PedomanBengkulu.com - Diketahui, satu dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas (perjadin) pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu tahun 2024 yang ditetapkan dan ditahan oleh Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu mengajukan Pra Peradilan ke Pengadilan Tipikor Bengkulu.
Tersangka yang mengajukan Pra Peradilan adalah Ade Yanto Pratama selaku Pembantu Bendahara pada Sekretariat DPRD Provinsi Bengkulu. Sidang perdana Pra Peradilan telah dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Bengkulu, Kamis (4/9/2025).
Kuasa Hukum tersangka yakni, Habullah S.H menjelaskan, pra peradilan yang diajukan merupakan keinginan dari tersangka.
"Kita kuasa hukum mengacu pada prinsip hukum acara pidana dan biar proses di Pengadilan nanti yang memutuskan, kami tidak terlalu banyak komentar," ungkap Habullah usai sidang.
Habullah menyebut, pra peradilan tersebut untuk menyangkal sekaligus menguji sah tidaknya penetapan tersangka, penahanan serta penyitaan yang dilakukan penyidik Kejati Bengkulu.
"Alasan kita mengajukan pra peradilan persoalan proses dan prosedur hukum acara pidana yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan sudah sesuai dengan KUHAP atau belum kita mau menguji itu," jelas Habullah.
Saat disinggung apakah dalam penetapan tersangka, penahanan hingga penyitaan terdapat pelanggaran yang dilakukan penyidik ? Habullah menyampaikan "Kalau persoalan pelanggaran tidaknya biar nanti proses di Pengadilan," tutup Habullah.
Diketahui sebelumnya, dalam penyidikan, Kejati telah menetapkan 7 orang tersangka, mereka adalah Erlangga selaku Mantan Sekwan DPRD Provinsi Bengkulu, Dahyar selaku Bendahara, Rizan Putra Jaya selaku PPTK, dan Pembantu Bendahara yakni Ade Yanto Pratama dan Rely Pribadi. Kemudian Lia Fita Sari selaku Pengelola Keuangan dan Staf PPTK. Dan Rozi Mirza selaku PPTK Perjalanan Dinas.
Sejauh penyidikan, penyidik menemukan beberapa fakta terkait ketidakbenaran dalam pengelolaan anggaran Perjadin tahun 2024 sebesar Rp 130 miliar.
Selain menemukan fakta Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, juga terungkap bahwa tersangka sengaja menggandakan SPPD. (Tok)
