Catatan Zacky Antony
BENARKAH masyarakat Pulau Enggano kelaparan? Sebagai wartawan saya penasaran. Tidak cukup waktu untuk datang langsung mengecek ke pulau terluar di Samudera Hindia tersebut. Terlebih lagi masalah pendangkalan alur belum selesai. Saya coba menghubungi pihak-pihak yang punya otoritas di Pulau Enggano.
Pertama yang saya hubungi adalah Camat. Dalam benak saya, tidak mungkin camat tidak mengetahui ada warganya kelaparan. Sebagai pihak yang punya otoritas menjalankan pemerintahan, Camat tentu lebih dulu tahu. Mustahil kalau tidak tahu.
Secara administratif, Pulau Enggano merupakan sebuah kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara. Mungkin ada yang bertanya. Kenapa masuk wilayah Bengkulu Utara. Padahal di dalam peta, sepertinya lebih dekat ke Kota Bengkulu atau Bengkulu Selatan.
Dulu, ketika Bengkulu masih menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, tahun 1956, Kabupaten Bengkulu Utara beribu kota di Kota Bengkulu sekarang. Pulau Enggano masuk wilayah Bengkulu Utara. Sampai kemudian, tahun 1968 Bengkulu berpisah dari Sumsel dan menjadi provinsi sendiri. Ibukota Bengkulu Utara yakni Kota Bengkulu menjadi ibukota provinsi. Sedangkan ibukota Kabupaten Bengkulu Utara pindah ke Arga Makmur. Ibukota kabupaten yang menjauh ini mengesankan Enggano jauh dari Bengkulu Utara.
Kembali ke camat Enggano tadi, Camat Enggano Susanto saat saya hubungi sedang berada di Bengkulu. Dia baru tiba di Bengkulu, Selasa (1/7) pagi setelah berlayar kurang lebih 12 jam dari Pulau Enggano sore hari sebelumnya. Dengan menumpangi KMP Pulo Tello, pak Camat tidak sendiri. “Ada lebih dari 200 penumpang,” kata pak Camat yang mengaku sedang berada dalam perjalanan ke Arga Makmur saat dihubungi.
Karena alur masih dalam proses pengerukan, pak Camat dan warga Enggano terpaksa turun dari kapal di luar alur.
Saya langsung tembak: “Benarkah masyarakat Enggano kelaparan seperti info yang beredar?
Camat Enggano menjawab lugas: “Sampai hari ini, saya sebagai pelaksana pemerintahan di Kecamatan Enggano, saya tegaskan bahwa tidak ada masyarakat di Pulau Enggano yang tidak makan. Di Pulau Enggano tidak ada kekurangan bahan makanan. Sebagai pihak yang menjalankan pemerintahan di sana, hal ini dapat saya pertanggungjawabkan,” tegasnya.
Bagaimana dengan berita isu kelaparan yang beredar? “Informasi-informasi yang menyatakan warga Enggano kelaparan adalah tidak benar,” tepisnya.
Mengenai bahan pokok, pak Camat mengatakan Pemerintah Provinsi berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara telah mensuplai bantuan beras untuk masyarakat Enggano. Suplai pertama 16 ton. Disusul suplai kedua bulan Juni 2025 sebanyak 16 ton. Total 32 ton didrop ke Pulau Enggano.
“Alhamdulillah, aspirasi kita ditindaklanjuti oleh pak Bupati Arie dan pak Gubernur Helmi Hasan. Juni tadi masuk lagi bantuan 16 ton. Jadi total sudah 32 ton beras. 200 mie instan,” katanya.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Pak Camat mengakui, pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai berimbas negatif bagi perekonomian masyarakat Pulau Enggano. Roda ekonomi menurun drastis akibat penjualan hasil-hasil bumi Enggano terhambat. Penghasilan warga pun berkurang. Dampak lebih jauh, menurunnya daya beli masyarakat.
“Perekonomian di Enggano turun. Mungkin sekarang tinggal 30 persen,” katanya.
Penghematan besar-besaran menjadi pilihan. Salah satunya konsumsi BBM. Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) di Pulau Enggano sepakat pembelian BBM dibatasi. Lima liter untuk motor. Dan 15 liter untuk mobil. Untuk menekan pemakaian, PLTD yang biasanya hidup 24 jam, sekarang dibatasi 12 jam per hari. Hal ini untuk menghemat pemakaian.
Karena itu, camat mengusulkan agar pemerintah pusat melalui kementerian-kementerian terkait turun tangan menyalurkan bantuan. “Harapan saya, pemerintah pusat memberi BLT (Bantuan Langsung Tunai) bagi masyarakat Enggano yang terdampak pendangkalan alur,” harapnya.
Jadi kesimpulannya? “Masyarakat di Pulau Enggano sekarang aman dan kondusif. Ekonomi memang terganggu. Tapi tidak benar kalau sampai tidak makan. Harapan kami, alur segera teratasi sehingga lalu lintas kapal bisa kembali normal,” ujarnya.
Penulis adalah wartawan senior di Bengkulu