Kisruh dimulai saat anggota Fraksi Golkar, Susman Hadi, melakukan interupsi sesaat setelah sidang dibuka. Ia mempersoalkan kecilnya alokasi anggaran pembangunan untuk daerah pemilihannya, Bengkulu Selatan.
“Interupsi pimpinan, saya Susman Hadi dari Dapil Bengkulu Selatan ingin menanyakan kenapa anggaran pembangunan di Bengkulu Selatan kecil sekali? Jika ini tidak bisa dijelaskan, saya izin walk out,”tegasnya dalam forum paripurna, Selasa (27/5).
Tak lama berselang, setidaknya delapan anggota dewan lainnya mengikuti langkah Susman, termasuk politisi Hanura, Usin Sembiring dan beberapa politisi Golkar lainnya. Mereka menilai sidang tidak sah karena tidak dihadiri langsung oleh Gubernur Helmi Hasan.
Ketidakhadiran Gubernur Helmi Hasan dikarenakan agenda mendampingi Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, dalam kunjungan kerja ke Bengkulu. Helmi menunjuk Wakil Gubernur Mian untuk mewakilinya dalam sidang tersebut.
Menanggapi aksi walk out tersebut, Akademisi UINFAS Bengkulu, Dr. Zacky Anthony, menyatakan bahwa absennya gubernur dalam sidang paripurna diperbolehkan selama ada mandat yang jelas kepada wakilnya.
“Gubernur boleh diwakilkan asal ada surat mandat. Dan dewan kan tahu sedang ada kunjungan Wapres. Gubernur harus mendampingi Wapres karena gubernur adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah,” jelas Zacky.
Namun, ia mengkritisi tindakan walk out sejumlah legislator sebagai bentuk ketidakdewasaan. Zacky menduga aksi tersebut dipicu oleh kekecewaan atas tidak diakomodirnya dana pokok pikiran (pokir) mereka.
“Kalau sudah walk out, bagusnya jangan kembali lagi ke kantor sampai pemilihan gubernur di Pilkada 2030,” sindirnya.
Zacky juga menyinggung besarnya dana pokir yang dianggap tidak menyentuh kepentingan rakyat. Ia mencontohkan adanya anggaran pemotretan yang mencapai Rp56 miliar tahun lalu.
“Pokir itu untuk bantu rakyat. Kalau begini, bantu rakyat atau hanya untuk kepentingan pribadi?” tegasnya.