Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Manu Chao Melawan dengan Musik

Di setiap masa musik protes selalu punya tokohnya. Jika di tahun 1960-an, ada Bob Dylan dan Joan Baez, di tahun 1990-an, ada Rage Against The Machine (RATM), maka sekarang kita patut menyebut nama Manu Chao.



Di Indonesia, Manu Chao memang belum populer. Tetapi di luar sana, terutama di Eropa dan Amerika latin, musik Manu Chao justru menggebrak dan sangat populer.

Dia pernah pentas dihadapan ratusan ribu orang di Zocalo, Meksiko. Di tahun 2007, dia hadir di festival musik Coachella di California, Amerika Serikat. Lalu di tahun 2014 lalu, Manu Chao tampil di Woodstock Festival Polandia yang menghadirkan sekitar 400.000 penonton.

Album pertamanya, Clandestino (1998), termasuk album terlaris dalam sejarah Perancis dengan 2,5 juta kopi. Sedangkan album keduanya, Próxima Estación: Esperanza, berada dipuDi tahun 2002, BBC menobatkannya sebagai pemenang kompetisi musik dunia.

Menariknya, kendati mulai menjulang tinggi di gelanggang permusikan dunia, Manu Chao tidak meninggalkan karakter politis dalam musiknya dan menolak patuh pada rayuan industri musik kapitalis.

Mengenal Politik

Pemilik nama asli José-Manuel Thomas Arthur Chao dilahirkan di Spanyol, 21 juni 1961, dari seorang ayah Galisia dan ibunya yang Basque. Saat masih balita, keluarga Manu pindah ke Paris, Perancis, untuk menghindari kediktatoran Franco.

Hidup di penggiran kota Paris, di tengah-tengah penduduk yang sebagian besar imigran dan kelas pekerja, Manu berkenalan dengan kemiskinan dan diskriminasi. Dia bermain bola dan musik dengan anak-anak imigran dan kelas pekerja.

Latar belakang ini mempengaruhi warna musik dan pandangan politik Manu di kemudian hari. Musiknya campuran dari banyak genre, seperti punk, reggae, rock, ska, chanson Perancis, salsa Ibero-Amerika, dan lain-lain. Lagu-lagunya juga muncul dalam banyak bahasa, seperti Perancis, Spanyol, Inggris, Italia, Katalan, Portugis, Galisia, dan Arab.

Perkawinan antara latar belakang keluarga yang memang aktivis politik dengan lingkungan sosial membentuk kesadaran politik Manu sejak belia. “Ayah dan ibu saya adalah seorang aktivis, dan sejak kecil saya mengetahui hal itu,” ujar Manu.

Manu, yang sejak belia kagum dengan dua musisi politis, The Clash dan Bob Marley, membentuk band pertamanya, Manu Negra, di tahun 1980-an. Tahun itu juga dia berniat melakukan tour ke Amerika Serikat. manu negra”, ia dianjurkan melakukan tur ke Amerika Serikat. Namun, bukannya berlayar ke Amerika, Manu Negra justru berlayar ke Amerika Selatan. Mereka menggelar konser kecil di tiap kota pelabuhan yang dilalui.

Tahun 1993, Manu kembali berpetualang. Kembali ke Amerika latin. Awalnya di tiba di Kolombia, masuk hingga ke pedalaman, dan bermain musik dengan para gerilyawan marxis, petani dan pengedar narkoba di sana.

Tak lama kemudian, mereka menghilang lagi. Rupanya mereka ke Meksiko dan hidup bersama dengan gerilyawan Tentara Nasional Pembebasan Zapatista (EZLN).

Pengalaman itu, saya kira, turut membentuk kesadaran politik Manu yang cenderung kiri. Kesadaran itu menjiwai lagu-lagunya sekaligus pilihan bermusiknya yang menolak didikte oleh industri musik kapitalistik.

Menyuarakan kaum tertindas

Kalau kita periksa lagu-lagu Manu, sebagian besar kemanusiaan, perdamaian, demokrasi, dan anti-kolonialisme. Lagu-lagunya menjadi corong untuk menyuarakan hak-hak kaum tertindas, seperti imigran, pekerja seks komersil, pengungsi, buruh, petani, dan lain-lain.

Seperti lagu Clandestino yang populer itu. Lagu yang tercipta di tahun 1998 ini berbicara tentang nasib imigran gelap. “Aku menulis lagu ini di perbatasan Eropa dan orang-orang dari bangsa-bangsa miskin. Lihatlah, mungkin 30 persen dari orang-orang itu adalah clandestino (imigran gelap),” katanya.

Sedangkan lagu Me Llaman Calle berbicara tentang PSK yang menjajakan diri di pinggir jalan, yang menunggu keberuntungan dari mobil yang lalu-lalang. Lagu ini jadi soundtrack film Spanyol berjudul Princesas, yang berkisah tentang kehidupan PSK.

Di lagu Raining in Paradise, Manu mengeritik kebijakan perang imperialis yang menciptakan neraka di Zaire, Kongo, Palestina, Irak, dan lain-lain. Perang telah membuat tidak ada lagi tempat yang nyaman di dunia.

Kemudian di lagu Politik Kills, Manu mengeritik penyimpangan politik yang menghalalkan segala cara, termasuk politik uang dan kebohongan, untuk memenangkan kekuasaan. Dia mengecam politik yang menindas.

Manu juga menulis lagu untuk tokoh idolanya, Diego Maradona dan Bob Marley. Untuk Maradona, dia menciptakan lagu berjudul La Vida Tombola. Sedangkan untuk Bob Marley diciptakan lagu Mr.Bobby.

Manu tahu betul kekuatan musik dalam mendorong perubahan. “Saya bisa menjangkau mikrofon, sesuatu yang tidak bisa dijangkau banyak orang,” katanya. Dia sadar, lirik lagunya bisa menjadi celah untuk menyebarluaskan suara kaum tertindas ke banyak orang.

Politik progressif

Tetapi Manu bukan hanya menyuarakan kaum tertindas lewat lagu-lagunya, tetapi dia juga bertindak.

Di tahun 2001, di Genoa, Italia, Manu berada diantara 200.000 demonstran yang menentang pertemuan G-8. “Di Genoa, yang terpenting kami bersatu menolak masa depan yang dipaksakan atas kami (globalisasi neoliberal). Ini saatnya kami memutuskan masa depan kami sendiri,” kata Mano dalam sebuah wawancara.

Dia juga tampil menghibur di Forum Sosial Dunia/World Social Forum (WSF) di Porto Alegre, Brazil. Ini adalah forum yang mengumpulkan aktivis anti-neoliberalisme dari berbagai belahan dunia.

Manu juga mendukung Kuba dalam menentang imperialisme Amerika Serikat. Tahun 2006, dia ke Kuba dan manggung di Havana untuk mengenang pejuang anti-imperialis, Jose Marti. Tahun 2009, dia kembali menggelar konser di Havana untuk mengenang revolusioner Kuba, Che Guevara.

Hanya saja, bicara soal perubahan, Manu tidak mau muluk-muluk. Dia mengusulkan perubahan mulai dari lingkungan masing-masing. “Kita mungkin tidak bisa mengubah dunia, bahkan negara, tetapi kita bisa mengubah lingkungan kita. Aku tidak percaya revolusi besar yang mengubah segalanya. Aku percaya beribu-ribu revolusi di masing-masing lingkungan,” tuturnya. [Mahesa Danu/Berdikari Online]