Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Ekonomi Bengkulu Belum Pulih

Dari Catatan Akhir Tahun Bank Indonesia

IST - Tabel Pertumbuhan Ekonomi BengkuluBANK Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan ekonomi 2015 hanya 5,2 persen. Meski berada di atas nasional, angka tersebut bisa dibilang sebuah sinyal waspada. Pasalanya angka itu merupakan level terendah perekonomian Bengkulu sejak 4 tahun terakhir ini.

Berdasarkan data BI, tercatat pertumbuhan ekonomi Bengkulu sempat jaya di tahun 2012. Pada tahun itu, angka pertumbuhan ekonomi Bengkulu menembus 6,8 persen. Namun seiring berjalan waktu, angkanya terus turun dan turun. Di tahun 2013, pertumbuhan ekonomi jadi 6,6 persen. Turun lagi di tahun 2014, menjadi 5,5 persen.

Disampaikan oleh Kepala BI Perwakilan Bengkulu Bambang Himawan penyebab terus melambatnya ekonomi Bengkulu akibat faktor eksternal. Dimana goyahnya ekonomi internasional dituding menjadi biang kerok utama dari permasalahan ini.

Misalnya, krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008, krisis Uni Eropa 2013, krisis Yunani, rebalancing ekonomi Tiongkok, dan lainnya. Faktor-faktor global ini memukul ekonomi Indonesia secara nasional dan akhirnya berdampak ke tanah kelahirannya Fatmawati Sukarno ini.

Bank Sentral sendiri akhirnya melakukan beberapa intervensi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa upaya tersebut dinilai berhasil menstabilkan goncangan ekonomi. Angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi akhirnya menuju sasaran.

Selain itu, Bambang menerangkan ada beberapa faktor lain yang menyebabkan perekonomian Bengkulu tak bisa survive. Diantaranya sebagai berikut:

1. Money outflow (uang keluar) sangat tinggi
2. Konsumsi produk lokal rendah
3. Daya saing produk lokal rendah
4. Suku bunga kredit lebih mahal
5. Ekspor bergantung komoditas mentah
6. Industri lokal tidak tumbuh
7. Produktivitas pangan rendah
8. Infrastruktur terbatas
9. Kualitas SDM yang masih perlu ditingkatkan

Poin pertama diatas menjadi catatan paling penting dari BI. Pasalnya, dari total transaksi pemasok retail, BI mencatat uang keluar dari Provinsi Bengkulu sebesar 80 persen. Parahnya, money outflow tersebut didominasi oleh suplier luar, sebesar 72,39 persen dari total pemasok retail. Sementara 27,61 persen sisanya untuk pemasok domestik.

Dengan data-data tersebut, BI menelurkan beberapa saran untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Provinsi Bengkulu. Kampanye cintai produk lokal masih menjadi andalan bank sentral ini. Sebab pemanfaatan produk lokal akan bisa menumbuhkan bisnis lokal yang akhirnya bisa menciptakan lapangan kerja. Jika sudah begitu, maka pendapatan dan daya beli masyarakat bisa naik.

Untuk di desa, peningkatan likuiditas bisa dilakukan dengan cara mengoptimalisasi dana desa, industri desa yang mensuplai kota, transfer dana sosial ke desa, pembangunan infrastruktur dan stabilisasi harga kebutuhan masyarakat desa. Tujuannya tak lain adalah menaikkan daya beli masyarakat desa.

Lalu bagaimana meningkatakan likuiditas kota? Hal yang paling pokok adalah dengan menumbuhkan bisnis lokal. Bambang Himawan berharap agar setiap bisnis lokal bisa memiliki rekening lokal.

Saran BI untuk meningkatkan likuiditas desa dan kota lainnnya adalah dengan cara meningkatkan DPK (Dana Pihak Ketiga) Bank Lokal. Selain itu cost of refund juga penting untuk diturunkan agar suku bunga kompetitif. Dengan demikian sirkulasi uang beredar naik dan ekonomi lokal tumbuh.

Optimisme di Tahun Monyet Api
Bambang Himawan mengatakan masih ada secercah harapan untuk menatap masa depan perekonomian Bengkulu. Tren positif ekonomi nasional akan berdampak pada ekonomi di tahun 2016.

Bahkan, dia memprediksi pertumbuhan ekonomi Bengkulu akan naik di tahun monyet api nanti. Angkanya ditaksir berada diantara 5,3-5,7 persen. Optimisme BI ini didasarkan pada beberapa hal. Misalnya, perbaikan harga Sawit, komitmen pemerintah untuk mendorong penyerapan anggaran APBN 2016 dan kenaikan dana desa untuk Bengkulu.

Selanjutnya, Bambang mengatakan kebijakan BI dan OJK untuk mendorong rasio kredit UMKM Bank Umum menjadi 10 persen terhadap total kredit tahun 2016. “Rencana pemerintah untuk memangkas suku bunga KUR menjadi sebesar 9 persen juga akan berpengaruh baik,” kata dia. [Gara Panitra]