Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Ironi Juragan Sawit

Ilustrasi 

Saat ini di Bengkulu, pembicaraan tentang minyak goreng menggeser covid-19. Di rumah-rumah, di warung-warung, sampai di group-group jejaring media sosial, orang-orang membicarakan minyak goreng, tentang kelangkaannya dan tentang harganya yang meroket tajam.

Antrian panjang menjadi pemandangan saat operasi-operasi pasar digelar pemerintah daerah. Beberapa kali operasi pasar sempat mendatangkan kericuhan. Sampai akhirnya pemerintah mewajibkan celup jari ke tinta bagi yang sudah dapat minyak goreng seperti setelah mencoblos di ajang pemilu.

Ini benar-benar aneh. Indonesia adalah penghasil CPO, bahan minyak goreng, terbesar di dunia. Pemerintah sendiri seakan impoten untuk mengatur produsen minyak goreng agar tidak menjual mahal kebutuhan pokok masyarakat tersebut. Nyaris seperti pepatah ayam mati di lumbung padi. Inilah ironi juragan sawit.

Kasihan masyarakat, terutama pemilik usaha mikro kayak tukang gorengan. Dampak pandemi covid-19 kemarin masih terasa. Belum lagi pulih setelah babak belur dihantam pandemi covid-19, kini mereka harus menghadapi pahitnya kenyataan langka atau mahalnya komoditas minyak goreng.

Entah sudah berapa banyak pakar dan ahli yang menyampaikan pandangannya untuk menyelesaikan masalah ini. Di google saja ketika kata minyak goreng diklik di mesin pencarian, niscaya ratusan, bahkan ribuan artikel telah tersaji. Lengkap dengan analisa dari berbagai sisi.

Entah sudah ada yang menyampaikan solusi ini atau belum, sebenarnya masalah utama dari berbagai persoalan yang muncul mulai dari pandemi covid-19 hingga polemik minyak goreng ini adalah karena jauhnya umat manusia dari amalan agama.

Sebab, sudah jadi ketetapan Allah subhanahu wa ta'ala, zat yang menciptakan semesta, suasana dan keadaan manusia di dunia sangat bergantung dengan amalan agama yang dilakukannya. Kalau amalannya baik, suasana dan keadaan pasti baik.

Masalah-masalah muncul sebagai teguran agar manusia kembali kepada Allah subhanahu wa ta'ala, mau bersujud kepada-Nya, minta ampun, lalu amalkan agama. Amalan agama akan membawa keberkahan, kasih sayang dan rahmat, memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi.

Tanpa agama, manusia hanya jadi para perusak, menjadi pekebun sawit yang rakus, atau menjadi pedagang tamak yang suka menimbun. Tanpa amalan agama, manusia akan terus berjalan menuju jurang kehancuran. Sebaliknya, dengan agama, masalah-masalah manusia akan selesai dan manusia dapat berjalan menuju kejayaan.