Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Hadapi MEA, Produktivitas ASN Harus Digenjot

MEAJAKARTA, PB - Produktivitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan internasionalisasi perguruan tinggi, merupakan dua aspek penting dari berbagai aspek lainnya dalam meningkatkan daya saing bangsa Indonesia untuk berperan dan berinteraksi aktif dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal ini disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi.


Tidak hanya MEA saja, kata politikus Partai Hanura ini, Indonesia kedepan juga akan dihadapkan pada berbagai bentuk kaukus kerja sama lainnya. Misalnya Free Trade Agreement Free Trade Agreement (FTA), European Union (EU), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan The Trans-Pacific Partnership (TPP).


Jadi, Guru Besar Unas ini menegaskan, birokrasi harus berperan dan mampu mempengaruhi tantangan ekonomi tersebut. "Untuk itu, peran birokrasi yang bersih, efisien dan melayani sangatlah penting sebab birokrasi harus mampu menjadi katalisator perubahan di masyarakat ke arah yang lebih baik," jelasnya.


Yuddy menambahkan, dalam The Global Competitiveness Report 2015-2016 (World Economic Forum), Indonesia berada pada peringkat ke-37 dari 140 negara. "Jika dibandingkan dengan anggota ASEAN lainnya peringkat kita masih berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand yang masing- masing menduduki peringkat ke-2, ke-18 dan ke-32," ujarnya.


Maka dari itu Yuddy berharap, birokrasi di semua tingkatan pemerintahan dituntut untuk lebih adaptif dan antisipatif terhadap berbagai perubahan yang sedang dan akan terjadi. (Baca juga: MEA, Pemda Harus Mampu Berkompetisi)


Berubah Atau Dicopot


Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga menyampaikan hal yang sama. Jokowi mengatakan birokrasi harus berubah untuk dapat menghadapi kompetisi. Etos kerja dan budaya kerja juga harus berubah. "Jika tidak berubah, kita akan tertinggal dari negara lain. Ada 2 pilihan bagi para pejabat, berubah atau dicopot," tegas Jokowi.


Menurutnya, Indonesia saat ini menghadapi perubahan global yang sangat cepat. Krisis dunia silih berganti, mulai dari penurunan suku bunga the Fed, krisis Yunani dan depresiasi Yuan. Agar bisa mengikuti perubahan, bisa bersaing, Presiden Jokowi meminta aparatur negara juga bisa bergerak dengan cepat.


Namun, untuk melakukan perubahan tersebut, Indonesia masih terjerat oleh aturan-aturan yang sedemikian banyak. "Oleh karena itu, saya perintahkan lakukan deregulasi, sederhanakan berbagai aturan dan prosedur yang ada, agar kita dan masyarakat dapat melaksanakan berbagai kegiatan dengan cepat," ungkapnya.


Salah satu reformasi yang harus dilakukan adalah reformasi dalam penganggaran. Presiden mengatakan, penganggaran kita harus berubah dari money follow function/organisasi ke money follow program. Jangan bagi rata anggaran, tapi tentukan prioritas. Misalnya di Kementerian PU, kalau prioritas tahun ini bikin jalan, sebagian besar anggaran harus dialokasikan ke pembangunan jalan.


Dia juga menginstruksikan untuk tidak lagi memakai kata-kata absurd yang tidak jelas dalam penganggaran. "Hilangkan kata 'penguatan', 'pemberdayaan', 'sinkronisasi', 'harmonisasi', dan lain-lain," ucapnya.


Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menekankan agar jangan terlalu banyak program atau efesiensi belanja operasional/belanja barang. Perbesar belanja modal untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. [GP]