Di tengah kian kaburnya garis antara kepentingan publik dan kepentingan bisnis dalam pengelolaan aset negara, hadir sosok pemimpin yang tegas menjaga marwah pemerintahan daerah. Ia adalah Helmi Hasan. Ketika menjabat sebagai Wali Kota Bengkulu, Helmi tak sekadar duduk di kursi kekuasaan—ia berdiri sebagai penjaga integritas, menolak tunduk pada kepentingan sempit yang berpotensi merugikan daerah.
Sikap tegas itu terlihat jelas saat ia menolak menandatangani adendum kerja sama pengelolaan Mega Mall dan PTM pada 10 September 2014. Empat poin krusial dalam adendum yang diajukan pihak pengelola tidak disepakatinya. Penolakan itu mencakup permintaan perubahan nama IMB, pemangkasan masa kerja sama, pembagian keuntungan sepihak, dan penyerahan aset pasca kerja sama. Semua itu ditolaknya karena tidak mencerminkan keadilan bagi Pemerintah Kota Bengkulu.
Helmi Hasan tak sekadar berhenti pada kata “tidak.” Ia mengambil langkah nyata yang menunjukkan dirinya adalah pemimpin yang bersih dan taat hukum. Ia menyurati Bank BRI Palembang untuk menolak penggunaan IMB Mega Mall dan PTM sebagai agunan pinjaman swasta. Ia juga mengirim surat resmi ke BPK, BPKP, dan Kejaksaan untuk meminta audit dan kajian hukum atas adendum tersebut. Ini bukan sekadar manuver politik, melainkan tindakan nyata menyelamatkan aset daerah dari potensi penggelapan terselubung.
Keteguhan Helmi Hasan adalah cermin dari kepemimpinan yang tak mau “bermain mata” dengan kepentingan korporasi. Dalam kondisi banyak kepala daerah yang kompromistis bahkan tersandung kasus korupsi karena abai terhadap prosedur hukum dan etika, Helmi justru hadir sebagai pemimpin yang bersih, jujur, dan berpihak pada rakyat.
Keberanian untuk bersikap jujur dan melawan arus bukanlah hal mudah. Tapi Helmi Hasan membuktikan, seorang pemimpin bisa tetap bersih tanpa kehilangan daya juangnya. Ia memilih berdiri di sisi hukum, keadilan, dan rakyat—bukan sekadar menjaga citra, tetapi memperjuangkan substansi.
Dalam iklim demokrasi yang kadang memaafkan pelanggaran demi kepentingan sesaat, sosok seperti Helmi Hasan menjadi oase. Bahwa masih ada pemimpin yang tidak hanya berbicara soal visi, tapi berani mengambil risiko demi kepentingan jangka panjang daerah.
Helmi Hasan bukan sekadar menolak adendum. Ia menolak pengkhianatan terhadap amanah. Ia bukan hanya bertindak benar, tapi juga menunjukkan bahwa integritas masih mungkin hidup dalam politik. Untuk itu, ia layak disebut: teladan pemimpin bersih penjaga aset rakyat.
