Oleh: Saeed Kamyabi, Inisiator Sistem Ekonomi Langit
PedomanBengkulu.com, Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh kabar kenaikan gaji para hakim hingga 280%, dan menyusul wacana kenaikan gaji ASN, TNI, dan POLRI sebesar 200%. Bagi sebagian, ini dianggap angin segar—upaya untuk memperbaiki kesejahteraan aparatur negara yang memang selama ini kurang dihargai secara layak. Namun dari perspektif Sistem Ekonomi Langit, kebijakan ini memerlukan perenungan lebih dalam—bukan hanya soal angka, melainkan prinsip, keadilan, dan keseimbangan.
Apa itu Sistem Ekonomi Langit?
Sistem Ekonomi Langit bukan sekadar teori utopis. Ia merupakan pendekatan spiritual-ekonomi yang bertumpu pada tiga asas utama:
1. Keberkahan di atas kemakmuran materi.
2. Distribusi adil, bukan sekadar pertumbuhan ekonomi.
3. Keseimbangan antara kerja, doa, dan maslahat sosial.
Dalam sistem ini, negara bukan sekadar mesin pencetak anggaran, tapi amanah Tuhan yang harus memastikan bahwa setiap rupiah yang beredar menumbuhkan maslahat dan keadilan, bukan hanya angka GDP.
Fenomena Kenaikan Gaji: Solusi atau Simptom?
Kenaikan gaji hakim, ASN, TNI, dan POLRI secara besar-besaran dapat dilihat dari dua sisi:
1. Positif:
* Menekan korupsi dan jual beli perkara.
* Memberi penghargaan kepada mereka yang memikul beban negara.
* Menstimulus konsumsi rumah tangga dan ekonomi lokal.
Namun…
2. Negatif (dari sudut ekonomi langit):
* Disparitas sosial membesar: Ketika gaji pejabat naik drastis, tapi buruh, petani, dan guru honorer tetap hidup dalam stagnasi, maka ini menciptakan "langit palsu" dalam sistem ekonomi—tampak mewah di atas, tetapi retak di akar.
* Mentalitas birokratisme mahal: Negara seolah menyelesaikan masalah sistemik (korupsi, loyalitas, kinerja rendah) dengan uang, bukan dengan sistem, integritas, dan pembinaan akhlak.
* Inflasi sosial: Lonjakan pendapatan satu kelompok menciptakan tekanan psikologis dan ekonomi bagi kelompok lain. Harga bisa ikut terdorong naik tanpa dibarengi daya beli rakyat kecil.
* Miskinnya sistem meritokrasi spiritual: Apakah benar gaji naik berarti kualitas naik? Sistem langit menilai bukan dari what you earn, tetapi what you return to society.
Koreksi Ekonomi Langit: Bukan Potong, Tapi Seimbangkan
Dalam kerangka ekonomi langit, tidak serta-merta gaji tinggi dianggap haram. Yang menjadi soal adalah ketimpangan. Bila gaji hakim 80 juta, tapi guru honorer hanya 1 juta sebulan, langit menjadi berat sebelah. Keberkahan bukan lahir dari jumlah, tapi dari proporsionalitas dan niat.
Langkah korektif yang disarankan dalam Sistem Ekonomi Langit:
1. Audit keberkahan: Negara perlu menghitung bukan hanya angka anggaran, tapi nilai maslahat dari setiap pengeluaran.
2. Kebijakan naik gaji harus multisektor: Jika hakim naik 280%, maka buruh, guru, tenaga kesehatan juga harus ikut diselaraskan walau mungkin tak sebesar.
3. Naikkan bukan hanya gaji, tapi juga nilai spiritual jabatan: Setiap rupiah yang diterima harus diiringi tanggung jawab dan amanah ilahi.
4. Dorong gaji langit melalui keadilan sosial: Yakni membangun sistem subsidi silang yang adil—yang kaya menyantuni, yang kuat mengangkat yang lemah.
Dampak Terhadap Ekonomi Negara
Apakah negara akan bangkrut jika gaji ASN, TNI, dan POLRI naik drastis?
Tidak serta-merta. Jika dikalkulasi rasional dan dibarengi efisiensi anggaran belanja lainnya (misalnya pemotongan proyek-proyek boros dan subsidi yang salah sasaran), negara bisa bertahan.
Namun yang menjadi perhatian dari Sistem Ekonomi Langit adalah struktur moral dan energi sosial masyarakat. Jika rasa keadilan hilang, maka yang timbul adalah protes diam-diam, ketidakpercayaan, dan akhirnya, instabilitas sosial.
Saatnya Negara Menoleh ke Langit
Kita tidak menolak kenaikan gaji. Tapi kita menolak kebijakan yang hanya memperkaya segelintir, dan melupakan yang bekerja dalam senyap. Sistem Ekonomi Langit menawarkan bukan sekadar pembagian, tetapi penjernihan sistem, agar tiap kebijakan lahir dari kasih sayang, bukan hanya kalkulasi.
Negara ini terlalu besar untuk diselamatkan oleh uang saja. Ia butuh cahaya langit, agar keputusan-keputusannya bukan hanya menguntungkan birokrasi, tapi juga menumbuhkan harapan bagi mereka yang tak punya suara.
“Jika langit ikut campur dalam ekonomi, maka bumi akan tenteram. Tapi jika hanya elite yang menentukan arah, maka langit pun bisa murka.”
– Saeed Kamyabi
Di bawah pohon kelapa, Pulau Tidung, 23 Juni 2025