PedomanBengkulu.com, Lebong -
Pasca adanya pergantian Penjabat (Pj) Kepala Desa (Kades) Desa Sukasari Kecamatan Lebong Selatan, sejumlah warga memberikan surat kuasa kepada Pj Kades yang baru, untuk mengurus penerbitan sertifikat tanah yang hingga saat ini belum keluar, padahal mereka ikut program prona dan Redis BPN tahun 2024 lalu.
Aroma dugaan praktek pungutan liar (Pungli) pengurusan sertifikat tanah di Desa Suka Sari kembali mencuat. Setelah sejumlah warga yang memberikan kuasa kepada Pj Kades yang baru mengakui, bahwa mereka diminta membayar dengan nilai bervariasi diatas nilai ketetapan SKB tiga Menteri. Padahal dugaan pungli sertifikat tanah di Desa Suka Sari, sebelumnya juga sudah masuk radar Tim Saber Pungli Kabupaten Lebong, bahkan sudah berproses di Satreskrim Polres Lebong.
Ditemui di Kantor Pertanahan Lebong, Pj Kades Sukasari Erwan Jaya menyebutkan, bahwa dirinya diberikan kuasa oleh warganya, karena sertifkat tanah yang mereka ajukan pada tahap kedua tahun 2024 hingga sekarang belum terbit. Selain itu, sebagai orang yang diamanahkan oleh Bupati Lebong sebagai Pj Kades Desa Sukasari, pasca mendapatkan kuasa dari warga, dirinya langsung mendatangi Kantor Pertanahan Kabupaten Lebong.
"Kedatangan saya ini dalam rangka memberi pelayanan prima kepada masyarakat. Karena kita masih baru, warga menuntut untuk mengambil sertifikat di pihak BPN," sampai Erwan Jaya, Rabu (23/04/2025) siang.
Dikatakan Erwan, sertifikat tanah yang diminta warganya tersebut, pengukuran dan berkasnya sudah berproses tahun 2024. Dirinya bukan bermaksud ingin menjatuhkan Pj Kades sebelumnya, akan tetapi seharusnya urusan sertifikat tanah itu sudah terbit tahun 2024.
"Jadi petugas yang mengambil sertifikat itu, nampaknya tidak ada kesiapan untuk mengambil sertifikat di BPN. Karena kita sifatnya pelayanan prima dengan masyarakat, makanya itu kita siap untuk mengambil sertifikatnya," ucapnya.
Dijelaskan Erwan, untuk total warga yang ikut pengurusan pada tahap kedua tahun 2024 ada sekitar 60 Persil. Namun dari jumlah 60-an tersebut, berdasarkan list dari Kantor Pertanahan, informasinya ternyata sebagian ada yang tidak terdaftar. Sedangkan pengakuan warga mereka sudah terdaftar saat penyerahan sejumlah persyaratan sebelumnya.
"Menurut warga, mereka memberi biaya juga dengan petugas bervariasi, ada yang Rp.400 ribu, Rp 250 ribu, Rp 200 ribu, ada yang belum bayar, nanti kalau sertifikatnya jadi baru dibayar. Prosesnya dengan PJs Kades yang lama dan perangkat yang lama, dengan kadus-kadus yang lama.
Termasuk permintaan biaya, masalah itu tercover oleh PJs yang lama," jelasnya.
Saat diminta untuk mempertegas informasi dari warga terkait adanya nilai pembayaran, Erwan menyebutkan bahwa hasil koordinasi dengan pihak BPN, pengurusan sertifikat tahap kedua itu semuanya gratis. Terkait ada atau tidaknya pungli, Erwan hanya menegaskan bahwa dirinya hanya sebatas membantu warganya, yang hingga sekarang belum mendapatkan sertifikat tanah.
"Kalau untuk pungutan liar saya belum tahu pasti, yang jelasnya menurut BPN kemarin, BPN tidak memungut biaya. Karena ada dua, ada Redis dan Prona. Kalau Redis ini, ada tiga kementerian mengatakan boleh biayanya sekitar Rp200 ribu. Jum'at kemarin ada temu dengan warga, permintaan maaf bahwa BPN tidak memungut biaya sebesar pun. Bahkan untuk petugas di desa itu seperti kadus-kadus diberi atensi oleh BPN," pungkasnya.[spy]