Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Kekayaan Laut Indonesia yang Terlupakan: Potensi Emas Biru untuk Kesejahteraan Bangsa

Oleh: Saeed Kamyabi  

Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki luas wilayah laut sekitar 6,32 juta km², dua pertiga dari total wilayah nasional, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km—kedua terpanjang di dunia setelah Kanada. Lautan ini bukan sekadar hamparan air, melainkan gudang kekayaan yang, jika dikelola dengan bijak, dapat melampaui kontribusi daratan dalam mensejahterakan rakyat. Namun, setelah 80 tahun kemerdekaan, potensi laut Indonesia masih seperti harta karun yang terlupakan, dibiarkan berdebu di tengah kemiskinan nelayan, jalan berlubang, banjir, kemacetan, dan utang negara yang terus membengkak. Apa yang salah? Siapa yang bertanggung jawab? Bagaimana laut bisa menjadi penyelamat ekonomi bangsa?

Luas Laut Indonesia dan Kekayaannya  

Luas wilayah laut Indonesia mencapai 6,32 juta km², meliputi perairan teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan dasar laut. Dalam dimensi, laut Indonesia memiliki panjang garis pantai 81.000 km, lebar hingga 200 mil laut di ZEE, dan kedalaman bervariasi dari perairan dangkal pesisir hingga palung laut dalam yang mencapai lebih dari 7.000 meter di beberapa titik seperti Laut Banda. Kekayaan laut ini mencakup:  

- Sumber Daya Ikan: Potensi lestari sumber daya ikan laut diperkirakan 12,54 juta ton per tahun, tersebar di perairan teritorial dan ZEE. Jenis ikan meliputi pelagis besar (tuna, cakalang, tongkol), pelagis kecil (teri, lemuru), demersal (kakap, kerapu), udang, krustasea, ikan karang, ikan hias, hingga mamalia laut seperti dugong.  

- Penghuni Lain: Selain ikan, laut Indonesia kaya akan terumbu karang (terbesar kedua di dunia), padang lamun, hutan bakau (3,6 juta hektar), rumput laut, moluska (teripang, ubur-ubur), dan sumber daya non-hayati seperti mineral laut, migas, dan energi laut terbarukan.  

- Arkeologi Laut: Terdapat 463 lokasi kapal karam dengan potensi ekonomi hingga US$18 juta per lokasi, menyimpan harta seperti koin emas dan artefak bersejarah.  

Apa yang Sudah Digarap dan Belum?  

Sudah Digarap:  

- Perikanan Tangkap dan Budidaya: Indonesia adalah produsen perikanan tangkap dan budidaya terbesar kedua dunia setelah China, dengan produksi tangkap 7 juta ton dan budidaya 12 juta ton pada 2014. Ekspor perikanan meningkat 8,12% dari US$3,78 miliar (2016) ke US$4,09 miliar (2017).  

- Pariwisata Bahari: Destinasi seperti Pantai Ora di Maluku dan Maratua di Kalimantan Timur mulai dikembangkan, menarik wisatawan dengan keindahan terumbu karang dan biota laut seperti hiu tikus.  

- *Tol Laut*: Program pemerintah untuk konektivitas maritim meningkatkan distribusi logistik antarpulau.  

Belum Digarap:  

- Bioteknologi Kelautan: Pengolahan rumput laut untuk kosmetik, pupuk, atau makanan, serta ekstraksi chitin dari cangkang udang, masih minim.  

- Energi dan Pertambangan Laut: Potensi energi laut (ombak, pasang surut) dan mineral laut belum tersentuh secara signifikan.  

- Arkeologi Laut: Harta karun kapal karam belum dieksplorasi maksimal karena keterbatasan teknologi dan regulasi.  

- Perikanan ZEE: Armada penangkapan ikan Indonesia didominasi kapal kecil yang hanya beroperasi di pesisir (hingga 12 mil), meninggalkan ZEE dieksploitasi kapal asing secara ilegal.  

Mengapa Belum Digarap?  

1. Minimnya Infrastruktur: Tempat pendaratan ikan (TPI) sering kali tidak higienis, kekurangan penyimpanan berpendingin, dan akses listrik terbatas. Pelabuhan dan angkutan berpendingin juga kurang memadai.  

2. Keterbatasan Teknologi dan SDM: Modernisasi teknologi penangkapan, pengolahan, dan eksplorasi laut dalam masih tertinggal. Nelayan dan masyarakat pesisir kurang terlatih dalam pengelolaan keuangan dan teknik berkelanjutan.  

3. Koordinasi Lembaga yang Buruk: Tumpang tindih tugas antar kementerian (misalnya, KKP, ESDM, dan Pariwisata) menghambat pengelolaan terpadu. Tidak ada kementerian khusus yang fokus pada laut dalam atau ZEE.  

4. Eksploitasi Berlebihan dan Ilegal: 75% area penangkapan ikan sudah tereksploitasi berlebihan, ditambah maraknya illegal fishing oleh kapal asing di ZEE.  

5. Fokus pada Daratan: Kebijakan pembangunan selama ini lebih mengutamakan sektor daratan, seperti pertanian dan industri, mengabaikan potensi laut yang bernilai 1,33 triliun dolar AS/tahun—setara 1,3 kali PDB Indonesia atau 7 kali APBN 2017.  

Laut vs Daratan: Angka yang Berbicara  

Laut Indonesia memiliki potensi ekonomi 1,33 triliun dolar AS/tahun, jauh melampaui kontribusi sektor daratan. Sebagai perbandingan:  

- Kontribusi Protein: 60% asupan protein hewani rakyat Indonesia berasal dari ikan dan seafood, hanya 40% dari daging, ayam, telur, dan susu.  

- Lapangan Kerja: Sektor kelautan berpotensi menyerap 45 juta tenaga kerja (35% angkatan kerja Indonesia), jauh lebih besar dibandingkan sektor pertanian (sekitar 30% angkatan kerja).  

- Nilai Ekonomi: Kekayaan laut bernilai Rp1.700 triliun (93% APBN 2018), sementara sektor daratan seperti pertanian dan pertambangan hanya menyumbang 13,9% dan 7% PDB (2018).  

- Pariwisata: Pariwisata bahari (terumbu karang, pantai) memiliki potensi jauh lebih besar dibandingkan wisata daratan, dengan nilai ekonomi yang bisa mencapai miliaran dolar dari wisatawan global.  

Namun, realitasnya pahit. Kontribusi sektor kelautan terhadap PDB hanya 6% (2018), jauh di bawah potensinya. Nelayan tradisional masih hidup di bawah garis kemiskinan, dengan nilai tukar nelayan hanya naik 0,25% pada Januari 2017. Sementara itu, daratan menghadapi masalah jalan berlubang, banjir, kemacetan, dan utang negara yang mencapai Rp8.000 triliun (2023). Laut, yang seharusnya menjadi penyelamat, justru terlupakan.

Apa yang Salah? Siapa yang Bertanggung Jawab?  

Setelah 80 tahun kemerdekaan, Indonesia masih bergulat dengan ekonomi yang timpang, infrastruktur daratan yang tak terurus, dan utang yang terus bertambah. Sektor kelautan, meski kaya, hanya dimanfaatkan 25% dari potensinya. Tanggung jawab tidak hanya terletak pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tetapi juga pada:  

- Pemerintah Pusat dan Daerah: Kurangnya political will untuk memprioritaskan sektor kelautan, ditambah otonomi daerah yang tidak diimbangi kapasitas pengelolaan.  

- Kementerian Terkait: Tumpang tindih tugas antara KKP, Kementerian ESDM, Pariwisata, dan Perhubungan menyebabkan kebijakan tidak terkoordinasi.  

- Masyarakat dan Pengusaha: Kurangnya kesadaran dan keberanian untuk mengembangkan produk non-konvensional (misalnya, bioteknologi laut) serta eksploitasi berlebihan tanpa mematuhi zonasi tata ruang.  

Saran Perbaikan: Laut sebagai Mesin Kesejahteraan  

Untuk mengubah laut menjadi pendorong kesejahteraan yang melebihi daratan, berikut saran konkret:  

1. Pembagian Tugas Kementerian:  

   - Bentuk Kementerian Koordinator Maritim yang membawahi 18 kementerian terkait laut untuk menghindari tumpang tindih.  

   - Pisahkan pengelolaan pesisir (KKP fokus pada perikanan, budidaya, dan pariwisata) dan laut dalam/ZEE (kementerian baru untuk energi, mineral, dan arkeologi laut).  

   - Prioritaskan penelitian dan eksplorasi kedalaman laut untuk energi terbarukan dan mineral laut dengan teknologi modern.  

2. Investasi Infrastruktur: Bangun TPI modern dengan penyimpanan berpendingin, pasokan listrik, dan pelabuhan terintegrasi. Contoh: Pelabuhan Rotterdam di Belanda menghasilkan miliaran euro karena infrastruktur yang efisien.  

3. Modernisasi dan Pelatihan: Latih nelayan dalam teknik penangkapan berkelanjutan dan pengelolaan keuangan. Kembangkan armada kapal besar untuk mengeksploitasi ZEE secara legal.  

4. Regulasi Ketat: Terapkan penangkapan ikan terukur secara konsisten untuk mencegah overfishing dan illegal fishing.  

5. Hilirisasi Produk Laut: Kembangkan industri bioteknologi laut (misalnya, kosmetik dari rumput laut, chitin dari cangkang udang) untuk menciptakan nilai tambah.  

6. Perencanaan Ekonomi Biru: Adopsi konsep blue economy untuk pengelolaan berkelanjutan, melibatkan swasta, publik, dan filantropi dalam investasi ekosistem pesisir.  

7. Pemetaan Sosial dan Zonasi: Selesaikan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh provinsi untuk mencegah degradasi hutan bakau dan padang lamun.  

Laut sebagai Harapan Baru  

Laut Indonesia adalah pintu gerbang kedaulatan dan kesejahteraan. Dengan potensi 1,33 triliun dolar AS/tahun dan 45 juta lapangan kerja, laut dapat mengatasi kemiskinan, utang, dan infrastruktur daratan yang bermasalah. Namun, ini hanya mungkin jika pemerintah, masyarakat, dan pengusaha bersatu dalam visi maritim yang terkoordinasi. Setelah 80 tahun kemerdekaan, saatnya Indonesia bangun dari tidur panjangnya dan menjadikan laut sebagai mesin ekonomi yang mensejahterakan rakyat, bukan sekadar harta yang terlupakan.  

Mari buka mata, laut kita adalah emas biru, ekonomi biru, yang menanti untuk diangkat! Siapa mau? Wallahu a'lam.


Jakarta, 21 Agustus 2025