Suatu hari, saya menelpon bapak, panggilan akrab kami “Bak.” Suara beliau di ujung telepon terdengar hangat dan familiar. Saya sempat mengejek tentang pilihan politik beliau yang memilih Prabowo dengan alasan kasihan, karena Prabowo sudah tua dan sudah kalah terus menerus 😁, dan serta ketertarikan beliau kepada cryptocurrency, yang bagi seorang lansia seolah menjadi simbol keterbukaan terhadap modernitas dan risiko baru. Namun, percakapan panjang itu tersentak berhenti ketika bapak bercerita tentang kesibukannya sehari-hari, dia masih motong karet, mengurus sawah.
Sebagai anak lelaki, saya merasa canggung sekaligus khawatir. Bapak, yang seharusnya menikmati masa pensiun yang tenang, memilih untuk tetap aktif, bukan sekadar untuk produktif ,tetapi karena aktivitas itu sendiri bagi beliau menjadi inti dari hidup, dan proses menyusun makna baru sebagai manusia. Janji pensiun yang pernah beliau sampaikan, bahwa setelah pulang dari haji, beliau akan menenangkan diri dan menyerahkan sebagian besar aktivitas material. Ternyata bukanlah pengertian pensiun yang bisa saya bayangkan. Bagi bapak, pensiun bukan tentang berhenti total, melainkan tentang tetap hidup dalam kemandirian ekonomi dan sosial, agar tidak menggangu hubungan vertikal nya dengan Tuhan. Tetap bertani bagi dia demi menjaga tubuh tetap kuat, pikiran tetap tajam, dan hari-hari tetap berisi.
Pengalaman pribadi ini membuka pertanyaan lebih besar dalam pikiran saya, apa sebenarnya makna pensiun? Bagaimana seseorang dapat menyeimbangkan kebutuhan material, kebajikan, dan telos ( Tujuan akhir dari hidup dalam usaha pencarian makna) di usia tua? Apakah pensiun dalam artian umum adalah sesuatu yang membebaskan seseorang dari kekalutan relasi sosial ( ini adalah Gamenya), dan berdaya secara ekonomi, lalu memilih menyendiri dalam ketenangan?
Tidak lama setelahnya, via WA saya hubungi seorang teman yang menetap di Bogor. Fokus kami selain bicara Bitcoin, tetapi tentang pensiun. Kami bertukar pandangan tentang bagaimana masa tua seharusnya memungkinkan seseorang menekuni kebajikan, refleksi, dan ketenangan setelah puluhan tahun bertempur dengan realita.
Dalam pandangan ideal, pensiun adalah fase damai, di mana manusia bisa memperlambat langkah, menekuni kehidupan reflektif, beribadah, atau menikmati kesederhanaan yang bermakna. Saya tahu bahwa saya dan teman saya belum punya kriteria dasar dari makna pensiun. Ya karena kita belum ada di fase itu. Tapi sebagai langkah untuk menyusun telos, ada beberapa narasi yang bisa digunakan untuk menerangkan kemungkinan realita yang terjadi di waktu itu, nanti!
Lalu, bagaimana dengan realitas sosial hari ini menyangkut game ( permainan) Pensiun, hari ini secara umum terjadi di Indonesia?
Saya membawa arti pensiun kedalam siklus panaptikon. Bahwa pensiun adalah model labrin ( saya menggunakan pendekatan Foucault) , sebuah permainan rumit, di mana sebagian besar orang tersesat dan mati didalamnya sebelum mencapai tujuan akhir yang damai. Hanya sebagian kecil yang memiliki peta dan kompas; jaminan pensiun, tabungan, warisan, atau privilese sosial.
Di Indonesia, hanya sekitar 5% rumah tangga lansia memiliki jaminan pensiun formal pada 2024. Sisanya tetap harus bekerja, mayoritas di sektor informal, demi sekadar bertahan hidup. Banyak yang tersesat, keluar dengan kelelahan, dan sebagian mati tanpa pernah menyentuh “pintu keluar” yang dijanjikan. Ini suatu kekacauan sempurna bagi negara yang secara teoritis menganut paham kesejahteraan sosial.
Sementara itu, beberapa tokoh yang memiliki modal sosial, politik, dan ekonomi menentukan cara menavigasi labirin dengan hasil yang berbeda. Warren Buffett misalnya, baru memutuskan mundur sebagai CEO di usia 94, tetap terlibat dalam pengambilan keputusan besar. Sisi lain para politisi bangkotan seperti Prabowo Subianto, SBY, dan Jokowi, LBP, tetap memilih berada didalam game pensiun yang rumit. Mereka masih memilih untuk terlibat aktif dalam politik hutan rimba, memainkan ritme, menetapkan regulasi, seolah-olah mereka akan hidup seribu tahun lagi.
Elit yang seharusnya sudah pensiun, tapi tidak mau melepaskan kontrol terhadap game. Tapi, walaupun dalam kondisi mengontrol game, substansinya, game yang mereka ciptakan juga berdampak pada pembentukan siklus baru; labirin yang mereka ciptakan untuk diri mereka sendiri -- baik dalam kondisi sadar atau tidak. Artinya ada dua labirin yang sedang bekerja. Pertama adalah labirin yang menyesatkan para elit itu sendiri, kedua adalah labirin yang lain, yang mereka ciptakan untuk populasi mayoritas .
Saya menyebutnya sebagai komorbid syndrome. Penyakit kejiwaan yang akut, mengikat dan menjangkiti para aktor elit. Komorbid syndrom memaksa mereka untuk tetap berada didalam game dan tidak pernah bisa keluar lagi sampai mati.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa di lapisan Klass sosial tertentu, pensiun bukan semata soal berhenti bekerja, tetapi soal bagaimana modal sosial dan kekuasaan dapat mengubah tujuan akhir pensiun menjadi kelanjutan pengaruh dan kerakusan. Puncak dari gamenya adalah terhempas kedalam komorbid syndrom. Sebuah ambisi kerakusan tidak pernah selesai, "sebuah cerita manusia yang haus meminum air garam" - dampak dari kontrol terhadap Klass sosial yang lain, lalu membawa konsekuensi turunan, merantai mereka masuk kedalam game pensiun yang mereka ciptakan sendiri.
Jika Game Pensiun adalah kehidupan bermakna dicapai melalui refleksi dan kebajikan, seperti yang diceritakan oleh Aries Toteles tentang Eudaimonia. Tentu realita Indonesia, dari paparan data, mayoritas lansia kita masih terjebak dalam kerja keras demi upaya mencukupi kebutuhan dasar. Posisi ini menunda makna telos bisa operatif.
Posisi telos yang tidak operatif, artinya distribusi keadilan terganggu, tidak melindungi kelompok lansia - kelompok rentan, ( ini masih ada pengecualian, lansia atau kelompok pensiun disini adalah kelompok diluar angka 5% yang disebut BPS). .kita mungkin akan melihat ini sebagai sesuatu yang timpang, sesuatu yang menegaskan terjadinya ketidakadilan struktural, di mana hanya segelintir yang dapat menikmati masa tua damai. Tapi ini game, sesuatu yang diciptakan memang "Harus seperti itu" cara mainnya.
Ya, saya harap kita mengerti bagaimana model Zero sum game bekerja.
Jika kita melihat kedalam perspektif Foucault, dimensi kekuasaan bekerja tidak memilih usia. Usia muda mungkin diarahkan kedalam model "rat racer", sedangkan usia tua atau usia pensiun, game-nya demi memperkuat dominasi nilai yang telah teresap sampai tua. Ini sangat berakar. Anomalinya terjadi pada para pensiunan yang berhasil keluar labirin. Kelompok ini berhasil menjadi arsitek,.kemungkinannya mereka akan mengambil bagian dalam menentukan rule dari labirin, atau membentuk game baru - sistem baru, menetapkan aturan demi menjaga hierarki sosial tetap bekerja sesuai dari siklus yang mereka inginkan.
Game yang diperuntukkan bagi Mayoritas adalah para Pensiunan gagal keluar dari labirin, yang ikut mengisi bagian paling bawah dari Piramida sosial. Artinya; usia pensiun mengikuti ritme nilai kapitalistik. Dia tetap harus bekerja demi dan untuk menopang kelas elit (lihat beberapa pustaka Marxis). Hak pensiun hanya tersedia bagi mereka yang memiliki privilese atau kekuatan relasi dan modal. Ini seperti cerita Hannah Arendt tentang vita contemplativa, hidup reflektif dan kebajikan; namun sebagian besar manusia tetap terjebak dalam vita activa, bekerja tanpa henti karena tekanan sosial, finansial, dan ekspektasi masyarakat.
Secara gamblang kita melihat persoalan pensiun bukan sekadar soal waktu atau finansial; ia adalah tentang akses ke kebajikan, struktur sosial, dan kekuasaan. Jika yang kita saksikan hanya sebagian kecil dari populasi yang menemukan pintu keluar, untuk masuk kedalam ruang hidup lebih baik. Pendapat kita berikutnya adalah bukan sekedar distribusi terganggu yang terganggu, tetapi ini adalah rantai sosial yang dibentuk oleh rantai sosial yang lain. semacan sosial konjungtion.
Permainan ini akan ditentukan kemana titik akhirnya. Developer gamenya akan menentukan siklus sebagai tumbal eksistensi, sedangkan dilapisan populasi kelas sosial yang lain, ini bisa jadi kewajaran yang terpaksa di terima. Sesuatu yang menegaskan bahwa Persoalan akhir dari game ini tidaklah sama. Yang keluar dari labirin, akan membentuk lapisan elit lalu menciptakan permainan baru bagi generasi muda yang nanti bakal tua - generasi muda akan segera berlari, dan mengulang labirin yang sama- ya sama seperti bobot permainan yang dimainkan oleh generasi sebelumnya.
Pengalaman bapak saya menunjukkan bahwa pensiun juga bisa menjadi refleksi pribadi, di mana tetap aktif adalah cara manusia biasa menghadapi labirin lintas generasi, menjaga makna hidup, dan tetap mengejar kebajikan sesuai telos masing-masing. Dalam perspektif itu, pensiun bukan akhir, tetapi transformasi: kesempatan untuk hidup dengan kesadaran, kebajikan, dan makna yang mendalam, meski dunia tetap menuntut dan labirin terus berlanjut. Sesuatu yang khas bagi Masyarakat sosialisme awal yang tidak mengenal istilah pensiun dalam defenisi awam
Bagi sisi lainnya Pensiun berarti strategi telah ter-asah sempurna. Sistem imun bekerja secara baik dalam menghadang virus dari lawan politik. Pensiun sama dengan kelanjutan dari permainan yang tidak pernah kenal istilah selesai, ada game baru yang harus diciptakan , ada ekspansi dan aksi korporasi yang harus dijadwalkan. Kelompok ini adalah kelompok yang terjebak dalam komorbid syndrom - menjangkiti para politikus dan elit ekonomi.
Lalu ada lapisan Piramida paling bawah, rantai game pensiun yang paling tragis dan brutal. Lahir dan terpaksa menerima beban, akibat dari ketimpangan pembangunan serta keterbatasan sumber daya, baik secara pengetahuan, psikologis, kebiasaan hidup sampai pada tempat komoditas industri menemukan pasarnya.
Sekarang, bagaimana dengan kita? Apa makna pensiun yang bisa kita bicarakan di era kita? Game seperti apa yang kita masuki? Bagaimana kita menghadapinya?
Pensiun adalah identitas yang menunjukkan peralihan aktivitas produktif manusia moderen yang menyangkut profesi dalam kehidupan sosial. Model ini berkembang semenjak lahirnya stratifikasi profesi, lahir di era kapitalism dan bertahan sampai sekarang. Walaupun konsep Pensiun di era sekarang telah mengalami perubahan, dengan berkembangnya gerakan tentang kemerdekaan finansial. Tentu makna pensiun tidak lagi terikat pada umur, tetapi lebih pada kemampuan secara finansial untuk menjaga stabilitas saat memutuskan untuk berhenti bekerja secara total.
Sedangkan game pensiun adalah model main yang menunjukkan perbedaan yang terjadi di aneka macam profesi secara radikal.
Wallahualam
Penulis Asli Bengkulu, sekarang Domisili Di Bandung, Founder DCBInd.Corp, menaungi Brand Dcendolin, Teheula dan Cho fruits
