Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Viral, Kiprah Pengajar Muda Bengkulu di Pelosok Terpencil Papua

SEBUAH testimoni yang disampaikan Sigit Arifianto, viral di media sosial. Meski baru diunggah pada Minggu (27/8/2017), pukul 08.08 WIB, namun pada Selasa (29/8/2017), testimoninya yang diunggah diakun Facebooknya itu sudah dibagikan sebanyak 785 kali.

Testimoni ini disukai oleh 5,6 ribu lebih pengguna jejaring sosial yang berkantor pusat di Menlo Park, California, Amerika Serikat tersebut. Selain itu, ia juga mendapatkan 1,6 ribu lebih komentar yang berisi dukungan atas apa yang ia lakukan.

Berikut testimoninya:

Namaku Sigit, sarjana ekonomi dari Universitas Bengkulu, aku berasal dari Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Sejak masa kuliah, Papua sudah menjadi tanah impian bagiku. Tanah yang suatu hari harus aku datangi. Demi mewujudkan impian itu, pada tahun 2016 aku meninggalkan karirku di salah satu perusahaan keuangan multinasional di Jakarta untuk bergabung dengan program Pengajar Muda yang diinisasi oleh Yayasan Gerakan Indonesia mengajar.

Menyasar sarjana-sarjana terbaik bangsa dari berbagai jurusan, program ini bertujuan mengisi kekosongan guru dan sebagai wahana mengasah kepemimpinan. Aku menjadi bagian dari 40 pengajar muda 13 yang terpilih dari 9.832 pendaftar.

Aku mendapat penempatan di Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 2007 ini berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini. Aku mengajar di SD Inpres Pepera yang terletak di Kampung Abitpasik, Distrik Pepera.

Sejak otonomi khusus papua menggunakan istilah kampung sebagai pengganti desa dan distrik untuk kecamatan. Kampung Abitpasik adalah kampung di tengah pegunungan jayawijaya, kampungku belum ada listrik & sinyal. Makanan pokok kami ubi & keladi. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani. Warga kampungku semua suku asli Papua, mereka sangat baik dan toleran.

Keberadaanku disini tidak lain atas niat kemanusiaan. Tak ada yang kuinginkan selain dari melihat Orang Papua maju. Selalu terbayang olehku di masa depan, Papua yang damai dengan generasi penerus yang terpelajar. Sudah hampir satu tahun aku mengabdi di tapal batas bumi cendrawasih, mengisi hari-hariku dengan mengajar anak-anak negeri. Aku sedikit demi sedikit mulai memahami banyak hal yang selama ini selalu menjadi pertanyaan, mengapa Papua tertinggal.

Tanah Papua memiliki keistimewaan sehingga diperlukan pendekatan kultur hingga pembangunan dan pendidikan bisa berjalan baik. Dan ini adalah cerita tentang langkah kecilku menggapai impian itu serta upayaku memahami keunikan papua. Aku share cerita ini lewat blog & sosmed agar makin banyak orang yang mengenal dan peduli Papua, meski berarti beberapa bulan sekali aku harus berjalan kaki 8 jam melewati hutan untuk mencari sinyal di kota.

Apa yang dilakukan Sigit layak menjadi inspirasi bagi sebagian besar pemuda Bengkulu. Pasalnya, di Bengkulu sendiri, kondisi pendidikan tidak jauh lebih baik dari daerah-daerah lain di timur Indonesia. Bahkan, di Desa Langgar Jaya Kecamatan Berami Ilir Kabupaten Kepahiang, anak-anak harus berjalan kaki melewati hutan sepanjang tiga kilometer ke Desa Damar Kencana kalau mau sekolah. [**]

Baca juga : Memprihatinkan, Desa Penghasil Kopi Terbesar di Kepahiang Terisolir

Foto: Sigit Arifianto