PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Langkah Gubernur Helmi Hasan dan Wakil Gubernur Bengkulu Mian untuk berkantor langsung di Pulau Enggano patut diapresiasi.
Dalam sejarah pembangunan daerah, kehadiran fisik seorang pemimpin di wilayah terluar bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata dari komitmen dan keberpihakan.
Pulau Enggano, sebagai salah satu pulau terluar Indonesia, selama ini identik dengan keterisolasian, aksesibilitas terbatas, dan perhatian pembangunan yang minim.
Langkah Pemerintah Provinsi Bengkulu yang tidak hanya berkunjung tetapi juga berkantor dan menggelar rapat langsung bersama tokoh adat dan masyarakat setempat menunjukkan adanya perubahan pendekatan: dari yang sekadar administratif menjadi partisipatif dan empatik.
Bukan hanya soal kehadiran, tetapi juga rencana strategis yang dibawa. Rencana pembangunan Kantor Perwakilan Pemprov Bengkulu, kampung nelayan dari Kementerian Kelautan senilai Rp25 miliar, bantuan Baznas, hingga penyaluran ambulans, menjadi angin segar.
Ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak boleh terpusat, tetapi harus menyentuh wilayah pinggiran sebagai garda terdepan kedaulatan dan kemanusiaan.
Namun, kehadiran ini harus dibuktikan dengan tindak lanjut yang konsisten. Jangan sampai sekadar menjadi pencitraan atau program jangka pendek tanpa keberlanjutan.
Masyarakat Enggano membutuhkan lebih dari kunjungan: mereka butuh infrastruktur yang terbangun, pelayanan publik yang hadir, dan keberlanjutan program.
Kita berharap kehadiran Wagub Bengkulu menjadi awal dari paradigma baru: bahwa pembangunan tidak boleh melupakan yang jauh, yang kecil, dan yang selama ini sunyi.