Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Perusahaan Perkebunan Nakal Harus Disanksi Tegas

Riri awasi perkebunan (2)BENGKULU, PB - Warga Desa Tanjung Kemenyan, Kinal Jaya, Muara Santan dan Gembung Raya yang ada di Kecamatan Napal Putih membakar kantor dan camp PT Andalan Utama Dinamis Karya (AUDK), Kamis (30/6/2016).

Sialnya, kejadian ini bukan yang pertama di Bengkulu. Pada tahun 2013, di kabupaten yang sama, warga membakar aset perusahaan PT Sandabi Indah Lestari. Lalu pada tahun 2011, warga membakar kantor perusahaan PT Bio Nusantara Teknology.

Karena itu, Anggota DPD RI Riri Damayanti mengatakan, kejadian ini menunjukkan adanya masalah dalam pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Ia menilai UU tersebut belum memberikan perlindungan yang cukup bagi usaha perkebunan yang berbasis kepada kepentingan rakyat.

Sebaliknya, perkebunan swasta begitu banyak yang mendominasi. Riri mencontohkan Kabupaten Mukomuko. Berdasarkan data Yayasan Genesis, 41 persen lahan di Mukomuko telah dikuasai 9 perusahaan perkebunan sawit. Sisanya, merupakan lokasi hunian penduduk.

"Dominasi perusahaan swasta itu, menurut kami, harus mulai dibatasi," jelasnya.

Senator termuda ini menyampakan di Bengkulu sendiri sebenarnya hampir semua lahan sudah termanfaatkan kecuali hutan. Hanya saja terjadi pembelahan antara korporasi dan milik rakyat.

"Kami meminta kepada Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian untuk mengevaluasi UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan itu agar lebih diarahkan kepada pengembangan perkebunan rakyat, mengindustrialisasikannya dan membatasi kehadiran investor," jelas Riri.

Lalu, masih dikatakan Riri, seharusnya ada pemetaan ulang terhadap pemanfaatan hutan. Dia meminta agar UU tentang Perkebunan dapat secara lebih tegas mengakomodir hutan-hutan yang dikelola oleh rakyat.
"Sebab, hutan-hutan yang dikelola rakyat tersebut jauh lebih kecil luasnya bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan perkebunan yang beroperasi, seperti di Bengkulu," ungkapnya.

Riri juga meminta agar UU tentang Perkebunan dapat mendorong terciptanya Perkebunan Inti Rakyat (PIR) secara massif. Bahkan menurutnya, harus ada klausul yang mengatur bahwa perusahaan skala besar tidak perlu menggarap sendiri perkebunan mereka.

"Perusahaan cukup memberikan bibit lalu biarkan lahannya tetap dimiliki oleh negara atau rakyat dimana keuntungannya akan dibagi secara adil antara kedua belah pihak. Dengan demikian, rakyat kita tidak hanya menjadi kuli di negaranya sendiri," tegas Riri.

Di Bengkulu, sambungnya, sebagian besar rakyatnya memiliki perkebunan sawit, karet, lada, kakao dan lada. Ia berharap Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian untuk mengendalikan harga-harga komoditas hasil perkebunan tersebut serta mendorong peningkatan nilai tambah dan nilai tukarnya.

Hal yang bisa dilakukan misalnya dengan membuat terobosan berbentuk pembukaan balai-balai lelang ditingkat kelurahan atau desa sehingga bisa memangkas para tengkulak dan menjaga harga komoditas tersebut tetap tinggi.

"Kemudian dengan cara memperketat pengawasan kewajiban perusahaan sawit untuk mengembangkan pabrik CPO dan membeli sawit petani sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah," pungkasnya. [IC]