"Artinya, baru jadi wacana saja sudah menurun. Akan tetapi faktanya peraturan itu belum terwujud, sungguh pun Presiden sudah menekankan dalam Rapat Terbatas tersebut,” kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh, sebagaimana dilansir dari Setkab, dikutip Rabu (13/1/2016).
Untuk diketahui, KPAI sempat mengusulkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) karena tingkat kemendesakannya sangat jelas. Korban anak harus segera diselamatkan. Itu lebih urgent dari Perppu Pilkada misalnya, karena pilkada korbannya tidak korban anak anak, itu lebih bersifat politis.
Tetapi terkait korban kekerasan terhadap anak ini korbannya sangat nyata dan butuh langkah-langkah darurat untuk melakukan penyelamatan. Salah satu wujudnya adalah dengan kebijakan yang radikal.
“Nah wujud kebijakan radikal itu sebenarnya adalah Perppu sebagai wujud komitmen politik yang lugas, jelas, dan progresif dari Presiden, tinggal ditindaklanjuti di tingkat operasional oleh para pembantunya,” kata Asrorun.
Dia menjelaskan, trennya kasus kekerasan terhadap atau kasus perlindungan anak menjadi 9 cluster. Dan secara umum menurun mulai dari kasus anak berhadapan dengan hukum, kemudian kasus anak yang menjadi korban trafficking, kemudian anak yang menjadi korban malpraktik kesehatan, termasuk didalamnya adalah kekerasan di sekolah.
“Cuma kekerasan di sekokah korbannya secara umum turun, tetapi pelaku anaknya trennya naik. Nah saya kira ini hal yang penting juga kita koordinasikan kepada presiden untuk mengambil langkah-langkah radikal untuk memastikan lingkungan sekolah yang ramah anak,” pungkasnya. [IC]