Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Upacara Adat Nundang Padi di Desa Selali

Foto IndonesiaKaya

Juliandi Saputra*

Bangsa Indonesia mempunyai kebudayaan masing-masing, kebudayaan akan menentukan maju atau berkembangnya suatu bangsa. Kesenian yang merupakan bagian dari kebudayaan perlu mendapatkan perhatian karena kesenian merupakan warisan dari nenek moyang yang perlu diperhatikan keberadaannya serta upaya pelestariannya.

Kebudayaan tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Kebudayaan merupakan wujud dari sifat, nilai, serta tingkah laku dalam kehidupan masyrakat. Koentjaraningrat (1990) mengatakan bahwa unsur-unsur dari kebudayaan itu terdiri dari bahasa, sistem pengetahuan, sistem mata pencarian hidup, organisasi sosial, sistem teknologi, sistem relegi dan kesenian.

Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa. Perubahan ini didasarkan oleh pandangan manusia yang dinamis dan aktivitas manusia dalam berolah rasa semakin meningkat, mulai dari bentuk sederhana sampai bentuk yang lebih kompleks di zaman modern ini.
Bengkulu Selatan memiliki kesenian tradisional yang beraneka ragam, mulai dari musik tradisional, bentuk seni teater tradisional, dan bentuk tarian tradisional. Masyarakat sudah memiliki kebudayaan yang berisikan norma-norma, adat istiadat, dan kepercayaan.

Sistem religi yang dimiliki masyarakat didasarkan atas kesadaran adanya kekuatan-kekuatan supernatural yang berada di atas kekuatan dan kekuasaan manusia. Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesadaran tersebut muncul disaat manusia dihadapakan pada peristiwa di luar batas kemampuan dan kekuasaan manusia misalnya peristiwa bencana alam.

Adanya kekuatan proses alamiah yang diluar jangkauan pemikiran manusia mengharuskannya untuk percaya akan adanya kekuatan gaib yang dapat menciptakan, memelihara dan merusak isinya. Kegaiban yang dirasakan manusia mendorong untuk menunjukan rasa syukur serta mencari perlindungan agar hidupnya tentram dan damai.

Saat ini kebudayaan yang disertai dengan upacara-upacara bersifat ritual dan religi semakin berkurang sejalan dengan pesatnya perkembangan Islam dan perkembangan zaman. Tetapi masih ada aktivitas-aktivitas dan kesenian yang bersifat magis yang disajikan seperti upacara Nundang padi dan tari Bubu di Kabupaten Bengkulu Selatan.

Bengkulu Selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu, daerahnya terletak di sebelah Barat Bukit Barisan. Luas wilayah administrasinya mencapai kurang lebih 1.185,7 kilometer persegi. Terletak pada 4,10º LS – 4,32ºLS dan 102,48ºBT – 103,16ºBT.

Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Seluma sepanjang ± 40 km. Sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan ± 47,96 km. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kaur ± 43 km dan di barat berbatasan dengan Lautan Hindia ± 40,52 km. Secara administatif, daerah Bengkulu Selatan terdiri dari 11 Kecamatan, dengan luas wilayah 1.185,7 Km2 dan berpenduduk 1.185,70 jiwa. Salah satu dari 11 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bengkulu Selatan adalah Kecamatan Pino Raya.

Upacara Nundang padi dilakukan oleh masyarakat Desa Selali Kecamatan Pino Raya secara turun temurun yang diwariskan oleh puyang (nenek moyang) kepada masyarakat Desa Selali Kecamatan Pino Raya yang merupakan upacara tanda bersyukur atas keberhasilan panen padi yang didapat. Upacara Nundang padi ini selalu dilaksanakan di Desa Selali Kecamatan Pino Raya di lapangan terbuka di samping rumah adat Desa Selali, setiap tiga tahun sekali setelah selesai panen padi.

Puyang Pagaruyuang adalah seorang manusia yang mempunyai bermacam-macam perasaan seperti: senang, sedih, gelisah dan lain-lain. Apabila upacara ini tidak dilaksanakan maka Puyang (nenek moyang) Pagaruyuang bisa menjadi gelisa tidak senang, sehingga bisa berakibat hasil panen berikutnya akan berkurang dan hasil panen yang sudah diterima tidak membawa berkah. Sebagai ucapan rasa syukur terhadap nenek moyang dahulu yaitu Puyang (nenek moyang) Pagaruyuang masyarakat daerah Selali mengadakan upacara yang disebut dengan upacara Nundang padi.

Upacara adat Nundang padi adalah upacara tradisi turun temurun dari Raja Pagaruyung. Adapun riwayat singkat raja pagaruyung adalah konon kabarnya Raja Pagaruyung adalah keturunan Sultan Hidayatullah Iskandar Zulkarnaen yang merupakan anak Sultan Hidayatullah. Sultan Hidayatullah Iskandar Zulkarnaen adalah Sultan yang menaruh kayu keramat, dan kemudian menjadi tiga bagian : 1) Sebagian diberikan kepada Sri Sultan Maharaja Alip yang mempunyai Kerajaan di dalam Ruhum; 2) Sebagian diberikan kepada Sri Sultan Maharaja Jepang yang turun ke Negeri Cina; 3) Sebagian tinggal kepada Sri Sultan Maharaja ia adalah raja yang turun kepada Tanah Pagaruyung didalam alam Minangkabau.

Anak cucu yang tinggal di Minangkabau ada 3 (tiga) orang yang dinobatkan menjadi Raja yaitu: 1) seorang Raja Adat di Pulau Emas ditetapkan di Pagaruyung (Sumatra Barat) dengan gelar “Raja Mangkoto Alam”; 2) Seorang Raja di Tanah Ruhum, di sebelah kanan Pulau Emas dengan Gelar “ Raja Mengintar Alam”; 3) Seorang Raja di Tanah Siam, disebelah kiri Pulau Emas dengan Gelar “Raja Malinggang Alam”. Raja Mangkoto Alam merantau ke Selali dan bersisterikan orang Selali sampai sekarang keturunannya masih banyak yang tinggal di desa Selali dan sekitarnya, antara lain Bakri Raja Mangkoto Alam, Arpun Raja Limpar Alam, dan Wasilunmukminin Raja Lindung Sari (Ennita: 2011).

Sementara itu, sejarah timbulnya Upacara adat Nundang padi adalah bermula dari kisah Adam dan Hawa saat diturunkan ke dunia akibat melanggar larangan Allah. Setelah tiba di alam dunia mereka tidak tahu harus berbuat apa untuk memenuhi tuntutan jasmaniah, baru terasa oleh Adam dan Siti Hawa setelah tiba di dunia, oleh sebab itu Adam kemudian memohon kepada Allah, kemudian Allah bersabda bahwa ada sebuah biji padi yang besar yang harus diundang dalam laut Senggiringan di seribu pintu ngatus oleh peruli (dewa) sembilan.

Setelah diundang (dibersihkan/kembangkan) timbullah 5 (lima) biji padi kecil-kecil yang dihasilkan oleh perundingan Peruli Sembilan dan diberi nama sebagai berikut, yaitu padi Saleah, padi Serasai, padi Cina, padi Pulut, dan padi Saleah Kecil.

Dari kelima jenis padi inilah diperkirakan oleh Peruli Sembilan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup Adam dan Hawa beserta keturunannya. Oleh karena itu puyang yang datang dari Minangkabau merasakan bahwa padi adalah sangat penting dan tinggi nilainya dalam kehidupan manusia. Untuk menghormati dan menghargai padi diperintahkan kepada segenap anak cucunya untuk melakukan menundang padi dan benih.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan raja Lindung Sari di Daerah Selali bahwa pelaksana menundang padi sebanyak 8 (delapan) orang, terdiri 4 bujang (laki-laki) dan 4 gadis (perempuan), pengikut lainnya terdiri dari anak cucu Puyang Pagaruyung, Pemuka-pemuka Adat, Pemuka-pemuka Agama, Cerdik Pandai dan masyarakat lainnya.

Adapun proses upacara adat Nundang padi adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Nundang Padi

Upacara Nundang padi memerlukan empat belas hari untuk proses upacara Nundang padi. Persiapan ini dilakukan secara bertahap dan memakan waktu yang sangat panjang, terutama dalam pengumpulan dana, pemilihan bibit padi dan pembuatan tempat upacara Nundang padi. Sebelum upacara Nundang padi yang dilakukan, harus dilakukan persiapan-persiapan sebagai berikut. :

a) Proses pengumpulan dana

Yang pertama kali dilakukan dalam persiapan ini adalah pengumpulan dana untuk upacara Nundang padi. Pengumpulan dana dilakukan oleh panitia-panitia Nundang padi khususnya laki-laki. Dana yang didapatkan merupakan dari hasil sumbangan baik dari masyarakat setempat maupun pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan. Dana yang didapat digunakan untuk biaya upacara Nundang padi.

b) Proses pembuatan tempat upacara Nundang padi

Proses ini dimulai dengan pengambilan bambu dan daun seghedang/rembio ( daun yang digunakan untuk atap ). Bambu dan daun seghedang yang diambil digunakan untuk pembuatan tempat upacara Nundang padi yang dibuat seperti rumah adat zaman dahulu. Pembuatan rumah tempat upacara Nundang padi ini dilakukan oleh panitia laki-laki dan masyarakat Desa Selali.

c) Proses pemilihan bibit padi

Proses ini dimulai dengan pemilihan bibit padi yang dilkukan oleh paniti-panitia perempuan dan masyarakat Desa Selali. Padi ini dikumpulkan oleh masyarakat Desa Selali, setelah semua padi yang dibutukan untuk upacara Nundang padi ini terkumpul, panitia Nundang padi memilih bibit yang baik untuk di jadikan bibit dalam upacara ini. Adapun bibit padi yang digunakan dalam upacara Nundang padi ini adalah padi Daghat (darat) dan padi sawah.

2. Pelaksanaan upacara Nundang padi

Upacara Nundang merupakan upacara tanda bersyukur atas keberhasilan panen padi yang didapatkan. Prosesi upacara Nundang padi dilaksanakan agar manusia menjunjung tinggi akan manfaat padi demi kelangsungan hidup manusia dan juga mengingatkan manusia agar selalu taat dan patuh terhadap Sang Pencipta. Upacara Nundang padi ini dilaksanakan pada waktu selesai panen tetapi karena upacara ini memerlukan biaya yang besar maka upacara ini dilakukan setiap tiga tahun sekali yang ditampilkan di lapangan terbuka dengan dibuatkan tempat seperti rumah-rumah zaman dahulu yang hanya terbuat dari papan dan beratapkan daun Rembio (tumbuhan yang daunnya digunakan untuk membuat atap). Di dalam rumah ini terdapat kelambu tempat penyiimpanan padi yang akan didundang.

Upacara ini melibatkan delapan orang anak kecil yang berumur 5 sampai 6 tahun yang terdiri dari 4 orang anak laki-laki dan 4 orang anak perempuan dan yang dianggap masih suci. Setiap anak kecil ini dimasukan ke dalam kelambunya masing-masing yang sudah disiapkan yang terdapat ditempat upacara Nundang padi tersebut. Di dalam kelambu itu sudah ada bibit padi, padi yang dijadikan bibit padi itu terdiri dari padi Daghat (darat) dan padi sawah tugas anak-anak tersebut yaitu menakari (memasukan ke suatu tempat) bibit padi ini sehingga bibit ini menjadi bertambah dengan sendirinya. Padi inilah yang nantinya akan dijadikan bibit untuk menanam padi berikutnya. Apabila tidak dilakukan menurut kepercayaan masyakat daerah Selali ini akan berakibat rezeki pada panen berikutnya akan berkurang.

Prosesi upacara Nundang padi ini dilakukan selama tiga hari dua malam. Adapun susunan jadwal pelaksanaan Nundang padi yakni sebagai berikut:

1) Hari Jum’at

a. 08.00 WIB, Masak Lemang

Proses masak lemang dalam upacara ini sama sepeti masak Lemang pada umumnya, yang dibuat dari beras Ketan yang dicampur dengan santan kelapa dan garam kemudian dimasukan kedalam bambu yang dipotong-potong.

Persiapan memesak lemang ini dilakukan oleh kaum ibu-ibu. Setelah persiapan sudah selesai tinggal proses memasak lemang dengan kayu bakar, proses memasak lemang ini dilkukan oleh panitia laki-laki. Lemang yang sudah masak di makanan pada waktu jamuan pembukaan upacara Nundang padi.

b. 14.00 WIB, Pembukaan oleh Bupati Bengkulu Selatan

Setelah proses memasak lemang dan jamuan telah selesai, prosesi selanjutnya yaitu pembukaan oleh Bupati Bengkulu Selatan sekaligus mengesahkan bahwa upacara Nundang padi ini resmi dibuka.

c. 16.00 WIB, Naikkah Padi ke Dundangan

Naikan padi ke Dundangan merupakan proses memasukan padi yang sudah dipilih oleh paniatia kedalam kelambu yang telah disediakan. Prosesi ini dipimpin oleh Raja Inang Sari yang merupakan keturunan dari Puyang pagaruyuang dan panitia-panitia dari Nundang padi ini. Setelah padi dimasukan kedalam kelambu, tugas dari anak – anak yaitu menakari bibit padi ini, sehingga bibit padi ini bertambah banyak.

2) Jum’at Malam Sabtu

Pada malam ini diadakan lomba tari adat, tari adat dalam upacara Nundang padi ini berfungsi sebagai hiburan dan bertujuan agar kesenian yang ada khususnya di Kecamatan Pino Raya tidak tergeser oleh kesenian budaya luar. Peserta lomba tari adat ini berasal dari berbagai desa yang ada di Kecamatan Pino Raya yang dihadiri oleh pejabat pemerintahan Kecamatan Pino Raya. Lomba tari ini dimulai pukul 20.00 - 23.00, tari yang dilombakan adalah tari Andun.

3) Sabtu

Untuk hari sabtu, pukul 08.00 wib – 12.00 wib adalah penampilan tari-tarian, berupa tari andun, tari pedang, tari pencak silat, tari pisau duau. Tari-tarian ini dilakukan oleh laki-laki sebagai hiburan rakyat dalam rangkaian upacara adat Nundang padi. Setelah beristirahat, pukul 13.00 wib dilanjutka penampilan tari Bubu.

Tari Bubu merupakan tarian yang mengandung unsur magis. Yang ditarikan oleh 2 orang penari laki-laki, 1 orang pawang dan sebuah Bubu yang telah siap untuk ditarikan (sudah berbentuk menyerupai manusia). Dalam melaksanakan pertunjukan tarian Bubu ini, dilengkapi dengan beberapa syarat antara lain menghidangkan sesaji, karena tari Bubu ini memiliki unsur-unsur supernatural yang berhubungan dengan magis berupa makanan dan minuman, ramuan jeruk, kemenyan dan 7 buah lidi kelapa hijau.

Semua bahan-bahan ini dimanterai oleh pawang. Sebelum pertunjukan tari Bubu ini dimulai, Bubu ini dibaluti dengan kain yang menyerupai baju, kemudian dikasih tempurung bulat yang sudah dibersihkan untuk kepalanya kemudian dibuatkan mata, hidung, dan mulut. Setelah Bubu ini sudah menyerupai bentuk tubuh manusia, alat-alat yang digunakan dalam pertunjukan ini diasapi dengan bakaran kemenyan oleh pawang dengan tujuan untuk mensucikan dan mengesahkan bahwa benda-benda tersebut sudah menjadi benda-benda sakral yang memberi kekuatan gaib melalui roh-roh halus yang dipanggil.

Setelah semuanya sudah siap Bubu ini dipegang oleh seseorang yang sudah dimanterai oleh pawangnya dengan tujuan agar Bubu ini tidak berlari dan mengenai penonton, kemudian 7 buah lidi kelapa hijau tadi dibabatkan kepada Bubu dan mulailah Bubu tersebut menari. Dengan diiringi musik yang bervokal Rejung. Gerakan dalam tarian Bubu ini yaitu gerak Nyembah Mbuka, gerak Niru-Niru kemudian gerak terakhir yaitu gerakan Nyembah Penutup. Tempat pertunjukan tari Bubu dalam Upacara Nundang Padi adalah di atas pentas yang berbentuk empat persegi yang dibuat dan terletak didepan sebelah kiri dari tempat upacara Nundang padi. Pentas tempat tari Bubu ini digunakan untuk tempat pemusik yang mengiringi tarian-tarian yang dipertunjukan dalam upacara ini dan juga merupakan tempat pemuka-pemuka adat, ketua panitia, orang-orang penting lainya menyampaikan pidato, menyampaikan ucapan terimah kasih kepada semua pihak yang mendukung kelancaran dan kesuksesan upacara Nundang padi ini dan tempat.

Pada malamnya, pukul 20.00 wib – 22.00 WIB, pembacaan kitab Serapal Enam. Kitab Serapal Enam adalah kitab yang berisikan tentang do’a-do’a yang dipanjatkan kepada Tuhan sebagai ungkapan terimah kasih atas keberhasilan panen padi yang didapat. Pembacaan Kitab Serapal Enam ini dilakukan diatas pentas tempat tari Bubu yang Dipimpin oleh Raja Mangkoto Alam yang merupakan keturunan puyang pagaruyuang. Setelah pembacaan Kitab Sarapal Enam selesai dibacakan acara dilanjutkan lagi dengan tari Andun.

4) Minggu

a. 06.30 WIB, Tari Numbak Kebau

Tari Numbak Kebau adalah tarian yang hampir sama dengan tarian
Andun, tetapi dalam tarian ini menggunakan kerbau, tari ini merupakan tarian berkelompok yang menggunakan lidi sapu yang diselipkan ke jari-jari penari. Lidi sapu symbol dari tombak yang nantinya akan ditombakan kekerbau itu. Setelah tarian ini selaesai kerbau langsung disembelih yang daginganya digunakan untuk gulai (sayur) waktu jamuan. Sedangkan darahnya digunakan untuk mencuci padi yang sudah diturunkan dari Dundangan. Tari ini dilakukan di lapangan di depan panggung tempat dipertunjukan tari Bubu.

b. 09.00 WIB, Pembacaan Sejarah Nundang Padi

Pembacaan sejarah Nundang padi dilakukan oleh raja Inang Sari tepatnya di dalam kelambu tempat penyimpanan padi. Disini diceritakan tenang asal mula padi Wasilul Mukmini ( Raja Inang Sari ), bahwa zaman dahulu puyang Pagaruyuang menemukan sebuah biji padi yang besar sebesar buah kelapa yang ditemukan di Desa Selali. Biji padi inilah yang kemudian dijadikan bibit untuk ditanam dan dijadikan makanan sehari-hari sampai saat sekarang ini oleh masyaraka desa Selali.

c. 10.00 WIB, Mbasuah Beniah (Nyuci Benih) dan Pembagian Benih

Pada prosesi Mbasuah ( nyuci ) Beniah ( benih ) terlebih dahulu yang dilakukan adalah menurunkan padi dari kelambu kemudian dibasuah (dicuci ) dengan darah kerbau agar benih ini dapat berkembang biak dimana hasilnya nanti sesuai dengan apa yang kita harapkan. Prosesi mbasuah benih ini dilakukan ditempat pembacaan sejarah Nundang padi yang dipimpin oleh Raja Makoto Alam yang dibantu dengan panitia - panitia lainnya.

d. 14.00 WIB, Penutup

Setelah acara makan bersama selesai, benih atau padi tersebut di bagi-bagikan kepada seluruh masyarakat yang hadir dalam upacara Nundang padi ini, untuk dapat ditanam agar berkembang biak sesuai dengan hasil yang diinginkan.

Selain memiliki nilai budaya yang sangat tinggi, dan merupakan aset daerah sebagai salah satu bentuk wisata budaya yang perlu dilestarikan, tentunya pengelolaannya harus lebih ditingkatkan lagi, sehingga upacara adat Nundang padi ini bisa dijadikan salah satu daya tarik sendiri untuk wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Selain itu, upacara Adat Nundang padi ini memiliki nilai pendidikan berkarakter bangsa yang baik jika nilai-nilai itu senantiasa lestari di daerah ini. Adapun nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada upacara adat ini adalah :

1. Gotong royong, ini terlihat dari kegiatan gotong royong yang dilakukan warga dalam mempersiapkan penggalangan dana, tempat acara Nundang padi, dan mensukseskan acara ini. Masyarakat melakukan kegiatan gotong royong yang merupakan kebiasaan yang sudah lama ada tumbuh di daerahnya. Melalui gotong royong ini, maka upacara adat ini akan lebih mudah dilaksanakan.

2. Religius, adat nundang padi merupakan budaya yang syarat dengan nilai-nilai religius, misalnya percaya akan pemberian Allah terhadap usaha bertani di masyarakat. Kegiatan pembacaan kitab Sarapal Anam, yang merupakan doa-doa yang ditujukan kepada Allah SWT, sebagai bentuk pengharapan untuk diberikan panen yang melimpah.

3. Kerjasama, hal ini terlihat dari kerjasama masyarakat, panitia, dan keluarga besar keturunan raja Puyang Pagaruyung. Dimana bentuk kerjasamanya misalnya dalam membuat lemang, dalam pelaksanaan lomba tari andun, dan acara-acara sakral dalam kegiatan upacara adat ini.

4. Kejujuran, Hal ini terlihat dari tahapan memilih benih padi yang dilakukan oleh delapan anak kecil di dalam kelambu masing-masing. Anak-anak adalah simbol kejujuran, dan mereka harus benar-benar jujur melakukan penakaran terhadap bibit padi.

5. Disiplin, Hal ini dapat dilihat dari dipatuhinya jadwal pelaksanaan kegiatan Nundang padi, baik panitia maupun warga masyarakat harus patuh dan disiplin terhadap waktu pelaksanaan yang sudah disepakati, karena dengan kedisiplinan yang tinggi, maka acara akan berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

6. Tanggung jawab, hal ini dapat terlihat dari tanggung jawab yang dimiliki oleh kepanitiaan maupun warga dalam pelaksanaan kegiatan upacara adat ini. Bertanggung jawab dalam tugas yang telah dibebankan, sehingga setiap sesi acara dapat berjalan sukses.

*Guru SMA Negeri 1 Bengkulu Selatan/Komunitas Ayo Menulis Bengkulu