Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Membiarkan Pembangunan Mandeg

Paripurna LKPJ Wali Kota IVWAKIL Rakyat seharusnya merakyat. Lirik lagu yang dipopulerkan oleh penyanyi legendaris Iwan Fals itu tak mewujud dalam diri sebagian besar anggota DPRD Kota Bengkulu.

Bagaimana tidak. Ketika Pemerintah Kota berusaha untuk meningkatkan pembangunan kesejahteraan rakyat melalui berbagai upaya, DPRD Kota Bengkulu justru menolak dengan berbagai kewenangan yang mereka miliki.

Misalnya tentang program Dana Bergulir Satu Miliar Satu Kelurahan (Samisake) dan pinjaman Rp 250 miliar ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Anggota DPRD Kota Bengkulu beramai-ramai menolak program ini.

Dewan beralasan, Dana Bergulir Samisake harus ada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) terlebih dahulu. Sementara untuk pinjaman ke PT SMI, mereka menilai bahwa upaya ini akan memberatkan APBD, tidak tepat waktu karena diakhir masa jabatan Walikota Helmi Hasan dan tidak tepat sasaran karena ditujukan bukan untuk mendulang Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan untuk pembangunan infrastruktur.

Kita bisa menerima bila alasan penolakan itu waras dan rasional. Tapi dari alasan-alasan yang disampaikan, tidak menunjukkan kewarasan dan rasionalitas.

Coba periksa tentang keinginan dewan agar Dana Bergulir Samisake ada BLUD terlebih dahulu. Suatu keinginan tanpa landasan. Sebab, seperti yang sudah sering diungkapkan oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Bengkulu tentang revisi Peraturan Daerah (Perda) Samisake, Indra Sukma, BLUD hanya dapat terbentuk ketika revisi Perda telah disahkan oleh dewan bersama eksekutif.

Termasuk alasan penolakan pinjaman Rp 250 miliar ke PT SMI. Bila dikatakan bakal memberatkan APBD, bukankah pinjaman justru bertujuan untuk meringankan APBD untuk membangun dan mensejahterakan rakyat? Anggota Komisi XI DPR RI dr Annarulita Muctar yang juga mantan anggota DPRD Kota Bengkulu telah menjamin bahwa pengembalian pinjaman tidak memberatkan daerah yang meminjam.

Bila dikatakan pinjaman itu tidak tepat waktunya karena diakhir masa jabatan Walikota Helmi Hasan, alasan ini lebih kental nuansa politisnya ketimbang mencerminkan semangat membangun Kota Bengkulu. Sebab, bila anggota dewan kita jujur, mereka pasti mengetahui bahwa Pemerintah Kota Bengkulu baru mendapatkan penjelasan utuh mengenai PT SMI ketika perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) milik Pemerintah Indonesia ini berkunjung ke Kota Bengkulu pada 9 November 2016 kemarin. Kita bisa saja menunggu pemerintahan baru, tapi upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan ketertinggalan tidak boleh ditunda-tunda.

Kemudian alasan bahwa pinjaman itu tidak tepat sasaran karena ditujukan bukan untuk mendulang Pendapatan Asli Daerah (PAD) bahkan seperti alasan yang dibuat-buat. Dalam profil perusahaan jelas-jelas disebutkan bahwa PT SMI memainkan peran aktif dalam memfasilitasi pembiayaan infrastruktur, melakukan kegiatan pengembangan proyek dan melayani jasa konsultasi untuk proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.

DPRD Kota Bengkulu sebenarnya sudah mengetahui bahwa ketika upaya-upaya itu disahkan dalam bentuk Perda, maka akan melewati proses evaluasi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga ketika memang Perda itu salah, maka Gubernur dan Kemendagri tentu akan menolak. Dalam hal ini, ketakutan anggota-anggota dewan yang terhormat lebih tampak seperti ketakutan seseorang akan bayangannya sendiri yang dikiranya sebagai hantu.

Kita masih memelihara optimisme bahwa para wakil rakyat di Kota Bengkulu bersedia untuk mengesahkan revisi Perda Dana Bergulir Samisake karena angka pengangguran di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu saat ini semakin tinggi, sementara kelaparan tidak bisa menunggu.

Dan kita juga menyimpan ekspektasi DPRD Kota Bengkulu dapat menerima pinjaman kepada PT SMI itu sebagaimana yang sudah dilakukan oleh DPRD Kutai Kartanegara yang akhirnya merestui langkah Pemkab Kukar untuk meminjam dana senilai Rp 950 miliar guna membiayai pembangunan jalan/jembatan pile slab dari Jembatan Martadipura ke Jembatan Pela kemudian Jembatan Pela ke Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai, meski awalnya juga diwarnai dengan penolakan.

Optimisme itu kita pelihara karena kita sadar bahwa sejatinya DPRD Kota Bengkulu merupakan orang-orang pilihan rakyat yang setia akan janji dan sumpah mereka ketika dilantik. Wakil-wakil rakyat kita itu pasti tidak akan membiarkan pembangunan berjalan mandeg, sehingga Kota Bengkulu dapat maju, sejajar dengan kota-kota besar lain di Indonesia.