Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Penyelesaian Konflik Agraria Jadi Wewenang Provinsi

stepBENGKULU, PB - Dewan berjanji akan menuntaskan semua konflik agraria yang terjadi di Provinsi Bengkulu sesuai dengan Undang-undang nomor 23 tahun 2015 mengatur masalah kehutanan, perkebunan dan pertambangan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.

"DPRD Provinsi berhak mengambil alih penuntasan konflik agraria yang suah terjadi bertahun-tahun sebelumnya," kata Wakil Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Edison Simbolon kepada Pedoman Bengkulu, Jumat (16/10).

Lanjutnya, dalam hal menyelesaikan konflik agraria dilapangan, pihaknya akan memeriksa sertifikat masyarakat sehingga diketahui
kejelasan dokumennya.

"Kalau nanti setelah diperiksa ternyata HGU perusahaan yang lebih dulu maka memang perusahaan yang berhak, tapi kalau setifikat masyarakat yang lebih duluan maka masyarakatlah yang lebih berhak atas tanah tersebut," terangnya.

Untuk itu pihaknya berkeinginan agar masyarakat dan perusahaan bisa sama-sama nyaman dan tidak saling merugikan. "Kita memang ingin perusahaan kerja dengan nyaman, tapi masyarakat juga harus nyaman , ini yang lebih utama," tegasnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Kordinator Institut of Social Justice (ISJ) Renda Putri menyayangkan bahwa pemerintah masih melihat aspek legalitas atau sertifikat dalam penanganan konflik agraria, akibatnya masyarakat selalu menjadi korban.

"Kebanyakan penerbitan ijin usaha belum ada penyelesaian clean and clear dengan masyarakat, akibatnya konflik terjadi. Jadi jangan lihat sertifikatnya tapi lihat tugas pemerintah itu melindungi dan menjamin kehidupan warganya, karena melindungi segenap tumpah darah rakyat merupakan amanat konsitutsi," terangnya.

Ia juga mencontohkan tentang konflik lahan antara nelayan Pulau Baai, Kampung Melayu dengan PT. Pelindo II Bengkulu dimana proses pembebasan lahannya sejak tahun 1980-an sudah bermasalah, padahal masyarakat sudah lebih dulu ada disana sejak tahun 1950-an.

Menurutnya pemerintah perlu memberikan ruang keadilan dalam memperoleh akses atas tanah. "Jika pemerintah ingin menyelesaikan konflik maka yang pertama dilihat adalah akses keadilan yang menyebabkan ketimpangan atas penguasaan tanah," ungkap Renda.

Seperti yang diketahui, dalam menyelesaikan persoalan agraria di Provinsi Bengkulu DPRD Provinsi akan menggandeng  Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menjelaskan dokumen masing-masing kedua belah pihak. (Muammarsyarif)