Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Tuntaskan Masalah Kawasan Permukiman Kumuh

Riri DamayantiBENGKULU, PB - Salah satu amanat Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2001 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman adalah upaya pemerintah untuk mengentaskan permasalahan permukiman kumuh. Pada Pasal 96 dan 97 bahkan ditegaskan upaya itu dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan dan ekonomis. Penangannya bisa dilakukan melalui pemugaran, peremajaan atau pemukiman kembali.

Sejak UU Nomor 1 Tahun 2001 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman diterbitkan, permasalahan kawasan permukiman kumuh, masih menjadi persoalan serius di Bengkulu. Berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya juga membuat kawasan permukiman kumuh rawan masalah, baik masalah kesehatan hingga masalah tata kebersihan kota, bahkan menjadi sarang kriminalitas. Permukiman kumuh tidak mendukung tumbuh kembang manusia yang baik dan sejahtera.

"Untuk diketahui, Bengkulu masih menjadi provinsi termiskin di Pulau Sumatera dan urutan keenam secara nasional. Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bengkulu tahun 2015 menyebutkan angka rumah tangga kumuh perkotaan masih tinggi. Misalnya Kota Bengkulu menduduki posisi pertama dengan 8,63%, disusul Kabupaten Rejang Lebong 10,46%, Bengkulu Selatan 12,39%, Bengkulu Utara 12,59%, Kaur 13,37%, Seluma 13,59%, Bengkulu Tengah 13,99%, Mukomuko 14,92%, Lebong 17,03% dan Kepahiang 18,17%," kata anggota Komite II DPD RI Riri Damayanti John Latief, baru-baru ini.

Ia menjelaskan, sebenarnya program Sejuta Rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo bisa menjadi solusi untuk mengentaskan permasalahan ini. Pada tahun 2016 ini, ujarnya, ditargetkan sebanyak 8.000 rumah dibangun di Provinsi Bengkulu. Apalagi, tegas Riri, rumah subsidi itu hanya diperuntukkan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau berpenghasilan tidak lebih dari Rp 4 juta/bulan dan hanya ditujukan untuk mereka yang belum memiliki rumah.

"Tapi realisasinya di beberapa daerah di Bengkulu menemui kendala. Misalnya di Bengkulu Tengah sebagaimana dilansir Harian Rakyat Bengkulu pada 10 Maret 2016 yang lalu. Realisasi program ini disebutkan terancam gagal. Pasalnya, regulasi untuk pelaksanaan proyek pengadaan rumah murah yang menggunakan lahan pemerintah belum jelas. Pihak panitia daerah tidak berani melanjutkan pengadaan rumah itu dengan alasan regulasi penyerahan lahan hibah milik pemerintah daerah ke pengembang belum bisa dikeluarkan pusat," urainya.

Disisi lain, sambung Riri, sejumlah pihak juga mengeluhkan tentang biaya down payment (DP) untuk memperoleh rumah tersebut masih sulit dijangkau oleh MBR. Ia mencontohkan di Kota Bengkulu. Rata-rata DP ditetapkan kisaran Rp 8 jutaan sampai Rp 15 jutaan.
"Masyarakat miskin banyak yang mengeluh bahwa hanya yang menengah atas mampu untuk membayar uang sejumlah tersebut secara sekaligus. Ini belum termasuk adanya keluhan masyarakat tentang orang mampu yang mengambil rumah dengan menggunakan identitas MBR," demikian Riri. [AM]