Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Karet Oh Karet

(Analisis Prinsip Kekuasaan Tiga Pilar dalam Fenomena Anjloknya Harga Karet Dunia)


Oleh : Dita Verolyna*

Dita Verolyna (1)Berdasarkan dimensinya, kekuasaan dalam kehidupan bernegara terbagi menjadi tiga pilar yaitu dimensi politik (state), dimensi ekonomi dengan pilar pasar (market) dan dimensi sosial-budaya dengan pilarnya civil society. Negara berhak mengeluarkan intervensi jika diperlukan dalam bidang ekonomi dengan mengeluarkan kebijakan. Sedangkan pasar mengatur dirinya sendiri. Pasar digerakkan oleh individu-individu yang memiliki hak untuk mengatur, mengontrol, dan mengarahkan pasar itu sendiri. Negara tidak boleh campur tangan, kecuali hanya bila diperlukan intervensi negara dalam mengontrol kebebasan individu untuk mengejar keuntungan pribadi dan masyarakat sendiri diartikan sebagai masyarakat yang mandiri yang dapat memberikan kekuatan apabila negara dan pasar mengalami kegagalan (Damsar, 2011).

Richard Falk (on Human Toward a New Global Politics, 1995) menyebutkan apabila market dan state bersatu maka yang akan terjadi adalah inhumance governance. Apabila society dan market bersatu menghadapi state maka yang akan terjadi adalah pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Bila society dan state bersatu menghadapi market, yang akan terjadi adalah penjinakan market yaitu kebijakan-kebijakan yang mengurangi kesewenang-wenangan market.

* * *

Harga karet untuk pengiriman April 2016, kontrak teraktif di Tokyo Commodity Exchange, ditutup melemah 3,13 persen ke harga 154,70 yen per kilogram. Harga karet merosot bersama harga komoditas lain akibat aksi cari aman investor mengantisipasi penaikan Fed Fund Rate dan menjelang libur panjang bursa. Dolar menguat tajam setelah beberapa anggota FOMC memberikan pernyataan yang memperkuat spekulasi suku bunga AS mulai dinaikkan pada Desember. Harga komoditas merosot tajam di London Metal exchange. Harga tembaga, aluminimum dan seng merosot ke level terendah sejak 2009. Nikel bahkan menyentuh harga terendah sejak 2003. Pelaku pasar cemas terhadap kenaikan suku bunga AS yang akan menekan harga karet. Kecemasan itu membuat seluruh harga asset berisiko turun termasuk karet (Blommberg).

Petani Karet Merugi

Dalam satu tahun terakhir harga karet semakin merosot tajam. Harga karet yang semakin anjlok membuat para petani sangat menderita. Hampir seluruh petani merasakan penderitaan ini. Mulai dari Kalimantan hingga Sumatera. Kecemasan ratusan ribu petani ini sangat beralasan karena mereka sangat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Data yang diperoleh dari Analisis Pasar Oktober 2015 GAPKINDO (gabungan pengusaha karet Indonesia) menyebutkan bahwa urutan produksi karet alam per negara dimana Thailand menduduki urutan pertama kemudian disusul oleh Indonesia, Malaysia, India dan Vietnam. Produksi Thailand mengalami kenaikan 5 persen. Sedangkan Malaysia mengalami penurunan produksi 3 persen dan India 2 persen. Untuk permintaan sendiri konsumsi karet alam per Negara sperti China, Eropa-28, India, USA dan Japan menunjukkan bahwa USA mengalami peningkatan konsumsi sebanyak 4 persen dan kebalikannya, India menurun sebesar 1%. Melemahnya permintaan disebabkan lesunya penjualan ban khususnya di negara-negara berkembang dan adanya beberapa subsitutsi synthetic Rubber di China.

Harga komoditas karet mudah dimainkan oleh para pelaku pasar dunia. Menurut Harian Kompas, pasokan karet mencapai 3 juta ton per tahun. Namun tidak diimbangi oleh produksi di industri hilir. Lebih dari 80 persen produksi karet mentah dalam negeri mengalir keluar negeri dengan harga yang fluktuatif. Jika pemerintah tidak turun tangan untuk membuat terobosan menyelamatkan industri perkebunan dalam negeri kejatuhan harga pasar akan terus berlanjut, ini dikhawatirkan akan mempengaruhi produksi nasioal secara keseluruhan dan tentu saja akan mempengaruhi defisit transaksi berjalan perdagangan Indonesia (detik.com)

Harga yang terus anjlok disebabkan oleh turunnya permintaan karet di pasar dunia. Hal ini teidak terlepas dari timbulnya krisis di beberapa negara tujuan ekspor. Mereka memilih mengganti bahan baku karet mentah dari Indonesia dengan bahan alternatif lain dengan biaya produksi yang lebih rendah. Kebijakan tentang substitusi negara ekspor tersebut tentu saja merupakan pil pahit yang harus ditelan opeh petani karet kita. Itu artinya, petani akan kehilangan pasar untuk menjual hasil produksi.

Disini kekuasaan negara bermain. Penyediaan pasar dalam negeri dapat dijadikan solusi pemerintah untuk mengatasi lemahnya penyerapan dari luar negeri yang telah mengakibatkan penurunan harga di tingkat petani. Berbagai produk diperkirakan bisa dihasilkan pengusaha karet dalam negeri seperti pembuatan aspal, dok kapal, sistem anti gempa gedung dan rel kereta api yang menggunakan bantalan karet dan bahan untuk pintu air irigasi. Menurut Ketua GAPKINDO yang diansir Okezone.com suplai karet di luar negeri harus dikurangi karena harga terus turun akibat membludaknya pasokan di luar negeri di tengah penurunan ekonomi negara pengimpor karet. Kondisi ini semakin diperparah dengan munculnya tiga negara baru pengekspor karet Laos, Vietnam, Myanmar dan Kamaboja yang katanya memiliki kualitas karet lebih baik dibandingkan dengan Indonesia.

Kalau harga semakin turun tentu saja tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani karet, intervensi pemerintah sangat diperlukan sebelum masyarakat mulai berpikir tidak perlu menanam karet. Kekuasaan negara sebagai pengontrol dalam sistem ekonomi dapat membantu para petani dalam menemukan titik terang tentang stabilnya harga karet mentah. Anggaplah disini terjadi kegagalan pasar, maka peran negara dan masyarakat sangat diperlukan untuk meruntuhkan kesewenang-wenangan pasar. Pemerintah kita diharapkan menerapkan harga standar untuk pembelian karet mentah di petani dan mulai berpikir untuk menerapkan pola produksi setengah jadi.

Dampak Penurunan Harga Karet

Penurunan harga karet yang semakin tajam dari hari ke hari akan membuat angka kemiskinan tinggi. Petani tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, ditambah lagi keperluan sekolah anak bahkan cicilan kendaraan. Masyarakat sebagai pemegang kekuasaan harusnya ikut mendesak pemerintah agar menyikapi segera masalah harga karet ini. Masyarakat dituntut sebagai penggerak agar dapat menyelaraskan tiga kekuasaan yang disebutkan sebelumnya tadi.

Petani memproduksi karet untuk diekspor ke negara yang membutuhkan bahan baku karet mentah. Harga pasar ditentukan sepenuhnya oleh pasar yang disini adalah negara tujuan ekspor. Pemernintah sama sekali tidak melakukan campur tangan terhadap harga karet mentah. Sehingga yang terjadi adalah monopoli harga yang ditentukan secara sepihak. Padahal kenyataannya kita adalah produsen seharusnya kita yang menentukan harga. Apabila kebijakan pemerintah tidak mensejahterahkan maka hanya akan membuat para petani karet semakin miris. Program terobosan baru harusnya dihadirkan untuk menyelesaikan persoalan ini. Untuk menaikkan taraf hidup tentunya, agar angka kemiskinan tidak melonjak. Sudah saatnya pemerintah mulai memperhatikan nasib petani karet dengan aplikasi kebijakan yang nyata.

*Mahasiswi Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu