Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Kemerdekaan Beragama di Kuba




Selama ini, jika orang bicara agama, Kuba selalu menjadi pengecualian. Maklum, karena menganut marxisme, Kuba dianggap anti-agama. Bahkan, Amerika Serikat sangat gencar mengangkat isu “represi terhadap agama” sebagai bahan propaganda untuk mendiskreditkan Kuba.

Benarkah demikian?

Memang, setelah revolusi 1959, hubungan negara Kuba dengan agama agak tegang. Fidel Castro beberapa kali melontarkan kritik terhadap praktik beragama yang terlalu dekat dengan penindas dan kaum kaya. Sebaliknya, kaum agawan mengutuk komunisme sebagai atheis.

Tahun 1975, partai Komunis Kuba secara terbuka menyatakan Kuba sebagai negara atheis. Namun, tiga tahun kemudian, Kuba mengakui kemerdekaan beragama dan berkeyakinan. Pemeluk Katolik, yang mewakili 60 persen populasi, bebas untuk beribadah.

Tahun 1986, Partai Komunis mengakui Teologi Pembebasan atas komitmennya terhadap rakyat miskin. Sejak itu, beberapa misi keagamaan juga mulai berdatangan di Kuba.

Di tahun 1990-an, kemerdekaan beragama di Kuba makin maju. Agama-agama tradisional, seperti agama leluhur keturunan Afrika, juga diberi tempat untuk hidup. Di sisi lain, atheisme juga bebas dipropagandakan. Di tahun itu juga Fidel Castro bertemu dengan kelompok Katolik dan Protestan.

Di tahun 1992, Kuba mengamandemen Konstitusinya, yang mengubah haluan dari atheisme menjadi sekuler. Sejak itulah agama tumbuh bermekaran di Kuba. Tidak hanya Katolik dan Protestan, tetapi Yahudi, Islam dan agama-agama leluhur.

Tidak ada Anti-Semitisme

Jumlah orang Yahudi di Kuba tidak banyak. Hanya berkisar 1500 orang. Sebelum revolusi, jumlahnya mencapai 15.000 orang. Sebagian memilih bermigrasi ke AS.

Meski minoritas, Yahudi Kuba tidak pernah mendapat perlakuan kekerasan. “Di sini tidak ada sentimen antisemitisme terhadap orang-orang Yahudi dan Sinagoga.

Padahal, hubungan diplomatik Kuba dan Israel tidak pernah membaik. Maklum, Kuba menjadi salah satu negara di kawasan Amerika Latin yang paling loyal mendukung perjuangan rakyat Palestina.

“Kami satu-satunya Negara dimana pintu Sinagoga terbuka terus sepanjang hari. Di sini tidak perlu pengamanan, tidak perlu penjaga,” kata David, seperti dikutip The Times of Israel (29/3/2016).

David memuji dialog antar umat beragama di Kuba. Dia juga mengakui hubungan komunitas Yahudi dengan pemerintah Kuba berlangsung baik.

Di Kuba, ada lima sinagoga: tiga di Havana, satu di Santiago de Cuba dan satu lagi di Camagüey.

Gereja bebas berdiri di Kuba

Katolik merupakan agama dengan pemeluk terbanyak di Kuba: sekitar 65 persen. Sejak 1992, Kuba sudah dikunjungi oleh tigas Paus: Paus John Paul II, Paus Benediktus XVI dan Paus Fransiskus.

Awalnya gereja Katolik dan pemerintah Kuba sering bersitegang. Pemerintahan revolusioner selalu mempersoalkan posisi Gereja di masa lalu yang dekat dengan rezim Batista dan kaum kaya. Karena itu, pemerintah Kuba selalu condong mempromosikan teologi pembebasan. Teolog pembebasan Frei Betto rutin mengunjungi Kuba tahun 1980-an.

Situasi mulai berubah setelah kunjungan Paus John Paul II ke Kuba tahun 1998. Kedatangan Paus disambut langsung oleh pemimpin Kuba, Fidel castro. Keduanya saling menghindari untuk menyindir hal yang sensitif. Paus tidak menyerang komunisme, tetapi justru mempersoalkan kapitalisme-neoliberal.

Sejak itu gereja Katolik benar-benar meraih kemerdekaan beragama dan menjalankan ibadah: gereja bebas berdiri, hari Natal ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional, organisasi keagamaan bebas berdiri dan tidak ada lagi diskriminasi.

Tahun 2012, Paus Benediktus XVI mengunjungi Havana dan bertemu Presiden Raul Castro. Kali ini Jumat Agung ditetapkan sebagai Hari Libur Negara.

Pada September 2015, giliran Paus Fransiskus mengunjungi Kuba. Selain bertemu Presiden Raul Castro, Paus Fransiskus juga bertemu khusus dengan Fidel Castro.

Saat bertemu Paus, Fidel menghadiahkan sebuah buku berjudul “Fidel and Religion”, yang merupakan hasil diskusi antara Fidel dengan tokoh teologi pembebasan Frei Betto.

Kehadiran Islam

Kehadiran Islam di Kuba belum begitu lama, baru kira-kira di tahun 1970-an dan 1980-an. Jumlah pemeluk Islam di Kuba juga tidak begitu banyak: hanya sekitar 9000 orang.

Mayoritas muslim Kuba adalah mualaf. Alasannya pun beragam: mulai karena perjalanan spiritual hingga pengaruh literatur Islam.

Ahmad Abuero, misalnya. Pria berusia 48 tahun ini mengaku masuk Islam setelah membaca biografi Malcom X, seorang pejuang hak-hak sipil di Amerika Serikat.

Kemudian, sejak tahun 2007, komunitas muslim di Kuba resmi punya organisasi yang diakui Negara, yaitu Liga Islámica de Cuba (Cuba’s Islamic League). Organisasi ini yang mewakili umat Islam Kuba untuk berbicara dengan pemerintah.

Di Kuba tidak ada Islamophobia. Tidak ada praktek diskriminasi dan pengekangan terhadap peribadatan muslim. Hanya saja, jumlah Mesjid di Kuba baru satu. Masjid baru ini terletak di kota Havana lama. Sebelumnya, orang Islam beribadah di rumah-rumah.

““Kami mempraktekkan ini sejak tahun 1990-an dan tidak pernah ada masalah,” kata Pedro Lazo, Ketua Liga Islam Kuba.

Masalahnya, umat Islam di Kuba jarang yang punya kalender Islam. Terpaksa mereka memintanya dari Kedutaan Arab Saudi. Disamping itu, umat Islam Kuba belum punya patokan tentang makanan halal dan haram.

Namun demikian, Islam berkembang pesat di Kuba. Yang unik, Syiah dan Sunni bisa hidup berdampingan sebagai Komunitas Muslim di Kuba.

Raymond Samuel, Kontributor Berdikari Online