, buah-buahan, sayuran, serta protein nabati dan hewani berkualitas perlu didorong sebagai bagian dari gerakan pangan sehat keluarga.
Sisi lain yang kerap diabaikan adalah kesehatan mental dan spiritual. Padahal, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menanamkan bahwa kekuatan seorang mukmin tidak hanya pada fisiknya, tetapi juga pada hatinya. Zikir, doa, ketenangan batin, serta hubungan sosial yang kuat membantu seseorang lebih tahan menghadapi tekanan hidup dan penyakit. Dalam konteks Bengkulu yang kini menghadapi perubahan gaya hidup, tekanan ekonomi, dan sosial, penguatan kesehatan spiritual harus menjadi bagian integral dari kebijakan publik. Program kesehatan mental berbasis komunitas, dengan pendekatan Islami, layak mendapatkan porsi anggaran tersendiri.
Mengintegrasikan nilai-nilai kesehatan Islami bukan berarti menolak pengobatan modern. Justru keduanya saling melengkapi. Rumah sakit dan puskesmas tetap penting untuk penanganan penyakit akut dan kronis. Namun tanpa pembenahan pola hidup masyarakat, infrastruktur kesehatan akan terus kewalahan. Pemerintah harus berani menggeser orientasi anggaran ke arah promotif, membangun gerakan menghidupkan sunnah, edukasi kebersihan, gizi, kesehatan spiritual, dan penguatan keluarga. Anggaran miliaran rupiah untuk rumah sakit tidak akan pernah cukup jika masyarakat tetap mudah sakit karena pola hidup yang salah.
Tantangan kesehatan Bengkulu adalah alarm, bukan kutukan. Kita memiliki warisan ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sudah terbukti membentuk masyarakat sehat dengan sumber daya terbatas. Dengan komitmen anggaran, keberanian politik, dan sinergi masyarakat, Bengkulu dapat menjadi provinsi pelopor gerakan pola hidup sehat Islami. Inilah investasi terbesar dan paling strategis untuk masa depan: membangun manusia sehat jasmani dan rohani sebelum mendirikan gedung-gedung kesehatan yang terus menampung orang sakit.
